Kadin Apresiasi Penyederhanaan Izin Investasi
Berita

Kadin Apresiasi Penyederhanaan Izin Investasi

Sebagian besar pejabat daerah belum menyerahkan wewenang perizinan kepada lembaga yang dibentuk pemerintah.

FNH
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua KADIN Natsir Mansyur. Foto: SGP
Wakil Ketua KADIN Natsir Mansyur. Foto: SGP

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mengapresiasi dan mendukung rencana pemerintah untuk menyederhanakan proses perizinan investasi. Selama ini, pengusaha yang tergabung di dalam Kadin mengeluhkan mahalnya biaya serta lamanya proses perizinan investasi di Indonesia. Bahkan, di sejumlah daerah pengurusan izin bisa memakan waktu enam bulan hingga dua tahun.

“KADINadin mengapresiasi langkah pemerintah untuk memangkas perizinan lebih sederhana,”  kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Pemberdayaan Daerah Natsir Mansyur, dalam rilis yang diterima hukumonline.

Diakui oleh Natsir, tujuan penyederhanaan perizinan tersebut adalah agar investasi cepat mengalir sehingga investor lebih cepat merealisasikan investasinya. Melalui percepatan investasi maka target pertumbuhan ekonomi pun, sebesar 6,3 persen dapat tercapai.

Lebih lanjut Natsir mengatakan, pemangkasan perizinan sangat baik bagi dunia usaha. Namun pihaknya juga menghimbau agar pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap masalah di beberapa Kementerian teknis yang masih mengedepankan egoisme sektoral. Akibatnya, seringkali menghambat realisasi investasi bagi pelaku usaha. “Seringkali terjadi investor sudah mau berinvestasi bahkan sudah mengantongi izin malah tidak jalan karena ada kebijakan Menteri dan Dirjennya yang sering menghambat realisasi suatu investasi bagi pelaku usaha,” imbuhnya.

Terkadang, lanjutnya, kebijakan yang dikeluarkan kerap dipengaruhi oleh kepentingan kelompok tertentu. Natsir mengakui beberapa Kementerian telah melakukan reformasi birokrasi namun di beberapa Kementerian masih cenderung mempersulit. Persoalan yang dihadapi kalangan pengusaha, kata dia, adalah kebijakan di beberapa Kementerian teknis. Ada juga Kementerian yang mempertahankan kebijakan untuk kelompok tertentu disertai dengan Kementerian yang  belum melakukan reformasi birokrasi.

Untuk merealisasikan investasinya, investor harus melalui 2-3 Kementerian. Proses perizinan sering dipersulit dan melewati banyak tahapan. Kadin memperkirakan, sedikitnya ada sekitar 120 kebijakan Kementerian dan Dirjen yang perlu didata dan tidak up date sehingga perlu direformasi dan didata ulang disesuaikan zaman. “Kita optimis Kemenko Perekonomian mampu menyelesaikan masalah ini, agar arus investasi bisa diserap dengan baik dan terus meningkat,” pungkas Natsir.

Untuk diketahui, saat ini Kementerian Koordinator Perekonomian telah melakukan aturan untuk mewajibkan seluruh sektor yang memiliki kewenangan mengeluarkan perizinan untuk melimpahkan ke sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Kewajiban ini merupakan implementasi UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Rencananya, kinerja PTSP akan dipantau oleh tim monitoring dan evaluasi (monev) yang akan dibentuk oleh Kementerian Koordinator dan Perekonomian.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robert Endi Jaweng mengatakan persoalan perizinan yang memakan waktu lama dan menelan biaya mahal diakibatkan oleh pejabat daerah, dalam hal ini Bupati yang masih enggan menyerahkan wewenang pemberian izin kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Sebagian besar, lanjutnya, keberadaan PSTP hanya sebagai pencitraan daerah namun belum digunakan sebagaimana mestinya.

“Memang sudah ada PTSP di daerah, tapi izin-izin penting tetap ditahan oleh Bupati. Akibatnya lama dan ada praktik jual beli perizinan di sana,” kata Robert saat dihubungi hukumonline.

Berdasarkan catatan KPPOD, keberadaan PTSP sudah tersebar di 505 Kabupaten/Kota. Namun faktanya, hanya 10 persen dari jumlah tersebut, PTSP yang benar-benar sudah menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif, baik dari sisi waktu, biaya dan prosedur. Sementara sisanya, pejabat daerah dalam hal ini Bupati atau Gubernur belum secara keseluruhan menyerahkan wewenang perizinan kepada PTSP.

Menurut Robert, jika proses perizinan sepenuhnya diserahkan kepada PTSP, maka persoalan tumpang tindih perizinan tidak akan muncul dan memperkecil peluang korupsi. Jika pemerintah berencana menyederhanakan perizinan investasi, maka pejabat daerah harus menyerahkan wewenang perizinan kepada PTSP.

“Tidak akan berbenturan dengan UU Otonomi Daerah, karena di UU Otonomi Daerah itu pejabat daerah juga harus menyerahkan wewenang kepada lembaga atau pihak yang dekat dengan masyarakat. Kalau pejabat tidak mau menyerahkan wewenang ke lain pihak, sentralisasi wewenang donk,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait