Kajati DKI Dikenai Sanksi Disiplin Berat
Utama

Kajati DKI Dikenai Sanksi Disiplin Berat

Sanksi terhadap Kajari Jakarta Barat dan Aspidum Kajati DKI belum dapat diumumkan karena masih menunggu konformasi.

Rzk
Bacaan 2 Menit
Kajati DKI Dikenai Sanksi Disiplin Berat
Hukumonline

 

Lebih spesifik, Togar mengungkapkan bahwa berdasarkan pemeriksaan, rumor yang selama ini berkembang tentang adanya dua rencana tuntutan (Rentut) terhadap Hariono ternyata benar. Togar memaparkan Rusdi telah melakukan perbaikan terhadap Rentut pertama yang berisi tuntutan 6 tahun sehingga berubah menjadi tuntutan 15 tahun. Sebetulnya maksud yang bersangkutan baik tetapi menurut etika pengawasan menjadi tidak baik dan tercela, ujarnya.

 

Letak kesalahan Rusdi, menurut Togar, justru pada Rentut pertama yang dipandang bertentangan dengan kebijakan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum). Jampidum menetapkan menetapkan bahwa khusus untuk perkara-perkara narkoba harus dituntut berat, sementara Rentut yang diterbitkan Kejati DKI Jakarta hanya 6 tahun walaupun kemudian diubah menjadi 15 tahun. Tidak ditemukan apa motivasinya itu (Rentut pertama rendah, red.). Tidak ditemukan apakah karena uang, koneksi atau persahabatan, jelas Jaksa Agung. 

 

Ketika ditanya apakah ada unsur tindak pidana yang dilakukan Rusdi, Togar menjelaskan bahwa sepanjang hasil pemeriksaan tidak ditemukan adanya unsur-unsur tindak pidana. Kesalahan yang dilakukan Rusdi hanya berkaitan dengan pelanggaran terhadap peraturan disiplin. Tentunya kita sudah berupaya untuk itu, namun tidak ditemukan adanya unsur-unsur atau yang mengarah ke tindak pidana, kilah Togar.

 

Atas kesalahan-kesalahan tersebut, Rusdi yang diperiksa Jamwas 3 Agustus 2006, dikenakan sanksi disiplin berat berupa pembebasan dari jabatan struktural. Sanksi yang telah disetujui oleh Jaksa Agung ini sejalan dengan ketentuan Pasal 6 ayat (4) PP No. 30/1980 yang mengenal 4 jenis saksi disiplin berat yakni penurunan pangkat, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri, dan pemberhentian tidak dengan hormat.

 

Sementara mengenai Nurrohmat dan Dimas, Togar mengatakan belum dapat mengumumkan sanksi apa yang dikenakan terhadap mereka karena Jamwas belum menerima laporan apakah pemberitahuan penjatuhan sanksi telah diterima oleh yang bersangkutan. Untuk tidak melanggar norma-norma pengawasan, belum dapat kami sampaikan pada kesempatan ini, tegasnya.

 

Tidak cukup

Ketua Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Hasril Hertanto mengatakan Kejaksaan perlu diberikan apresiasi karena penjatuhan sanksi terhadap Rusdi tidak hanya menandakan keseriusan Kejaksaan dalam membenahi pengawasan internal, tetapi juga menunjukkan bahwa Kejaksaan tidah hanya berani jaksa-jaksa ‘kecil'. Namun, Hasril menilai jenis sanksi pembebasan dari jabatan struktural tidak cukup berat untuk kesalahan yang dilakukan Rusdi.

 

Rusdi seharusnya juga dicopot jabatan fungsional sebagai jaksa, tukasnya. Pencopotan ini, menurut Hasril, perlu dilakukan agar tertutup kemungkinan pihak Kejaksaan secara diam-diam memindahkan Rusdi ke daerah lain dengan jabatan atau fungsi yang berbeda. Hasril menganalogikan dengan tindakan Mahkamah Agung yang menempatkan Nana Juwana menjadi Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah, padahal mantan hakim tinggi pada PT Jawa Barat ini telah dijatuhi sanksi pemberhentian terkait kasus Pilkada Walikota Depok.

 

Selain itu, Hasril meragukan kesimpulan Jamwas yang menyatakan tidak ditemukan indikasi tindak pidana yang dilakukan oleh Rusdi. Dia justru mempertanyakan apakah Jamwas telah melakukan pemeriksaan secara maksimal terhadap Rusdi dan pihak-pihak terkait. Mungkin harus ditangani KPK atau Timtas Tipikor, tukas Hasril yang juga meragukan apabila kasus ini diproses MKJ atau Komisi Kejaksaan.

 

Angin segar kembali berhembus dari Jl. Sultan Hasanuddin No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Seolah mempertegas keseriusannya dalam pembenahan internal khususnya dibidang pengawasan, Kejaksaan Agung akhirnya mengumumkan penjatuhan sanksi terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Rusdi Taher.

 

Penjatuhan sanksi ini merupakan tindak lanjut dari hasil pemeriksaan Majelis Kehormatan Jaksa (MKJ) bulan Juni lalu yang terlebih dulu telah ‘menghukum' empat orang jaksa terkait keluarnya tuntutan rendah dalam kasus pengedar narkoba Hariono Agus Tjahjono. Berdasarkan hasil pemeriksaan MKJ, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh ketika itu menyatakan ada hal yang perlu diklarifikasi ke Rusdi dan juga Aspidum Kejati DKI Jakarta Nurrohmat, dan Kajari Jakarta Barat Dimas Sukadis.

 

Telah terbukti melakukan perbuatan tercela, tidak melaksanakan petunjuk pimpinan dalam melaksanakan pengendalian perkara penting yang menarik perhatian masyarakat, tidak profesional dan tidak sungguh-sungguh dalam penanganan dan penyelesaian perkara tindak pidana umum, dan tidak melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab dan tidak mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku, demikian detil kesalahan Rusdi sebagaimana dibacakan oleh Plt. Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Togar Hoetabarat dalam kesempatan jumpa pers di Kejaksaan Agung (1/9).

 

Diluar itu, Rusdi dinyatakan tidak melaksanakan sebagaimana mestinya tugas pokok dan fungsinya sebagai Kajati sebagaimana digariskan dalam Keputusan Jaksa Agung (Kepja) No. KEP-115/A/J.A/10/1999 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan RI. Kepja ini telah diubah sebanyak dua kali yakni oleh Kepja No. KEP-225/A/J.A/05/2003 dan Kepja No. KEP-558/A/J.A/12/2003. Rusdi dinyatakan tidak memenuhi kewajiban selaku pegawai negeri sipil sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 huruf g dan x PP No. 30/1980 tentang Peraturan Disiplin PNS.

 

Pasal 2

Setiap Pegawai Negeri Sipil wajib:

g.               melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;

x.               mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku;

Tags: