Jokowi Teken Perpres Strategi Nasional Keuangan Inklusif
Berita

Jokowi Teken Perpres Strategi Nasional Keuangan Inklusif

Diperlukan target baru dan upaya berkelanjutan dalam meningkatkan keuangan inklusif untuk seluruh masyarakat.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 4 Menit
Presiden Joko Widodo. Foto: RES
Presiden Joko Widodo. Foto: RES

Pada 7 Desember lalu, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif. Perpres ini diterbitkan dengan pertimbangan untuk memajukan kesejahteran umum sebagai salah satu tujuan Negara Indonesia, dengan melanjutkan upaya pencapaian keuangan inklusif bagi seluruh masyarakat.

Selain itu, pertimbangan lainnya yaitu guna mendukung tercapainya keuangan inklusif, diperlukan sinergi antara perencanaan pembangunan nasional, daerah, antar kementerian/lembaga dan Sustainable Development Goals (SDGs) yang terkait. Disebutkan juga bahwa target yang ditetapkan pada Perpres Nomor 82 Tahun 2016 telah tercapai, diperlukan target baru dan upaya berkelanjutan dalam meningkatkan keuangan inklusif untuk seluruh masyarakat. Keuangan inklusif merupakan bagian dari upaya memperluas akses dan kesempatan dalam aktivitas ekonomi untuk mencapai pembangunan ekonomi inklusif.

“Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) adalah strategi nasional yang memuat tujuan, cara mencapai tujuan, sasaran, dan target keuangan inklusif dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, percepatan penanggulangan kemiskinan, dan pengurangan kesenjangan antarindividu dan antardaerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat Indonesia,” demikian dirumuskan dalam Pasal 1 Perpres ini.

SNKI yang terdiri atas: a. Pendahuluan; b. Layanan Keuangan Indonesia; c. Kebijakan Keuangan Inklusif; dan d. Penutup ini tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perpres Nomor 114 Tahun 2020. (Baca Juga: Bangkit dari Covid-19, Jokowi Instruksikan TPAKD Fokus Pulihkan Ekonomi Daerah)

Disebutkan di Pasal 2, SNKI berfungsi sebagai: 1. pedoman bagi kementerian/lembaga anggota Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) dalam menyusun kebijakan sektoral yang terkait dengan keuangan inklusif yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis di bidang tugas masing-masing; 2. sarana untuk menyinergikan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), dan SDGs yang terkait di Indonesia; dan 3. bahan penyusunan dan penyesuaian kebijakan daerah dengan memperhatikan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah dalam mencapai sasaran nasional yang termuat dalam SNKI.

Dijelaskan juga dalam Perpres ini, untuk melaksanakan SNKI dibentuk DNKI. “DNKI bertugas a. melakukan koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan SNKI, b. memberi arah, langkah, dan kebijakan untuk penyelesaian permasalahan dan hambatan pelaksanaan SNKI; dan c. melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan SNKI,” bunyi Pasal 4 ayat (2).

Sebagaimana tertuang di dalam Pasal 4 ayat (3), DNKI diketuai oleh Presiden dan beranggotakan menteri dan pimpinan lembaga terkait. Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan duduk sebagai Wakil Ketua Harian.

“Kedudukan Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak mengurangi wewenang dan independensi pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Pasal 4 ayat (7).

Dalam pelaksanaan tugasnya, DNKI dapat melibatkan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, badan usaha, dan pemangku kepentingan. DKNI juga dibantu oleh Kelompok Kerja dan Sekretariat. “Dalam rangka penajaman pelaksanaan SNKI di daerah, DNKI dapat melibatkan tim di daerah,” bunyi ketentuan Pasal 7.

Pada Pasal 11 disebutkan, segala biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas DNKI, Kelompok Kerja, dan Sekretariat dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan/atau sumber pendanaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan ini berlaku sejak diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada tanggal 7 Desember 2020.

“Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 185), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,” demikian dinyatakan pada Pasal 12 peraturan ini.

Diketuai Menko Perekonomian

Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) juga menetapkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, sebagai Ketua Harian Dewan Nasional Keuangan Inklusif. Ketua Harian DNKI memiliki tugas melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada Presiden selaku Ketua DNKI secara berkala setidak-tidaknya 1 (satu) tahun sekali atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

Sasaran Strategi Nasional Keuangan Inklusif ialah kepada semua segmen masyarakat dengan fokus masyarakat berpendapatan rendah, dan masyarakat lintas kelompok serta pelaku UMKM,” katanya, Minggu (13/12).

Kebijakan inklusi keuangan sangatlah penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama selama pandemi Covid-19. Penyaluran langsung bantuan sosial tunai ke rekening bank penerima, misalnya, membuat manfaat dari realisasi program Pemulihan Ekonomi Nasional dapat segera dirasakan masyarakat berpenghasilan rendah serta pelaku usaha mikro dan kecil. Sementara terhadap masyarakat di daerah tertinggal, perbatasan dan pulau-pulau terluar, Perpres SNKI baru mewadahi sinergi kebijakan keuangan inklusif antarpemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan akses terhadap layanan keuangan formal secara merata.

Terpisah, pengamat ekonomi Abdullah Piter menyampaikan bahwa berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), target inklusi keuangan berdasar pada Perpres 82 Tahun 2016 sudah mencapai 76,11 persen. Angka ini dinilai sudah mencapai target.

“Dari data OJK 76,11 persen, dianggap sudah tecapai. Dan kalau perlu target baru suatu hal yang sangat wajar ada regulasi baru sebagai landasann yang benar. Sehingga Perpres yang lama sudah tidak pas lagi untuk target. Jadi diperlukan sebuah tagert baru yang harus dipayungi secara umum dalam Perpres baru,” katanya kepada Hukumonline, Senin (14/12).

Namun demikian, Piter menilai bahwa pemerintah perlu memperdalam inklusi keuangan di Indonesia yang saat ini masih terbatas dalam bentuk kepemilikan rekening. Artinya kepemilikan rekening saat ini hanya terbatas pada rekening tabungan, bukan dalam konteks akses pembiayaan.

Padahal, lanjutnya, akses pembiayaan adalah hal yang sangat penting dalam mengembangkan inklusi keuangan, terutama untuk pembiayaan usaha kecil dan mikro yang saat ini masih memiliki keterbatasan.

“Sementara yang kita butuhkan dan harapkan adalah akses pembiayan di mana masyarakat kecil dan mikro juga mendapatkan pembiayaan. Dalam konteks ini inklusi keuangan masih sangat terbatas, inklusi keuangan masih berbicara tentang lmebaga keuanga yang konvensiona,” jelasnya.

Dengan memasuki era digital dan bekembangya fintech, Piter juga berharap Perpres 114/2020 juga turut mengatur hal tersebut. Ini mengingat fintech memiliki peran yang besar dalam menolong inklusi keuangan, bukan hanya sekedar kepemilikan rekening dan akses pembiayaan, tetapi juga turut menyalurkan pembiayaan.

“Saya belum baca Perpresnya. Tapi kalau sekarang inklusi keuangan hanya kepemilikan rekening. Saran saya tidak hanya dihitung sekedar memliki rekening tetapi seberapa besar sistem keuangan memberikan akses keuangan kepada mikro dan sangat mikro, dan memperhitungkan peran dari fintech yang membantu inlusi keuangan, membantu percepatan inklusi keuangan dan peningkatan literasi keuangan. Harusnya dalam Perpres baru sudah memasukkan ini (fintech),” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait