Jumat, DPR Sahkan RUU Terorisme
Berita

Jumat, DPR Sahkan RUU Terorisme

Mengenai definisi terorisme yang kemarin menjadi ganjalan, kini sudah satu suara.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR. Foto: RES
Gedung DPR. Foto: RES

Polemik pembahasan Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Terorisme) bakal berakhir. Setelah sempat tertunda beberapa waktu, DPR rencananya akan mengesahkan RUU Terorisme tersebut menjadi Undang-Undang dalam pekan ini.

 

Hal itu dikatakan Ketua DPR Bambang Soesatyo usai menghadiri acara silaturrahmi buka puasa bersama di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria yang kerap disapa Bamsoet ini mengungkapkan pengesahan RUU yang dua pekan terakhir ramai diperbincangkan publik ini akan disahkan pada Jumat (25/5) besok.

 

“Ini sekarang dalam pembahasan, besok dilanjutkan pembahasan dengan pemerintah. Kita berharap soal definisi yang tinggal sedikit lagi bisa kita tuntaskan, sehingga besok hari Jum’at bisa kita ketok palu UU tentang Anti Terorisme,” ujar Bamsoet, Selasa (22/5) malam.

 

Terkait definisi mengenai terorisme sendiri sempat menjadi pembahasan alot. DPR dan pemerintah belum menemukan definisi yang tepat mengenai pengertian terorisme menurut undang-undang. Namun menurut Bamsoet saat ini sudah ada kata sepakat apa definisi terorisme nantinya.

 

“Sudah satu suara. Tinggal DPR rangkum tinggal dua atau tiga kalimat redaksi yang harus kita akomodir soal ideologi, ancaman keamanan negara plus tujuan atau motif politik itu tinggal sedikit lagi. Mudah-mudahan malam ini dan besok bisa kelar,” terang mantan Ketua Komisi III DPR RI ini. Baca Juga: LBH Ikadin Dukung Percepatan Revisi UU Anti Terorisme

 

Seperti diketahui, belum rampungnya revisi UU No. 15 Tahun 2003 karena pasal mengenai definisi “terorisme” itu belum memenuhi standar baku. Ketua Panja RUU Terorisme Muhammad Syafii mengatakan, seandainya pemerintah sudah merumuskan definisi terorisme sesuai dengan standar baku, maka RUU tersebut sudah rampung sebelum masa reses. 

 

Definisi terorisme usulan pemerintah belum mengakomodir rumusan dari berbagai penegak hukum. Tak hanya itu, rumusan pemerintah hanya mengatur sebagian dari tindak pidana saja yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terorisme. Hal ini pula yang diminta Panja kepada pemerintah untuk diperbaiki.

 

Pemerintah memang sebelumnya enggan mendefiniskan terorisme, namun DPR bersikeras perlu adanya pengaturan pendefinisian terorisme. Sebab, faktanya belum ada pendefinisian terorisme (secara baku) di berbagai perundang-undangan terkait penegakan hukum. Akibatnya, pengkategorian seseorang melakukan tindak pidana terorisme atau bukan, berada di tangan penegak hukum.

 

“Tidak boleh aparat menentukan menurut pikirannya, dia teroris atau bukan teroris. Karena di negara hukum, aparat tidak punya kewenangan apapun kecuali yang ditentukan UU. Nah ini belum ada UU yang menyebutkan siapa itu teroris. Kalau negara hukum harus ada ketentuannya. Nah pemerintah belum mau membuat definisi sesuai logika hukum,” ujar Syafii.

 

Anggota Panja RUU Terorisme, Arsul Sani punya catatan sendiri. Menurutnya, pemerintah, khususnya penegak hukum tidak mau mengatur definisi terorisme. Alasannya, ketika ada pengaturan definisi terorisme bakal membatasi kerja-kerja aparat dalam penegakan hukum, khususnya pemberantasan tindak pidana terorisme.

 

Sementara DPR yang banyak menerima aspirasi dan masukan dari masyarakat, merasa perlu memberi definisi terorisme dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini. Dengan demikian, penegak hukum tidak dengan mudahnya (sembarangan) menggunakan UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme untuk menjerat pelaku.

 

“Selama ini timbul stigma bahwa terorisme itu menyangkut kelompok tertentu dalam hal ini kelompok Islam. Akhirnya, usulan definisi disepakati. Panja pemerintah dan Panja DPR sepakat harus ada definisi,” tegasnya.

Tags:

Berita Terkait