Jokowi: Banyak Aturan Malah Bikin Rumit
Berita

Jokowi: Banyak Aturan Malah Bikin Rumit

Aturan yang ada saat ini sudah terlalu banyak dan menyebabkan terhambatnya laju investasi.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi iklim investasi. BAS
Ilustrasi iklim investasi. BAS

Dibandingkan dengan negara-negara pesaing terutama negara-negara yang dekat dengan Indonesia, pertumbuhan investasi di Indonesia kalah jauh. Sesuai data BKPM tahun 2017, India naik 30 persen, Filipina naik 38 persen, Malaysia naik 51 persen, sementara Indonesia 10 persen.

 

Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), alasan nomor satu yang membuat Indonesia kalah bersaing adalah masalah regulasi. Menurutnya, aturan yang ada saat ini sudah terlalu banyak dan menyebabkan terhambatnya laju investasi.

 

“Kita ini kebanyakan aturan-aturan, kebanyakan persyaratan-persyaratan, kebanyakan perizinan-perizinan yang masih berbelit-belit,” kata Presiden Jokowi dalam Rapat Koordinasi Pemerintah di Istana Negara seperti dilansir situs Setkab, Selasa (23/1).

 

Untuk itu, Presiden Jokowi berpesan kepada seluruh Gubernur terutama Ketua DPRD agar tidak membuat Perda (Peraturan Daerah) lagi yang menyebabkan tambah rumit. Apalagi, Perda yang berorientasi proyek.

 

“Kalau orientasinya hanya ingin membuat perda sebanyak-banyaknya, sudahlah. Yang paling penting menurut saya perda itu kualitasnya, bukan banyak-banyakan. Kalau sudah ngeluarin perda banyak itu sebuah prestasi, menurut saya ndak,” ujar Jokowi.

 

Presiden membandingkan proses perizinan yang dibutuhkan investor di Pusat dengan di Daerah. Untuk pembangkit listrik misalnya, di Pusat sudah bisa dipangkas tinggal hanya 19 hari. Namun di daerah, menurut Presiden, masih 775 hari. Di bidang pertanian, di Pusat sudah 19 hari, di daerah masih 726 hari. Sementara di perindustrian, di Pusat 143 hari di daerah 529 hari.

 

(Baca Juga: Salah Urus Peraturan Menteri Jadi Sumber Masalah Persoalan Regulasi di Indonesia)

 

Untuk itu, Presiden Jokowi menekankan pentingnya mengharmonisasi kembali kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat. “Ini perlu saya ingatkan, yang namanya otonomi daerah itu bukan federal. Kita adalah negara kesatuan, Negara Kesatuan Republik Indonesia, jadi hubungan antara pusat, provinsi, kabupaten, dan kota ini masih satu, masih satu garis,” tegas Jokowi.

 

Menurutnya, jika seluruh provinsi, kabupaten, dan kota masing-masing mengeluarkan aturan sendiri-sendiri, mengeluarkan regulasi sendiri-sendiri, standar-standarnya juga sendiri-sendiri, apalagi prosedur-prosedurnya juga sendiri-sendiri tanpa koordinasi, tak ada harmonisasi, maka yang terjadi adalah fragmentasi.

 

“Kita bukan menjadi sebuah pasar besar lagi, pasar nasional, pasar tunggal yang besar tetapi terpecah menjadi pasar yang kecil-kecil, sebanyak 34 provinsi dan 514 kabupaten dan kota,” kata Presiden seraya menambahkan bahwa kekuatan kita ini adalah sebuah pasar tunggal yang besar yaitu pasar nasional.

 

(Baca Juga: Menkumham: Mengatasi Obesitas Regulasi Jadi Prioritas Pemerintah)

 

Itulah, lanjut Presiden Jokowi, yang dirasakan oleh investor bahwa dari sisi regulasi begitu mereka mengurus di Pusat kemudian dilanjutkan ke daerah itu seperti masuk ke wilayah yang lain. “Ini yang bahaya kalau persepsi itu muncul,” ujarnya.

 

Menurut Presiden, solusi untuk memperbaiki itu semua dengan single submission. “Semua pihak duduk bersama untuk berkoordinasi dan membuat harmonisasi, sehingga menyatukan pasar besar dalam satu kesatuan, dalam sebuah destinasi investasi nasional, dengan aturan main, dengan perizinan, dengan undang-undang, dengan perda yang inline satu garis,” tutur Presiden Jokowi.

 

Masalah over regulasi sempat salah satu menjadi isu dalam Konferensi Nasional Hukum Tata Negara Nasional ke-4 di Jember pada November 2017. Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki saat menjadi pembicara kunci dalam acara itu mengatakan bahwa tercatat sepanjang periode 2000-2015 rata-rata ada 831 regulasi yang diproduksi setiap tahunnya, totalnya ada 12.471 regulasi diproduksi selama 15 tahun.

 

(Baca Juga: Regulasi yang Harus Dipersiapkan Jelang Implementasi Automatic Exchange of Information)

 

Khusus mengenai regulasi yang berkaitan dengan bidang ekonomi, Teten menjelaskan, rezim Presiden Jokowi memberikan fokus lebih banyak sebagai respons menghadapi tantangan global. Masalahnya adalah berbagai regulasi tersebut justru dirasa lebih banyak kontraproduktif bagi pembangunan. “Problem besar kita di dalam pembuatan regulasi itu tidak ada semacam appropriate comitte (komite penyelaras) untuk menselaraskan dengan aturan di bawahnya,” kata Teten.

 

Satgas Kemudahan Berusaha

Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengakui dibanding dengan beberapa Negara tetangga, arus investasi yang masuk ke Indonesia masih tertinggal akibatnya, pertumbuhannya juga tertinggal. Hal ini terjadi karena belum semua daerah membentuk Satuan Tugas (Satgas) Kemudahan Berusaha.

 

Diingatkan Darmin, sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Berusaha, sejak September lalu, setiap instansi baik di pusat maupun di daerah itu bertugas, berkewajiban untuk mengawal setiap investasi yang ada.

 

“Mengawal itu artinya apa? Dimonitor, kemudian ada masalah dia bantu, atau kalau dia tidak bisa bantu, dia lapor ke instansi yang langsung berwenang. Nah jadi, apa yang untuk itu setiap kementerian, lembaga dan pemda itu perlu membentuk satuan tugas (Satgas),” jelas Darmin.

 

Menurutnya, pemerintah pusat melalui kementeran dan lembaga semuanya sudah membikin Satgas dimaksud, tetapi provinsi belum. Begitu juga Bupati, Wali kota, Itu sebabnya mereka hari ini diundang, Gubernur dan Ketua DPRD datang.

 

“Kenapa itu DPRD karena ada banyak aturan termasuk Perda yang kemudian menyangkut perizinan juga. Sehingga setelah Satgas itu kalau di pusat diketuai oleh Sekjen, kalau di kementerian lembaga, sekretaris jenderal. Kalau di daerah itu Sekda, baik di provinsi maupun di kabupaten/ kota, karena mereka tidak menyangkut satu bidang,” jelas Darmin.

 

Oleh karena itu, kata Darmin, para Gubernur dan Ketua DPRD diundang karena sebagian belum membentuk Satgas, dan mereka diminta membentuk satgas dalam waktu paling lambat akhir bulan ini.

 

Selain itu, Pemerintah Pusat meminta semua provinsi untuk melaporkan semua izin yang ada di semua instansinya masing-masing, izin usaha apa saja yang ada. “Mereka kita minta melaporkan bersama-sama dengan satgas. Nah mungkin itu nanti di tahap dua kita akan merombak standardisasi semua izin itu,” ujar Darmin.

 

Menurut Darmin, bukan hanya tidak sinkron, meskipun Pemerintah Pusat sudah bikin deregulasi tetap saja masih lambat sehingga perlu dicari jalan alternatif. Nanti, bila investasi terdaftar di BKPM atau di PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) daerah, itu otomatis sistem antar Satgas akan memonitornya.

 

“Kita harus punya dulu izin-izin yang di setiap provinsi apa saja izin yang ada di kementerian apa saja, supaya kemudian kita tahu ini nanti ke mana dia harus menyelesaikannya,” papar Darmin.

 

Untuk tahap satu, menurut Darmin, cukup mengawal dan kemudian membantu penyelesaian. Ia menambahkan jika daerah tidak bisa menyelesaikan dipersilakan melapor ke Satgas Nasional. Nanti tahap kedua, lanjut Darmin, sekitar akhir Februari, akan ada pengawalan sedangkan mengenai bottlenecking akan diselesaikan April, sekaligus sudah tahapnya single submission.

 

Jadi orang cukup datang ke satu kantor untuk perizinan, itu sistemnya yang akan menyelesaikan. Begitu kita berlakukan single submission itu sudah harus selesai, sudah harus lebih singkat, sudah harus lebih mudah, orang cukup datang ke satu kantor, dia daftar, dia teken apa yang harus diteken. Itu sistemnya akan bekerja,” pungkas Darmin.

 

Tags:

Berita Terkait