Jurus Baru ‘Merayu’ Investor Biayai Proyek-Proyek Infrastruktur
Berita

Jurus Baru ‘Merayu’ Investor Biayai Proyek-Proyek Infrastruktur

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong keterlibatan perusahaan penjaminan dan asuransi dalam menyediakan produk penjaminan untuk proyek infrastruktur guna memberikan kepastian terhadap pembayaran selama proses pembangunan, masa pemeliharaan, dan penggunaan proyek, kepada kontraktor maupun investor.

Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Proyek pembangunan infrastruktur di Jakarta. Foto: RES
Proyek pembangunan infrastruktur di Jakarta. Foto: RES

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mempersiapkan sejumlah kebijakan strategis untuk mendukung pembiayaan infrastruktur dengan cara memperluas dan membuat instrumen pembiayaan yang lebih bervariasi. Langkah tersebut diyakini bakal menarik minat investor untuk masuk mendanai proyek-proyek strategis pemerintah.

 

Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso mengatakan, pihaknya akan mereformasi industri keuangan non-bank (IKNB) agar memiliki skala ekonomi yang lebih besar, sehingga mampu berperan lebih dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur. Selaku regulator, OJK mendorong pelaku IKNB agar menciptakan produk dan layanan keuangan yang menunjang dan menarik minat investor untuk masuk dalam proyek infrastruktur mulai dari greenfield, browfield, hingga proyek beroperasi.

 

“Infrastruktur butuh dana besar. Jangan sampai karena terkendala dana, infrastruktur tidak bisa selesai dengan cepat," kata Wimboh di sela-sela acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2018, Kamis (18/1) di Jakarta.

 

OJK berupaya mengotimalkan peran IKNB dalam mendukung pembangunan infrastruktur, khususnya dalam memitigasi risiko yang muncul selama proses pembangunan, masa pemeliharaan, dan penggunaan proyek. Selain itu, OJK akan mendorong keterlibatan perusahaan penjaminan dan asuransi dalam menyediakan produk-produk penjaminan untuk proyek infrastruktur guna memberikan kepastian terhadap pembayaran kepada kontraktor maupun investor.

 

Sementara itu, perusahaan asuransi dengan produk Construction All Risk dapat memberikan jaminan dalam hal terjadi kerusakan, tuntutan pihak ketiga, kecelakaan kerja, dan kerugian bangunan akibat ketidaksesuaian kondisi pada perjanjian selama proses pembangunan. Dikatakan Wimboh, OJK juga akan meminta kesiapan dari pelaku di industri asuransi untuk menyediakan produk asuransi Barang Milik Negara sebagaimana diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 247/PMK.06/2016 tentang Pengasuransian Barang Milik Negara.

 

“Instrumen-instrumen investasi perlu dibuka dan dijelajahi semua supaya lebih bervariasi dan memenuhi persepsi para investor,” kata Wimboh.

 

Sebagai gambaran, aset IKNB menurut OJK terus menunjukkan pertumbuhan signifikan. Total aset IKNB tercatat Rp2.133,2 triliun, dengan dominasi aset perusahaan perasuransian sebesar Rp1.136,2 triliun, aset perusahaan pembiayaan sebesar Rp471,5 triliun dan aset dana pensiun sebesar Rp259,6 triliun. Dari jumlah lembaga, akhir tahun 2017 ini tercatat 151 perusahaan perasuransian, 195 perusahaan pembiayaan, 236 dana pensiun, dan 106 IKNB lainnya.

 

OJK sangat berharap, kata Wimboh, kontribusi lembaga pembiayaan baik perusahaan pembiayaan infrastruktur maupun perusahaan pembiayaan akan mengalami peningkatan di tahun 2018. Data OJK per November 2017 lalu menunjukkan, lembaga pembiayaan telah berhasil menyalurkan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 56,3 triliun, antara lain dalam proyek pembangunan pembangkit tenaga listrik senilai Rp31,8 triliun, pembangunan jalan tol senilai Rp12,7 triliun, serta pembangunan proyek sistem penyediaan air minum (SPAM) dan pengembangan Palapa Ring senilai Rp11,8 triliun.

 

Selain IKNB, kata Wimboh, OJK melihat peran pasar modal ke depan juga tak kalah penting. Pengembangan instrumen-instrumen investasi jangka panjang, ketersediaan likuiditas yang cukup, serta ketersediaan infrastruktur penunjang di pasar modal merupakan beberapa area prioritas yang akan didorong untuk dapat direalisasikan tahun ini. Terkait dengan instrumen pembiayaan, OJK akan memperluas dan meningkatkan pemanfaatan instrumen pembiayaan yang bervariasi, antara lain perpetual bonds, green bonds, dan obligasi daerah.

 

“Kami juga akan mendorong penerbitan obligasi daerah yang dapat dimanfaatkan secara optimal oleh Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai sumber pembiayaan pembangunan infrastruktur di wilayahnya masing-masing. Dengan kesiapan beberapa Pemda menerbitkan obligasi daerah, kami berharap akan ada obligasi daerah yang terbit pertama kali di tahun 2018 ini,” kata Wimboh.

 

Sebelumnya, Pemerintah mendorong keterlibatan swasta dalam pembangunan infrastruktur melalui skema Pembiayaan Investasi non-anggaran Pemerintah (PINA). Pembangunan ruas tol, pembangkit dan transmisi listrik, hingga bandara dilakukan melalui skema PINA. Per akhir Desember 2017 lalu, 34 proyek Pipeline PINA dengan nilai mencapai Rp 348,2 triliun siap direalisasikan dengan skema ini.

 

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional atau Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Bambang Brodjonegoro mengatakan, pendanaan menjadi tantangan dalam membangun proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah sendiri berusaha ‘menggaet’ investor dengan menawarkan proyek infrastruktur yang memiliki tingkat return dan risiko yang relatif terkendali agar semakin menarik minat kalangan swasta untuk mendanai proyek-proyek pemerintah.

 

“Investor bisa perusahaan yang fokus pada infrastruktur, bisa pengelola dana jangka panjang, baik dana pensiun, asuransi. Itu adalah target investor yang kita bidik disamping kita mendorong perusahaan domestik jadi investor,” kata Bambang seperti diwartakan Hukumonline beberapa waktu lalu.

 

Adapun ke-34 proyek yang akan dijalankan dengan skema PINA terdiri dari 19 proyek jalan tol bernilai Rp 148,6 triliun. Lalu empat proyek penerbangan bernilai Rp 58,5 triliun; 10 proyek pembangkit; transmisi listrik bernilai Rp 127,6 triliun; dan 1 proyek pariwisata di Labuan Bajo bernilai Rp13,5 triliun. Melalui skema PINA, pemerintah berharap pembangunan infrastruktur tidak bergantung dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sehingga beban APBN tidak terlalu berat dan proses pembangunan infrastruktur bisa berjalan lebih cepat.

 

(Mengenal Skema PINA Lebih Mendalam: Jalan Keluar Atasi Kesulitan Pembiayaan Infrastruktur di Sektor Energi dan Konektivitas)

 

Patut dicatat, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2015-2019, total kebutuhan pembiayaan infrastruktur sebesar Rp 4.769 triliun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 41,3% atau Rp1.978,6 triliun akan didanai APBN ataupun APBD. Selanjutnya, sebanyak 22,2% atau Rp1.066,2 triliun didanai BUMN dan sisanya 36,5% atau Rp1.751,5 didanai sektor swasta.

 

Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Sugihardjo mengatakan, pemerintah perlu mengemas skema pendanaan lebih menarik agar investor semakin berminat ikut mendanai proyek-proyek infrastruktur. Salah satunya proyek infrastruktur sektor perhubungan dengan memberikan konsesi kepada investor yang berbentuk Joint Venture (JV).

 

“Untuk yang baru seperti bentuk JV dengan BUMN, konsensi bisa diberikan kepada JV yang baru dibangun. Bandara yang sudah beroperasi yang izin konsensi sudah diberikan kepada Angkasa Pura, maka skemanya adalah private to private. Angkasa pura yang dapat konsesi dengan mitra,” kata Sugihardjo.

 

Pemberian konsesi infrastruktur di sektor perhubungan diatur sejumlah regulasi setingkat Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub). Ambil contoh, pembangunan pelabuhan 100 persen murni dilakukan swasta sebagaimana Permenhub Nomor PM 166 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Bentuk Kerja Sama Lainnya antara Pemerintah dengan Badan Usaha Pelabuhan di Bidang Kepelabuhan, dapat dilakukan dengan cara penunjukkan langsung.

 

(Baca Juga: Taktik Pemerintah dari Masa ke Masa ‘Merayu’ Investor Bangun Infrastruktur)

 

Menurut aturan tersebut, nilai minimum konsesi yang diberikan kepada pemerintah sebesar 2,5 persen kepada investor yang tertarik masuk ke sektor perhubungan. Selain pelabuhan, sektor lain yang juga mengatur syarat serupa pada Permenhub Nomor PM 15 Tahun 2016 tentang Konsesi dan Bentuk Kerja Sama Lainnya antara Pemerintah dengan Badan Usaha di Bidang Perkerataapian Umum dan Permenhub Nomor PM 193 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Bentuk Kerja Sama Lainnya antara Pemerintah dengan Badan Usaha Bandar Udara.

 

“Tinggal pemerintah kemas paket investasi, sehingga bisa menarik minat investor,” kata Sugihardjo.

Tags:

Berita Terkait