Kajian Dugaan Kartel CPO Siap Dipublis
Berita

Kajian Dugaan Kartel CPO Siap Dipublis

Besarnya jumlah produksi CPO namun harga minyak goreng tetap mahal, menjadi dasar bagi KPPU untuk membuat kajian.

Sut
Bacaan 2 Menit

 

Disamping kartel lanjut Tresna, KPPU juga akan mengkaji kemungkinan adanya kepemilikan silang, posisi dominan, penetapan harga dan lain-lain. Namun, Yang paling mungkin adalah ditemukannya fakta-fakta bahwa ada integrasi hulu dan hilir antar pelaku usaha minyak goreng, jelasnya.

 

Saat ini, KPPU telah memiliki data yang menunjukan bahwa pasar minyak goreng di Sumatera praktis dikuasai oleh tiga pemain besar, yaitu Wilmar Group, Sinar Mas dan Musim Mas.  Pasar di Jawa dikuasai oleh Sinar Mas dan Musim Mas. Selain kedua kelompok ini, ada juga Hasil Karsa, Raja Garuda Mas, Salim Group dan Berlian Eka Sakti.

 

Ketua KPPU Mohammad Iqbal menyatakan, regulasi telah mendorong adanya oligopoli pasar dan industri CPO. untuk itu KPPU akan memberi masukan kepada pemerintah untuk mengubah peraturan terkait, ujarnya.

 

Ia menjelaskan, regulasi di Departemen Pertanian mengenai izin usaha telah mendorong adanya oligopoli di tingkat hulu. Begitu juga dengan Peraturan Menteri Perdagangan mengenai distribusi minyak goreng juga telah membawa iklim usaha CPO di tingkat hilir mengarah ke oligopoli dan kartel harga.

 

Bantah Ada Kartel

Pernyataan para Komisioner KPPU itu dibatah kalangan produsen dan pengusaha CPO. Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Akmaludin Hasibuan menegaskan, tidak mungkin ada kartel dalam industri CPO. Soalnya, harga CPO, selain tergantung pada supply dan demand, juga dipengaruhi oleh patokan harga di pasar Rotterdam dan Kuala Lumpur. Di kedua kota itu, penjualan CPO ditentukan melalui mekanisme tender. Jadi, price kita benar-benar ditentukan oleh market. Price itu dibentuk dari hasil tender. Tenderlah yang menentukan harga, tuturnya.

 

Akmal mengatakan jika Indonesia menjadi penentu harga, justru rentan terjadi kartel. Ia melihat saat ini posisi Indonesia masih sebatas pengikut harga (price taker). Menurutnya, mahalnya harga minyak goreng saat ini terletak pada penyaluran distribusi yang tidak berjalan dengan baik.

 

Contohnya, mengenai jarak antara kebun sawit dengan pabrik minyak goreng yang berjauhan. Akibatnya, lokasi yang berjauhan ini, harga minyak goreng menjadi tinggi. Ketika kita diminta pemerintah melakukan operasi pasar di daerah Irian Jaya, maka banyak produsen sawit tidak mau melakukannya, sebab cost-nya sudah pasti besar, ungkapnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: