Kala Pandangan Yusril Jadi Pertimbangan Vonis Syafruddin
Berita

Kala Pandangan Yusril Jadi Pertimbangan Vonis Syafruddin

Karena Yusril saat ini merupakan salah satu anggota tim penasehat hukum Syafruddin. Syafruddin divonis 13 tahun penjara karena melakukan korupsi secara bersama-sama dan langsung menyatakan banding.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan SKL dalam pemberian BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung usai divonis 13 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/9). Foto: RES
Terdakwa kasus dugaan korupsi penerbitan SKL dalam pemberian BLBI Syafruddin Arsyad Temenggung usai divonis 13 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (24/9). Foto: RES

Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung akhirnya dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Itjih dan Sjamsul Nursalim karena menerbitkan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada pemilik BDNI Sjamsul Nursalim yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp4,58 triliun.

 

Ia dianggap secara sah dan meyakinkan melanggar surat dakwaam alternatif pertama yaitu Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

 

"Menjatuhkan pidana selama 13 tahun dan pidana denda sebesar Rp700 juta. Apabila denda tidak dibayar, maka diganti pidana selama 3 bulan," kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Yanto, Senin (24/9/2018).

 

Dalam pertimbangan memberatkan perbuatan Syafruddin bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar memberantas tindak pidana korupsi, tidak mengakui perbuatan, dan korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Sedangkan pertimbangan meringankan yaitu sopan selama persidangan dan belum pernah dihukum.

 

Usai membacakan putusan, Hakim Yanto memberikan pilihan baik kepada penuntut umum maupun Syafruddin serta penasehat hukumnya apakah akan menerima, menolak atau pikir-pikir. Penuntut umum KPK memilih pilihan ketiga yaitu pikir-pikir. Sedangkan Syafruddin langsung menyatakan banding.

 

Syafruddin menyatakan keinginan banding itu tanpa berkoordinasi dulu dengan tim penasehat hukumnya yang terdiri dari Yusril Ihza Mahendra, Ahmad Yani, Jamin Ginting, dan beberapa advokat lain. Ia bersikukuh merasa tidak bersalah dan tidak melakukan perbuatan korupsi seperti yang didakwakan KPK dan diputuskan terbukti korupsi oleh majelis hakim.

 

"Terima kasih Yang Mulia, ini menyangkut keadilan kami sendiri, kami sering koordinasi jadi saya kira tidak perlu konsultasi. Yang Mulia, satu hari saja saya dihukum kami akan menolak dan melawan. Karena itu, kami menolak dan kami meminta tim penasehat hukum saat ini juga setelah selesai sidang ini segera ajukan banding," tegas Syafruddin. Baca Juga: Punya Peran Besar Syafruddin Dituntut 15 Tahun Penjara

 

Bumerang Yusril

Ada satu hal menarik dalam pertimbangan putusan majelis hakim ini. Majelis justru menggunakan pernyataan Yusril saat masih menjabat sebagai Menteri Kehakiman dan HAM untuk menolak nota pembelaan yang diajukan tim penasehat hukum dimana Yusril sendiri menjadi bagian dari tim tersebut.

 

Menurut majelis, pembelaan penasehat hukum yang menyatakan langkah kliennya telah sesuai Keputusan Ketua Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) Nomor Kep. 02/K.KKSK/03/2001 tentang Kebijakan Penyehatan Perbankan dan Restrukturisasi Utang Perusahaan itu dijelaskan soal pemberian penghapusan tunggakan bunga plasma sejumlah Rp1,1 Triliun.

 

Kemudian aset-aset milik Sjamsul sebesar Rp4,8 triliun juga telah diserahkan meskipun dijual oleh Kemenkeu hanya menjadi Rp220 miliar. Sehingga seharusnya tidak ada lagi hutang Sjamsul Nursalim dan sesuai Inpres Nomor 8 Tahun 2002, maka Sjamsul harus diberikan kepastian hukum.

 

Atas pembelaan ini, majelis tidak sependapat karena perjanjian Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA) harus dilaksanakan secara konsisten. Selain itu, Inpres nomor 8 Tahun 2002 yakni bagi yang telah memenuhi kewajibannya diberikan kepastian hukum, sedangkan Sjamsul dianggap belum memenuhi kewajibannya.

 

Sebab, aset PT Dipasena Citra Darmadja (PT DCD) dan PT Wachyuni Mandira (PT WM) yang diserahkan Sjamsul kepada BPPN. Kemudian kepada Kemenkeu setelah dilakukan penjualan hanya senilai Rp220 miliar. Karenanya, Sjamsul selaku pemegang saham BDNI yang menerima bantuan masih harus bertanggung jawab atas kekurangannya.

 

Menurut majelis sesuai keterangan Rizal Ramli yang mengatakan hutang Sjamsul Nursalim harus ditagih sampai keturunannya. "Dan sesuai pula dengan pendapat Menteri Kehakiman saat itu Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra S.H., M.Sc., yang diperdengarkan di persidangan pada saat sidang kabinet," ujar hakim anggota Anwar.

 

Menurut Hakim Anwar, keterangan Yusril kala itu menyatakan tanggung jawab dari BPPN tidaklah selesai begitu saja, walaupun BPPN secara institusi telah dibubarkan. Namun, yang kemudian menerima pelimpahan tugas-tugas selanjutnya baik itu kementerian terkait, BUMN maupun lembaga baru nantinya akan mengambil alih seluruh gugatan perdata yang mungkin timbul semasa keberadaan BPPN.

 

"Walaupun apa yang dilakukan BPPN sah, tapi pihak yang merasa dirugikan oleh langkah yang diambil BPPN di masa lalu tetap saja dia mempunyai hak untuk menggugat, tetapi institusi baru yang menerima pelimpahan (tanggung jawab) dari BPPN, itu normal sebetulnya dan terjadi pada badan mana saja yang dibubarkan atau dilikuidasi," ujar Anwar mengutip pernyataan Yusril ketika itu.

 

Kemudian pendapat Yusril yang kedua menyangkut tanggung jawab pidana. Ketika itu Kepolisian dan Kejaksaan diketahui telah melakukan penyelidikan dan penyidikan. Bahkan, pemeriksaan dan pemberkasan perkara yang dilakukan pegawai, staf, dan mungkin juga para konsultan yang disewa BPPN.

 

"Dan mengakibatkan beberapa staf dan pegawai BPPN dan mungkin juga pimpinan BPPN di masa lalu yang disangka terlibat dalam satu tindak pidana. Ini tidak bisa dihilangkan sama sekali walaupun kita tahu BPPN sangat darurat dan punya kewenangan luar biasa, tapi tidak berarti eks BPPN punya hak imunitas untuk bisa dituntut secara pidana di pengadilan," kata Hakim Anwar masih mengutip pernyataan Yusril.

 

Hingga berita ini diturunkan, upaya Hukumonline menghubungi Yusril Ihza Mahendra tak membuahkan hasil. Beberapa kali dihubungi melalui telepon gengamnya dan pesan singkat yang dikirimkan tidak mendapat respon.     

 

Pernyataan Yusril ini sebelumnya pernah diungkap KPK pada saat menghadirkan Boediono menjadi saksi. Ketika itu mantan Wakil Presiden tersebut membenarkan adanya pernyataam Yusril. "Kalau itu dokumen Sekneg itu berarti benar," ucap Boediono ketika bersaksi sidang terdakwa Syafruddin, Kamis (19/7) lalu.

Tags:

Berita Terkait