Kala Perusahaan Tidak Libur di Pilkada Serentak? Simak Penjelasan Ahli Hukum
Berita

Kala Perusahaan Tidak Libur di Pilkada Serentak? Simak Penjelasan Ahli Hukum

Pengaturan libur di hari pemungutan suara adalah mandat undang-undang, termasuk pada Pilkada serentak pada 27 Juni 2018. Diusulkan, pengaturan libur pemilu/pilkada bagi pekerja dalam revisi UU Ketenagakerjaan.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS
Ilustrasi pemilu. Ilustrator: BAS

Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di sejumlah wilayah Indonesia pada 27 Juni 2018 dipastikan mewajibkan libur baik di lembaga pemerintahan maupun perusahaan swasta. Libur ini berlaku setidaknya di wilayah Pilkada berlangsung. Melalui wawancara dengan Hukumonline, Kamis (21/6), para ahli hukum menjelaskan konsekuensi dan solusi bagi pengusaha dan pekerja jika tidak ingin meliburkan diri.

 

UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang sebagaimana telah diubah dengan UU No.8 Tahun 2015 jo. UU No. 10 Tahun 2016 (UU Pilkada) mengatur bahwa pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.

 

Ahli Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Fitra Arsil menjelaskan maksud pengaturan libur saat pelaksanaan pilkada tersebut untuk menjaga netralitas. Apabila hari pemungutan suara tidak terjadi di hari libur kalender, maka hari kerja yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai hari pemungutan suara harus diliburkan.

 

“Lahirnya pasal itu karena dulu masa Orde Baru memilihnya pada hari kerja. TPS (Tempat Pemungutan Suara, red) di kantor-kantor, sekolah, dan lain-lain. Dalam rangka netralitas birokrasi, khawatir ada represi, jadi sekarang di hari libur atau kalau bukan hari libur, hari tersebut diliburkan,” kata Ketua Bidang Studi Hukum Tata Negara FHUI ini.

 

Pasal 84 UU Pilkada

(3) Pemungutan suara dilakukan pada hari libur atau hari yang diliburkan.

(4) Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilihan ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota.

 

Dalam Peraturan KPU No.1 Tahun 2017 tentang Tahapan, Program Dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota Tahun 2018 telah menetapkan 27 Juni 2018 sebagai hari pemungutan suara Pilkada Serentak di 171 daerah pemilihan se-Indonesia. Otomatis pada hari tersebut harus diliburkan.

 

Namun, bolehkah pengusaha tidak mematuhi keharusan libur tersebut? “Kalau ada yang tidak meliburkan, bisa kena sanksi pidana karena menghalangi hak konstitusional (warga negara) untuk memberi suaranya,” ujarnya. Baca Juga: Ketua MA: Hakim Mesti Persiapkan Diri Tangani Sengketa Pilkada

 

Sanksi pidana yang dimaksud oleh Fitra tertuang dalam pasal 178 UU Pilkada. Pasal yang serupa juga tertera dalam pasal 498 UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan lebih eksplisit menyebutkan hubungan pemberi kerja dan pekerja.

 

Pasal 178 UU Pilkada

Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah).

Pasal 498 UU Pemilu

Seorang majikan/atasan yang tidak memberikan kesempatan kepada seorang pekerja/karyawan untuk memberikan suaranya pada hari pemungutan suara, kecuali dengan alasan bahwa pekerjaan tersebut tidak bisa ditinggalkan, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

 

Pengalaman pada Pilkada serentak pada 2015 lalu, Presiden Joko Widodo malah membuat Keputusan Presiden yang menetapkan hari pemungutan suara Pilkada sebagai libur nasional. Meskipun, tidak semua daerah di Indonesia saat itu menyelenggarakan Pilkada. “Itu wajar, lebih aman untuk menyelamatkan hak pilih, banyak pemilih bisa saja kerja di luar daerah pemilihannya. Apalagi yang tinggal di daerah perbatasan,” kata Fitra.

 

Hukumonline.com

 

Jalan keluar

Juanda Pangaribuan, praktisi hukum Hubungan Industrial yang pernah menjabat Hakim Ad-Hoc Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 2006-2016, menjelaskan bahwa hari libur resmi yang sudah ditetapkan Pemerintah harus dipatuhi dunia bisnis.

 

“Kalau sudah ada pernyataan Pemerintah secara resmi bahwa tanggal tertentu sebagai hari libur, tidak ada pilihan bagi perusahaan untuk mengelak ketetapan itu. Perusahaan harus membolehkan pekerjanya libur hari itu,” kata Juanda.

 

Namun, pengusaha bisa meminta pekerjanya tetap masuk kerja dengan membayar upah lembur asalkan tetap diberi kesempatan memberikan hak suaranya ke TPS. “Kalau tidak mau diliburkan secara total, pekerja diizinkan tetap masuk dengan mengatur jam tertentu bagi pekerja yang punya hak pilih, silakan memilih dulu, setelah itu lanjut bekerja. Dan karena itu hari libur, dibayar upah lembur. Boleh begitu,” kata dia memberi solusi.

 

Cara ini menurut Juanda menjadi jalan keluar agar tidak melanggar hukum berkaitan dengan momen Pilkada di sejumlah daerah. Partisipasi warga negara menggunakan hak pilihnya harus tetap difasilitasi sebagai wujud demokrasi yang dijamin konstitusi.

 

Selain ancaman pidana jika tidak meliburkan saat Pilkada, pengusaha yang meminta pekerjanya masuk bekerja di hari libur Pilkada tanpa membayar upah lembur pun bisa dijatuhi sanksi pidana kurungan paling singkat satu bulan dan paling lama dua belas bulan dan/atau denda paling sedikit Rp10 juta dan paling banyak Rp 100 juta. Hal ini diatur UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan).

 

Pasal 85 UU Ketenagakerjaan       

(1) Pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi.

(2) Pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada hari-hari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan tersebut harus dilaksanakan atau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

(3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.

Pasal 187 UU Ketenagakerjaan

(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2), Pasal 44 ayat (1), Pasal 45 ayat (1), Pasal 67 ayat (1), Pasal 71 ayat (2), Pasal 76, Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1), dan ayat (2), Pasal 85 ayat (3), dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan

dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

 

Mengenai ketentuan upah lembur pada hari libur resmi ini juga ditegaskan dalam PP No.78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

 

Pasal 33 PP Pengupahan    

Upah kerja lembur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b wajib dibayar oleh Pengusaha yang mempekerjakan Pekerja/Buruh melebihi waktu kerja atau pada istirahat mingguan atau dipekerjakan pada hari libur resmi sebagai kompensasi kepada Pekerja/Buruh yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Akan tetapi, masih ada kemungkinan lain para pekerja mengalami kesulitan menggunakan hak pilihnya dalam Pilkada. Misalnya banyak pemilik hak suara pada Pilkada Jawa Barat yang bekerja di wilayah Jakarta. Jika hari libur Pilkada hanya ditetapkan di Jawa Barat, tentu bagi mereka tetap diwajibkan masuk kerja di wilayah Jakarta.

 

“Bisa saja dia minta izin, tapi persoalannya bagaimana kalau perusahaan tidak memberi izin? Nanti dihitung mangkir,” kata Juanda.

 

Jika kondisi demikian, Juanda menyarankan gunakan hak cuti sebagai pilihan terakhir jika pekerja tetap ingin menggunakan hak pilihnya, bila tidak menemukan kompromi.

 

Dalam UU Ketenagakerjaan memang belum mengakomodasi penggunaan hak suara dalam Pilkada atau Pemilu sebagai hak pekerja untuk difasilitasi. “Dulu waktu UU ini dibuat demokrasi kita belum seperti sekarang. Mungkin perubahan UU Ketenagakerjaan yang akan datang bisa dimasukkan,” harapnya.     

Tags:

Berita Terkait