JPP Lawyers Dorong Advokat Atasi Tantangan demi Kepentingan Pencari Keadilan
Hukumonline In-House Counsel Choice 2021

JPP Lawyers Dorong Advokat Atasi Tantangan demi Kepentingan Pencari Keadilan

Seperti orang yang punya penyakit, pencari jasa hukum akan cenderung mendatangi ‘dokter’ yang punya pengalaman.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 5 Menit
JPP Lawyers. Foto: istimewa.
JPP Lawyers. Foto: istimewa.

Managing Partner James Purba & Partners (JPP Lawyers), Jamaslin James Purba mengungkapkan, secara umum advokat memiliki satu tantangan mendasar agar tetap eksis menjalankan profesinya: klien dan pekerjaan. Alasannya jelas, setiap tahunnya ada pertambahan jumlah advokat baru, kira-kira sepuluh ribu. Apalagi, dengan menjamurnya Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) dari berbagai organisasi profesi. Jumlah ini tidak sebanding dengan pengurangannya, baik akibat pensiun maupun meninggal dunia.

 

Di sinilah kompetisi dimulai. Masing-masing advokat harus mempertahankan atau meningkatkan mutu layanan dan kapasitas diri, agar klien tidak pindah. Menurut James, di tengah dunia advokat yang kian kompetitif, antaradvokat harus saling adu intelektual, skill, keterampilan, dan kemahiran dalam penguasaan ilmu hukum.

 

“Tantangan menjadi seorang advokat memang tidak mudah. Namun, jika Anda bekerja keras meningkatkan kapasitas diri, menguasai ilmu hukum secara teoretis maupun praktis, potensi sukses juga terbuka lebar,” kata James.

 

Adapun tantangan bagi masing-masing advokat tentu bervariasi. Bagi advokat muda yang baru saja dilantik atau fresh graduate, tantangan pertama adalah mendapatkan tempat bekerja/atau magang. Pasalnya, untuk dapat dilantik atau diambil sumpah sebagai advokat, seseorang harus magang minimal dua tahun. Sayangnya, tidak semua yang mengikuti program PKPA dan lulus ujian, telah bekerja di kantor hukum.

 

“Tantangan terbesar terkadang adalah menemukan tempat bekerja yang dapat memberikan mereka jam terbang tinggi. Termasuk, dapat memberikan mereka kesempatan menangani perkara (klien) serta menemukan mentor yang pintar dan suka berbagi ilmu, skill, maupun pengalaman,” James menambahkan.

 

Situasi berbeda dihadapi oleh para advokat senior yang sering kali dihadapkan pada dua pilihan sulit: bertahan bekerja di kantor yang ada atau membuka firma baru. Pun ketika sudah berani memiliki firma baru, ia harus siap dengan beberapa ‘kewajiban’ lain. Salah satu yang paling utama, adalah memastikan firmanya tak kekurangan klien.

 

“Bagaimana agar di kantornya ada klien, ada perkara, ada hal yang dikerjakan? Sumber datangnya klien tentu tidak dapat dipastikan. Namun, yang pasti, setiap bulan akan ada pengeluaran tetap (fix cost) untuk operasional dan gaji,” ujar James.

 

Selama dua tahun terakhir, James memandang, pandemi juga turut berkontribusi dalam menciptakan tantangan-tantangan baru bagi profesi advokat. Salah satu yang kentara, yaitu penggunaan teknologi. Tak dapat dimungkiri, pemanfaatan teknologi memudahkan sejumlah pekerjaan lawyer. Misalnya, ketika harus menyelenggarakan meeting maupun seminar, tetapi terkendala jarak, waktu, maupun pembatasan sosial.

 

James lantas mengapresiasi upaya para advokat, sehingga akhirnya mampu beradaptasi dengan situasi ini. Bahkan, berdasarkan pengalaman, ia justru melihat pemanfaatan sejumlah platform seperti Zoom justru membuat kinerja jadi optimal, sebab dengan hanya tinggal di satu tempat, para advokat dapat menghadiri beberapa meeting dalam satu hari.

 

Agar Advokat Mampu Bersaing di Pasar 

Hukumonline.com

Managing Partner James Purba & Partners (JPP Lawyers), Jamaslin Purba. Foto: istimewa.

 

James menyadari, semakin banyak kantor hukum yang tersedia di Indonesia, semakin banyak pula pilihan yang dimiliki para pengguna jasa hukum. Itu sebabnya, inovasi, kelengkapan, serta spesialisasi pelayanan dibutuhkan agar dapat bersaing secara sehat. Apalagi, ketika menangani suatu perkara, advokat dituntut sesuai dengan kode etik profesi dan tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan klien.

 

Setidaknya, terdapat dua hal penting yang dicari klien dari seorang advokat maupun firma hukum tempatnya bernaung. Pertama, kemampuan menangani masalah dengan tepat, baik sesuai aturan hukum maupun praktik di lapangan. Kedua, pengalaman. Dengan kata lain, advokat tersebut harus punya jam terbang mumpuni menangani berbagai kasus.

 

Reputasi dan rekam jejak yang baik dalam penanganan perkara klien akan menjadi faktor penting sebagai alat (media) publikasi dan promosi jasa hukum. Tak perlu beriklan, sebab itu dilarang kode etik. Selain itu, untuk dunia jasa hukum, para calon klien cenderung percaya pada pengalaman, reputasi, dan rekomendasi dari relasinya.  

 

“Seperti orang yang punya penyakit, pencari jasa hukum akan cenderung mendatangi ‘dokter’ yang punya pengalaman. Jadi, penting agar kita optimal dan punya reputasibaik di mata klien. Ketika potential client ingin menggunakan jasa dan melakukan background checking, hal-hal negatif tidak melekat pada firma kita. Bahkan, jika dia merasa layanan hukum yang diberikan bagus, tanpa kita minta pun, mereka akan merekomendasikan ke relasi-relasinya,” James menjelaskan.

 

Terkait pernyataan terakhir, James mengingatkan bahwa reputasi seorang lawyer di era digital akan sangat mudah terekam media elektronik maupun media sosial. Itu sebabnya, setiap advokat dituntut untuk lebih bijak berperilaku atau mengunggah sesuatu.

 

Kemampuan membangun dan mengelola jejaring selanjutnya menjadi skill yang harus dikuasai para advokat yang bergelut di bidang jasa. Bagaimanapun, networking dapat menjadi sumber datangnya klien maupun bantuan. James memberikan gambaran: tanpa network yang baik, dari mana pengguna jasa hukum tahu bahwa kita adalah advokat yang berkualitas?

 

Untuk mengasah skill ini, James berbagi tips. Membangun jejaring sebenarnya dapat dilakukan sejak dini, seperti di semester awal perkuliahan. Seorang mahasiswa fakultas hukum dapat aktif mengikuti banyak kegiatan di perkuliahan; yang selanjutnya dapat dikembangkan menjadi organisasi advokat maupun di luar itu ketika ia sudah menjalani karier sebagai advokat. Namun, tetap, rambu-rambunya: jangan sampai bertentangan dengan kode etik. 

 

Network bisa terbangun apabila Anda aktif di lingkungan Anda. Artinya, mempunyai aktivitas yang potensial memperluas network, seperti aktif di komunitas organisasi profesi, alumni, sosial-olahraga, kajian dan diskusi; sampai aktif berbagi ilmu dan pengalaman di dunia akademis melalui seminar, mengajar, atau training,” ujar James.

 

Sebagai firma yang bergerak di bidang komersial dankorporasi, JPP Lawyers sendiri selalu memberikan opini maupun nasihat hukum sesuai aturan hukum yang berlaku. Terikat pada kode etik profesi, James menegaskan, sudah seharusnya lawyer tidak memberikan janji maupun iming-iming kemenangan.

 

Tahun lalu, Hukumonline menyelenggarakan 'Hukumonline In-House Counsel Choice 2021'—sebuah survei yang berupaya memahami kebutuhan, ekspektasi, maupun insight lain para in-house counsel terhadap kantor hukum eksternal di Indonesia. Dari beragam industri maupun jenis perusahaan yang menjadi responden, terdapat 54 daftar kantor hukum yang direkomendasikan in-house counsel dalam layanan jasa hukum litigasi maupun nonlitigasi. Adapun terdapat sejumlah alasan yang mendasarinya, mulai dari nilai positif partner di mata in-house counsel; kualitas serta kemampuan memberi solusi tepat maupun input komprehensif; harga yang wajar; hingga keahlian pada bidang tertentu.

 

James Purba & Partners (JPP Lawyers) pun menjadi salah satu di antara 32 kantor hukum litigasi yang direkomendasikan. “Dalam penanganan perkara, kami selalu mengutamakan mutu layanan. Dengan kata lain, servis maksimal. Salah satu contohnya, klien dapat langsung menghubungi saya via telepon untuk berkonsultasi,” kata James.

 

JPP Lawyers Dorong Perkembangan Kualitas Advokatnya  

Demi memenuhi kepentingan para pencari keadilan, JPP Lawyers berkomitmen untuk terus memperbarui skill maupun kapasitas yang dimiliki para lawyers. Beberapa program telah diselenggarakan untuk para advokat jpp Lawyers, di antaranya melibatkan para advokat muda dalam penanganan kasus sesuai kapasitasnya; memfasilitasi PKPA dengan biaya dari kantor; pendidikan lain yang lebih tinggi seperti pascasarjana; hingga sejumlah pelatihan seperti pelatihan kurator kepailitan.

 

Secara berkesinambungan, sebagai upaya meregenerasi calon lawyer andal, JPP Lawyers membuat jenjang karier. “Jenjang kariernya adalah partner, senior lawyer, junior lawyer, dan magang. Setelah sekian lama bekerja dan punya jam terbang yang baik, kami baru bisa melepas junior lawyer untuk melakukan aktivitas profesi sebagai advokat tanpa dimonitor setiap saat. Artinya, kami sudah percaya dengan kemampuan dan skill yang dia punya,” James melanjutkan.

 

Di luar firma, JPP Lawyers ingin selalu memberikan kontribusi dalam bidang hukum dengan banyak cara. Beberapa yang dapat dilakukan, misalnya, memberikan edukasi terkait isu hukum di masyarakat; hingga terlibat dalam proses pembentukan perundang-undangan. Keterlibatan ini penting, mengingat pada praktiknya, advokat menjadi salah satu pihak yang menjalankan implementasi undang-undang tersebut. Ia yang paling tahu bagaimana aturan yang sudah dibuat dapat diterapkan atau tidak di lapangan. 

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan James Purba & Partners (JPP Lawyers).

Tags: