Kabareskrim Baru Diminta Audit Perkara Sejak Januari 2015
Berita

Kabareskrim Baru Diminta Audit Perkara Sejak Januari 2015

Sejak Januari 2015, POLRI dinilai sarat kepentingan politik.

CR-19
Bacaan 2 Menit
Acara diskusi ICW dengan tema
Acara diskusi ICW dengan tema "Pekerjaan Rumah untuk Kabareskrim Baru", Senin (7/9). Foto: CR-19
Selain menuai pro kontra, pergantian Kabareskrim Mabes Polri dari Budi Waseso ke Anang Iskandar juga memunculkan sejumlah harapan. Advokat Abdul Fickar Hadjar berharap Kabareskrim baru mengaudit perkara-perkara yang ditangani Bareskrim sejak Januari 2015 hingga sekarang.

Berdasarkan pengamatan, Fickar menilai penanganan kasus di Bareskrim pada periode  Januari hingga September 2015 yang menonjol adalah sensaninya. Dia mencontohkan kasus dua Pimpinan KPK nonaktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Menurut dia, dua kasus itu tidak jelas penanganannya.

“Penanganan kasus Bambang Widjojanto hampir sembilan bulan. Pak Abraham Samad empat kali bolak-balik (berkas perkaranya),” kata Fickar yang juga kolega Bambang Widjojanto, dalam acara diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch, Jakarta, Senin (7/9).

Fickar melihat penanganan kasus di Bareskrim pada periode Januari 2015 hingga saat ini menunjukkan bahwa Kepolisan sangat dipengaruhi oleh kepentingan politik. Indikasinya,  proses pengangkatan pejabat kepolisian pun sangat kental dengan proses politik. “Penanganan kasus lebih banyak unsur sensasinya ketimbang penegakan hukum,” tukasnya.

Sementara itu, dalam acara yang sama, pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar berharap Bareskrim di bawah komando Anang lebih fokus pada jenis kejahatan korporasi. Menurut Bambang, selama ini Bareskrim terkesan lebih fokus melakukan penindakan terhadap tindak pidana korupsi. Umar mengingatkan agar Bareskrim tidak melulu menangani masalah korupsi tetapi juga jenis kejahatan lainnya, termasuk kejahatan korporasi.

Bambang melihat kejahatan korporasi seringkali luput dari penegakan hukum. Penyebabnya, kata dia, salah satunya adalah kelemahan sejumlah regulasi yang berlaku di Indonesia untuk menjerat kejahatan korporasi. Selain itu, menurut Bambang, Bareskrim juga terkesan enggan mengusut kasus-kasus kejahatan korporasi.

Corporate crime ini banyak memanfaatkan kelemahan regulasi di Indonesia untuk sekadar mengeruk keuntungan,” kata Bambang.

Selanjutnya, Bambang juga agar Bareskrim menerapkan mekanisme gelar perkara dengan mengundang sejumlah ahli terkait. Gelar perkara, menurut Bambang, penting agar proses hukum di Bareskrim berjalan lebih transparan dan fair, sehingga potensi penyelewengan bisa diminimalisir.

“Polisi harus fair, artinya kalau ada kasus yang tidak terbukti ya ditutup atau di-SP3 (dihentikan, red), tidak perlu malu,” tutur Bambang.

Mencermati perseteruan yang kerap terjadi antar lembaga penegak hukum, Bambang berharap Anang sebagai Kabareskrim yang baru dapat membangun sinergitas. Dia mengatakan komunikasi antar lembaga penegak hukum, khususnya POLRI dan KPK perlu diperbaiki.

“Hubungan kerja antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung, perlu diatur secara integrated sehingga tidak saling tabrakan, tidak saling curiga dan bisa bersifat fair. Saya melihat ini perlu pak Anang untuk benar-benar membenahi ini supaya polisi bekerja tidak hanya mengandalkan kesan tapi bekerja lebih substansial, lebih fundamental,” ujarnya.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti berpendapat pergantian Kabareskrim adalah momen perubahan institusi POLRI secara fundamental dan menyeluruh. Satu hal yang khusus disoroti Ray adalah penumpukan perkara yang terkatung-katung. Mengutip data Kompolnas, Ray menyebutkan ada 8.900 kasus yang masih tertunda dan mengambang di Bareskrim Polri.
Tags:

Berita Terkait