Jumlah Lawyer Masih Minim, Patut Menjadi Pilihan Karier Sarjana Hukum
Utama

Jumlah Lawyer Masih Minim, Patut Menjadi Pilihan Karier Sarjana Hukum

Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak dan masuk dalam 20 besar ekonomi dunia, menjadi lawyer adalah kue yang sangat menjanjikan.

M. Agus Yozami
Bacaan 3 Menit
Ketua Dewan Penasihat DPP AAI Jamaslin James Purba dan Sekretaris Jenderal DPP AAI Bobby R Manalu.
Ketua Dewan Penasihat DPP AAI Jamaslin James Purba dan Sekretaris Jenderal DPP AAI Bobby R Manalu.

Ada banyak pilihan karier bagi lulusan ilmu hukum (sarjana hukum) untuk berkarier seperti menjadi jaksa, hakim, notaris atau menjadi lawyer. Dari sekian banyak pilihan profesi hukum di atas, mungkin masih banyak pula yang mempertanyakan apakah menjadi lawyer di Indonesia masih menjanjikan di masa yang akan datang?

Sekjen DPP AAI Pimpinan Arman Hanis, Bobby R Manalu, mengatakan profesi lawyer di Indonesia masih menarik untuk lulusan hukum. Indonesia mempunyai potensi yang sangat besar terutama dari sumber daya manusia, di mana Indonesia masuk dalam empat besar jumlah penduduk terbanyak di dunia. Namun bila dilihat rasio jumlah lawyer dengan jumlah penduduk, di Indonesia hanya ada 35 ribu–50 ribu lawyer.

“Jadi bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, rasionya itu masih 1 dibanding puluhan ribu, masih jauh,” kata Bobby dalam sebuah diskusi dengan tema “Kiat Sukses Menjadi Lawyer Profesional”, beberapa waktu lalu.

Baca Juga:

Bobby berpendapat Indonesia dengan jumlah penduduk yang banyak dan masuk dalam 20 besar ekonomi dunia, menjadi lawyer adalah “kue” yang sangat besar dan menjanjikan. Belum lagi di tahun 2045, Indonesia akan genap berusia satu abad atau dikenal dengan istilah Indonesia Emas. 

“Dengan demografi bahwa puncak productivity demografi kita ada di 2045, Indonesia emas artinya peluang untuk menjadi lawyer saat ini sangat terbuka lebar di mana “kue”-nya itu masih sangat besar,” terang Bobby dengan optimis.

Saat ini, lanjut Bobby, banyak lulusan hukum yang ikut Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Namun dilihat secara statistik jumlah lawyer di Indonesia masih minim, bahkan tidak termasuk dalam 10 besar negara dengan jumlah lawyer yang banyak seperti Jerman dan Italia. Bahkan Ukraina yang saat ini dalam kondisi perang masuk dalam 10 besar.

“Artinya profesi lawyer ini sebenarnya masih sangat menjanjikan di Indonesia,” kata lelaki lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Bobby mengingatkan bahwa lawyer turut menentukan arah ekonomi di Indonesia. Ini bisa dilihat dari hal kecil yang sederhana, di mana industri bisnis hampir semuanya melibatkan lawyer, baik yang berpraktik di pengadilan maupun di luar pengadilan.

Di industri perbankan, misalnya. Ketika ada yang datang ke bank untuk membuka rekening, tahap awal yang harus dilalui adalah membuat perjanjian untuk ditandatangani. Begitu juga ketika ingin menjadi nasabah asuransi. “Apa yang disiapkan di sana? Tentu teman-teman lawyer (corporate lawyer),” tutur Bobby.

Bobby membandingkan kondisi Indonesia dengan Amerika yang jumlah penduduknya sekitar 300 juta jiwa. Menurutnya, jumlah lawyer di negara Paman Sam tersebut hampir mencapai 1,3 juta. Bila dalam statistik disurvei rasio antara jumlah penduduk dengan jumlah lawyer, Amerika bisa dibilang paling padat, yakni 1 lawyer untuk 400 penduduk.

Dengan banyaknya jumlah tersebut, bisa dikatakan kompetisi dan tantangan profesi lawyer di Amerika jauh lebih berat, ketat, dan butuh kerja keras di banding di Indonesia. “Artinya kompetisi di Amerika itu sudah ketat sekali, bisa dibilang di sana lawyering sudah menjadi industri,” pungkas Partner Siregar Setiawan Manalu Partnership (SSMP).

Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat DPP AAI pimpinan Arman Hanis, Jamaslin James Purba, mengingatkan bagi mahasiswa fakultas hukum yang baru lulus kuliah dan ingin terjun ke profesi lawyer, tentunya perlu mengetahui gambaran mengenai dunia lawyer terlebih dahulu.

James melihat banyak mahasiswa hukum semester lima ke atas mengajukan magang ke kantor-kantor hukum untuk melihat lebih dekat bagaimana sebenarnya seorang lawyer menjalani profesinya.

“Dari situlah akan muncul ketertarikan terhadap profesi lawyer, dan dia akan meningkatkan kemampuan sebagai bekal untuk menjadi lawyer,” ujar James.

Sebagai bisnis ‘jualan’ jasa hukum, tentunya tidak sedikit lulusan hukum yang berpikir ulang untuk menjadi lawyer. Atas dasar itu, James menyarankan selama masih menjadi mahasiswa hukum sebaiknya manfaatkan waktu dengan baik karena untuk menjadi lawyer yang profesional dibutuhkan kualitas, kredibilitas dan reputuasi.

“Jangan setelah lulus sarjana hukum dan sudah menjadi lawyer, ketemu kasus malah buka-buka buku lagi untuk belajar,” seloroh James.

Lebih lanjut, James mengingatkan bila seorang lawyer sudah memiliki kualitas, kredibilitas dan reputuasi maka klien akan datang dengan sendirinya. James meyakini bahwa klien mempunyai akses terhadap semua informasi terkait latar belakang lawyer yang akan dia pakai jasanya.

“Bila Anda sudah memiliki tiga hal (kualitas, kredibilitas dan reputuasi) tersebut, Anda tak perlu khawatir ada hal-hal negatif yang bisa ditemukan di diri Anda,” kata Managing Partner pada kantor hukum James Purba & Partners.

Tags:

Berita Terkait