Kadishub DKI Usul Gatot Subroto Jadi Jalan Berbayar
Berita

Kadishub DKI Usul Gatot Subroto Jadi Jalan Berbayar

Sepeda motor tak akan dikenai tarif retribusi.

KAR
Bacaan 2 Menit
Kadishub DKI Usul Gatot Subroto Jadi Jalan Berbayar
Hukumonline
Pemerintah DKI Jakarta menargetkan sistem jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) dapat beroperasi tahun depan. Nantinya, setiap kendaraan yang melintasi jalan dengan teknologi itu diharuskan membayar. Pembayarannya bersifat dinamis dari rentang Rp20-Rp40 ribu.

"Kalau masih macet, kami naikkan dari Rp30 ribu menjadi Rp40 ribu. Intinya sampai jalanan tidak macet lagi," ujar Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta Muhammad Akbar di Jakarta, Selasa (3/6).

Akbar yakin sistem jalan berbayar itu akan mengurangi kemacetan di Jakarta secara signifikan. Bahkan, ia siap untuk mengusulkan agar  Jl.Gatot Subroto juga diberlakukan ERP. Sebab, Jl.Gatot Subroto menghubungkan Jakarta dengan kota lainnya. Namun karena Jl.Gatot Subroto merupakan jalan nasional, harus ada keputusan menteri yang mengubahnya menjadi jalan provinsi agar bisa dipasangi ERP.

"Ada persoalan yang harus dipikirkan, jalan nasional tidak boleh ERP. Padahal Jl.Gatot Subroto (yang merupakan jalan nasional) sudah jaringan jalan dalam kota. Ya sudahlah ubah saja, kan tinggal keputusan menteri," katanya.

Lebih lanjut Akbar mengatakan, penerapan ERP di Jl.Gatot Subroto akan membawa dampak yang cukup berarti. Ia juga mengusulkan, tarif retribusi ERP nantinya dirumuskan dalam bentuk formula seperti tarif tol yang mengikuti nilai inflasi. Hal ini menurutnya untuk memunculkan efek jera bagi pengendara kendaraan pribadi agar bisa mencari alternatif moda angkutan yang tidak membuat macet.

Saat ini, ia berujar, pihaknya sedang mempersiapkan dokumen untuk proses tender. Sebab, ia menargetkan tender ERP tahun ini harus digelar. Akbar mengatakan, pihaknya berkeinginan kuat agar uji coba dapat dilakukan bulan depan.

Meski akan segera diujicoba, tarif retribusi ERP belum juga ditetapkan. Akbar menilai tarif sebesar Rp 30 ribu akan cukup membuat kapok pengendara di Jakarta. Namun ia mengatakan, tarif retribusi seharusnya dirumuskan dalam bentuk formula seperti tarif tol yang mengikuti nilai inflasi. "ERP mungkin bisa berbentuk formula. Kalau bentuknya angka, nanti bisa bolak-balik di DPRD," imbuhnya.

Sementara itu, anggota Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Leksmono Suryo Putranto, mengatakan bahwa ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk menentukan tarif ERP yaitu metode perhitungan dengan pendekatan biaya kemacetan, metode penghitungan dengan pendekatan ATPWTP (ability/willingness to pay).

"Konsultan merekomendasikan penentuan tarif dengan menggunakan pendekatan ATPWTP, antara Rp40 ribu sampai Rp60 ribu," kata Leksmono.

Staf Direktorat Bina Sistem Transportasi Perkotaan Kementerian Perhubungan, Harno Trimadi, mengungkapkan bahwa tak semua jenis kendaraan pribadi akan dikenai retribusi ERP. Salah satunya adalah sepeda motor. Sementara itu, moda transportasi yang dikenai ERP adalah semua kendaraan bermotor perseorangan dan barang, kecuali sepeda motor, kendaraan penumpang umum, termasuk taksi.

“Selain sepeda motor dan kendaraan umum, kendaraan pemadam kebakaran dan ambulans juga tidak terkena retribusi. Nantinya sepeda motor akan diarahkan melalui jalur lambat. Mau penuh atau tidak di jalur lambat, ya di situ," imbuhnya.

Dia mengakui, pemerintah pusat telah mendukung sistem ini dapat diberlakukan sesegera mungkin. Sebab payung hukum di pemerintah pusat telah lengkap. Hal itu dilakukan dengan mencontoh Singapura. Harno mengatakan, lalu lintas di Singapura tahun 1970 masih seperti Indonesia sekarang. Kemudian, tahun 1975 mereka memberlakukan Area Licensing Scheme (ALS) secara manual, ada petugas yang berjaga. Baru setelah tahun 1998, Singapura menerapkan ERP. Hasilnya, kini Singapura bebas macet.

"Pusat mendukung Pemprov DKI agar ERP segera dilaksanakan," ujarnya.
Tags:

Berita Terkait