Johannes Kotjo Dituntut 4 Tahun Bui
Berita

Johannes Kotjo Dituntut 4 Tahun Bui

Pemilik saham Blackgold ini dianggap terbukti bersalah menyuap Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham sebesar Rp4,75 miliar.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/11). Foto: RES
Terdakwa kasus dugaan suap proyek PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/11). Foto: RES

Pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes Budisutrisno Kotjo dianggap terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberi suap kepada Eni Maulani Saragih yang saat itu merupakan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dan Idrus Marham dengan total sebesar Rp4,75 miliar. Pemberian suap bertujuan untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Atas perbuatan itu, Johannes Kotjo dituntut selama 4 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.  

 

"Supaya majelis hakim pada Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan Terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi, menjatuhkan pidana kepada Terdakwa selama 4 tahun dan denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar penuntut umum pada KPK Ronald F Worotikan saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (26/11/2018).

 

Pertimbangan memberatkan perbuatan Kotjo tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Pertimbangan meringankan ia berlaku sopan, kooperatif, dan mengaku bersalah atas perbuatan yang dilakukannya.

 

Dalam fakta persidangan terungkap Kotjo awalnya menemui Setya Novanto agar bisa diperkenalkan dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Novanto kemudian mengenalkan Kotjo dengan Eni untuk membantu mendapatkan proyek tersebut. Setelah berhasil mengenalkan Kotjo dengan Sofyan, Eni bertemu dengan Idrus Marham yang ketika itu merupakan Plt Ketua Umum Partai Golkar menggantikan Setya Novanto yang sedang menjalani proses hukum terkait kasus korupsi Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP).

 

Selanjutnya, Idrus memerintahkan Eni meminta uang kepada Kotjo untuk keperluan Munaslub Partai Golkar. "Pada 15 Desember 2017 Eni dan Idrus menemui terdakwa, dan terdakwa menyebut ada fee," kata Jaksa Ronald. Baca Juga: Aliran Uang Johannes Kotjo dari Munaslub Golkar Hingga Pilkada Temanggung

 

Singkat cerita, rincian uang sebesar Rp4,75 miliar tersebut yaitu Rp2 miliar untuk Munaslub Partai Golkar dan Rp2 miliar untuk keperluan Pilkada Temanggung dimana suami Eni, Muhammad Al Khadziq mencalonkan diri sebagai Bupati dan akhirnya terpilih. Sementara Rp250 juta untuk biayai operasional kampanye dan Rp500 juta didapat pada saat operasi tangkap tangan.

 

"Uang tersebut diberikan agar Eni membantu Terdakwa mendapatkan proyek PLTU Riau-1 dimana Terdakwa mengetahui Eni mempunyai kewengan sebagai Wakil Ketua Komisi VII DPR RI," terang Jaksa Ronald.  

 

Atas perbuatannya tersebut, unsur memberi suap yang ada dalam Pasal 5 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP dianggap terbukti. Menurut Jaksa, Kotjo secara sah terbukti bersalah memberi suap kepada Eni dan Idrus Marham dengan total nilai sebesar Rp4,75 miliar agar mendapatkan proyek PLTU Riau-1.

 

Selain itu, permintaan Justice Collaborator (JC) yang diajukan Kotjo ditolak penuntut umum. Alasan pertama, Kotjo merupakan pelaku utama dalam perkara ini yaitu sebagai pemberi suap. Kedua, keterangan Kotjo tidak membuka pelaku lain yang mempunyai peran lebih besar.

 

Usai sidang, Kotjo enggan memberi tanggapan. Begitu juga kuasa hukumnya Bobby Manalu, saat ditanya Hukumonline mengenai tuntutan dan penolakan sebagai JC untuk kliennya. "Tunggu ajalah ya (di materi pledoi nanti)," ujar Bobby singkat. Sidang ini akan dilanjutkan pada 3 Desember 2018 dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari Terdakwa dan atau penasihat hukumnya.

Tags:

Berita Terkait