Jokowi: Sistem yang Baik Cegah Korupsi
Hari Antikorupsi Internasional

Jokowi: Sistem yang Baik Cegah Korupsi

ICW menilai belum ada kebijakan komprehensif dari pemerintahan Jokowi terkait pemberantasan korupsi.

ABDUL RAZAK ASRI
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi memberikan kuliah umum di Kampus UGM, Selasa (9/12). Foto: Setkab RI
Presiden Jokowi memberikan kuliah umum di Kampus UGM, Selasa (9/12). Foto: Setkab RI

Setiap tahun, kalangan penggiat antikorupsi rutin memperingati Hari Antikorupsi Internasional pada tanggal 9 Desember. Untuk tahun ini, selebrasi peringatan Hari Antikorupsi Indonesia dipusatkan di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan nama acara Festival Antikorupsi 2014. Acara pembukaan dihadiri langsung oleh RI-1, Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dalam pidatonya, Jokowi mengatakan membangun sistem yang baik akan efektif mengurangi korupsi. Jokowi merujuk pada pengalamannya saat menjadi Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta. Sistem yang baik itu dapat berupa one stop service, cash management, pajak online, e-budgetting, e-purchasing system.

“Artinya, sistem yang baik yang kita bangun akan sangat membantu,  tentu  saja kalau sistem sudah dibangun birokrasi kita harus mengikuti sistem yang ada,” papar Jokowi di Grha Sabha Pramana, Universitas Gadjah Mada (UGM), Selasa (9/12).

Jokowi secara khusus menyinggung sistem perizinan yang berlaku di Indonesia. Dia mempertanyakan, izin yang seharusnya bisa dikerjakan dua hari tetapi menjadi ‘molor’ enam bulan atau yang seharusnya satu bulan menjadi empat tahun. Jokowi mengaku telah menginstruksikan kepada seluruh gubernur untuk kemudian disampaikan kepada bupati dan wali kota, bahwa daerah harus memiliki one stop service office.

“Supaya perizinan bagi masyarakat itu bisa diselesaikan secepat-cepatnya. Itu bukan persoalan yang sulit, pekerjaan yang mudah. Semua orang bisa melakukan itu, ini masalah izin,” papar Jokowi yang juga alumnus Fakultas Kehutanan, UGM itu.

Selanjutnya, Jokowi mengatakan dirinya akan mendorong penerapan e-budgeting dengan tujuan agar mudah dikendalikan. Dengan e-budgeting, maka presiden dapat dengan mudah memantau berapa uang yang masuk di setiap kabupaten, berapa pajak dan retribusi yang dipungut oleh daerah. Apabila gampang dikontrol, menurut dia, dapat dikoneksikan dengan Badan Pemeriksa Keuangan atau Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

“Ngeceknya mudah sekali. Ini preventif, memang yang betul itu preventif. Kalau memang sudah sulit masuknya ke penegakan hukum, KPK, Kejaksaan, Kepolisian,” papar Jokowi yang hadir didampingi sejumlah anggota Kabinet Kerja.

Kritik ICW
Sementara itu, melalui siaran pers, Indonesia Corruption Watch (ICW) melontarkan kritik kepada pemerintahan Jokowi yang dinilai minim gebrakan dalam hal pemberantasan korupsi. Diakui ICW, tidak mudah memang untuk mendorong agenda pemberantasan korupsi, karena adanya dua kubu politik yakni Koalisi Indonesia Hebat dan Koalisi Merah Putih yang lahir pasca pemilu.

“Kebijakan antikorupsi yang muncul juga masih terkesan parsial misalnya pembentukan satgas anti mafia migas dan pemangkasan biaya rapat/perjalanan dinas di lingkungan pemerintahan,” tulis ICW.

ICW berpendapat hingga saat ini belum ada kebijakan komprehensif yang dikeluarkan oleh Presiden Jokowi misalnya dengan mengeluarkan Peraturan Presiden tentang Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 2015. ICW membandingkan dengan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono yang di tahun pertama menjabat langsung menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.

ICW khawatir kesibukan dan aktivitas ‘blusukan’ Jokowi-JK mengakibatkan program antikorupsi yang harusnya dilaksanakan oleh pemerintah menjadi terabaikan. “Kita juga khawatir Jokowi terkena gejala amnesia (lupa) ringan. Lupa bahwa pemberantasan korupsi adalah agenda yang harus menjadi prioritas.”

ICW mengingatkan bahwa salah satu tantangan yang harus dihadapi pemerintahan Jokowi ke depan adalah upaya pelemahan KPK. Upaya itu antara lain dilakukan melalui tiga jalur yaitu anggaran, proses seleksi calon pimpinan KPK, dan proses regulasi. Menurut ICW, anggaran KPK rentan untuk dipangkas atau ditahan seperti dalam kasus pembangunan gedung KPK.

“Pada proses regulasi yang berpotensi dibajak untuk melemahkan KPK adalah RUU Tipikor, RUU KUHAP dan RUU KUHP.  Sebaiknya pemerintahan Jokowi JK sepajang lima tahun ke depan harus memastikan dan memperjuangkan tidak adanya pelemahan bagi KPK.”

Tags:

Berita Terkait