Jiwasraya Dimohonkan PKPU, Kuasa Hukum: Melanggar UU Kepailitan
Utama

Jiwasraya Dimohonkan PKPU, Kuasa Hukum: Melanggar UU Kepailitan

Undang-undang PKPU dan Kepailitan mengatur bahwa pihak yang berhak mengajukan PKPU dan pailit atas perusahaan asuransi adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Foto: jiwasraya.co.id
Foto: jiwasraya.co.id

PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dimohonkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Pusat). Permohonan PKPU tersebut didaftarkan oleh Masrura Muchtar dan Mokhtar Noer Jaya pada Rabu, (13/1) dengan nomor perkara No. 34/Pdt. Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst.

Dalam petitumnya, pemohon meminta majelis hakim menerima dan mengabulkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari Pemohon PKPU I dan Pemohon PKPU II, untuk seluruhnya; menyatakan Termohon PKPU yaitu PT. ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO), dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara untuk paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhitung sejak putusan dalam perkara ini diucapkan;

Menunjuk Hakim dari Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai Hakim pengawas dalam perkara PKPU ini; dan menunjuk dan mengangkat: Michael Ganta Germansa, Muhammad Fadhil Putra Rusli, dan Aprilia Dwi Paramita; dan menghukum Termohon PKPU untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. Dan/atau apabila Majelis Hakim Yang Mulia yang memeriksa dan mengadili perkara ini berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono). (Baca: Jiwasraya Dimohonkan PKPU, Nasabah Ini Pilih Restrukturisasi)

Kuasa Hukum Jiwasraya, James Purba, mengatakan bahwa hari ini, Rabu (20/1) PN Pusat menggelar sidang perdana dengan agenda pemeriksaan formalitas terkait dokumen surat kuasa legal para pihak dan secara formil di nyatakan lengkap. Sidang berikutnya akan digelar pada Senin, (25/1) dengan agenda jawaban ataupun tanggapan dari kuasa hukum termohon.

“Iya jadi, sidang hari ini agendanya pemeriksaan formalitas tentang dokumen surat kuasa legal para pihak dan secara formil di nyatakan lengkap,” katanya kepada Hukumonline, Rabu (20/1).

Namun menurut James, permohonan PKPU tak bisa diajukan kepada kliennya secara langsung oleh kreditur. Pasalnya, kliennya adalah perusahaan asuransi, dan di dalam beberapa UU diatur bahwa PKPU dan pailit hanya bisa diajukan oleh OJK.

Pertama, Pasal 223 jo Pasal 2 ayat 5 UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU, permohonan PKPU terhadap perusahaan asuransi tidak dapat diajukan langsung oleh kreditur.

Pasal 2 ayat (3) menyatakan, Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia. Ayat (4) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal. Ayat (5) Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.

Pasal 223 UU PKPU dan Kepailitan menyatakan, Dalam hal Debitor adalah Bank, Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, dan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik maka yang dapat mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang adalah lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3), ayat (4), dan ayat (5).

Kedua, dalam hal Debitor adalah perusahan asuransi, perusahaan reasuransi, dana pensiun maka yang berhak mengajukan permohonan pailit adalah Menteri Keuangan, Kemudian kewenangan Menteri Keuangan disini dialihkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Pasal 55 ayat (1) UU No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Pasal 55 ayat (1) menyatakan, Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK.

Ketiga, Pasal 50 ayat (1) UU No. 40 tahun 2014 tentang Perasuransian menegaskan bahwa permohonan pernyataan pailit terhadap Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah berdasarkan Undang-Undang ini hanya dapat diajukan oleh OJK. Pasal tersebut menyatakan, Permohonan pernyataan pailit Asuransi, Perusahaan Asuransi reasuransi, atau perusahaan berdasarkan Undang-Undang ini oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Lebih lanjut, James menjelaskan bahwa Otoritas Jasa Keuangan atau OJK menerbitkan Peraturan OJK Nomor 28/POJK.05/2015 tentang Pembubaran, Likuidasi dan Kepailitan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi, dan Perusahaan Reasuransi Syariah. Terkait hal tersebut, kreditor yang menilai bahwa sebuah perusahaan perasuransian memenuhi persyaratan pailit berdasarkan UU Kepailitan dapat menyampaikan permohonan kepada OJK agar OJK mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan kepada pengadilan niaga.

Kemudian dalam hal kreditor menilai bahwa sebuah perusahaan perasuransian memenuhi persyaratan pailit berdasarkan UU Kepailitan, maka upaya yang dapat dilakukan oleh krediror adalah menyampaikan permohonan kepada OJK agar OJK mengajukan permohonan pernyataan pailit perusahaan perasuransian ke pengadilan niaga.

Untuk bisa disetujui oleh OJK maka kreditor harus melengkapi alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 52 POJK 28/2015. Apabila OJK menyetujui permohonan untuk mengajukan permohonan pernyataan pailit Perusahaan, maka OJK segera menyampaikan permohonan pernyataan pailit Perusahaan kepada Pengadilan Niaga sebagaimana diatur dalam Pasal 55 ayat (4) POJK 28/2015.

“Berdasarkan fakta diatas maka: Permohonan PKPU No. 34/Pdt. Sus-PKPU/2021/PN Niaga Jkt.Pst adalah menjadi Kewenagan OJK, bukan kewenangan kreditur maupun pemegang polis. Dalam hal Permohonan PKPU terhadap perusahaan Asuransi, maka yang mempunyai legal standing sebagai Pemohon PKPU hanyalah OJK. Permohonan PKPU terhadap perusahaan Asuransi yang diajukan langsung oleh kreditur ke Pengadilan Niaga adalah melanggar UU Kepailitan, UU Asuransi, UU OJK sehingga Permohonan tersebut mengandung cacat hukum dan harus di tolak oleh Pengadilan,” pungkasnya.

Program Restrukturisasi

im Percepatan Restruksturisasi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengatakan hingga 18 Januari 2021 jumlah pemegang polis yang mengikuti program restrukturisasi polis Jiwasraya mencapai 102.856 peserta. Program restrukturisasi terdiri atas 101.294 peserta yang berasal dari 884 perusahaan untuk pemegang polis kategori korporasi, 1.156 peserta dari pemegang polis kategori ritel, dan 406 peserta dari pemegang polis kategori bancassurance.

“Jumlah peserta program restrukturisasi meningkat signifikan dalam dua pekan setelah pengumuman tahapan sosialisasi di akhir Desember 2020 dan pengiriman surat penawaran program restrukturisasi awal Januari 2021. Capaian ini menambah motivasi dan semangat kami untuk menyelamatkan seluruh polis Jiwasraya," kata Koordinator Tim Satgas Restrukturisasi Polis Jiwasraya bidang Komunikasi dan Hukum R. Mahelan Prabantarikso, seperti dilansir Antara di Jakarta, Selasa (19/10).

Mahelan menjelaskan kenaikan jumlah peserta program restrukturisasi tak lepas dari peran sejumlah pihak mulai dari pemerintah, regulator, otoritas hingga internal, dan agen Jiwasraya yang telah menyiapkan segala perangkat teknis serta nonteknis mengenai pelaksanaan program restrukturisasi polis Jiwasraya.

"Terima kasih atas pengertian para pemegang polis Jiwasraya yang berkenan ikut program penyelamatan polis. Para pemegang polis menjadi salah satu faktor utama dari upaya penyelamatan polis ini," kata Mahelan yang juga Direktur Kepatuhan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Jiwasraya.

Sementara itu anggota Tim Percepatan Restrukturisasi Polis Jiwasraya Fabiola Sondakh telah menyiapkan sedikitnya 1.094 agen dan ratusan pegawai yang tersebar di kantor pusat dan wilayah untuk melakukan sosialisasi program restrukturisasi. Fabiola pun optimistis program restrukturisasi ini akan diikuti oleh seluruh pemegang polis.

"Semoga kerja keras ini dapat dipahami sebagai tanggungjawab dan komitmen kami sebagai manajemen baru dalam rangka menyelamatkan seluruh polis Jiwasraya. Upaya ini adalah upaya terbaik yang saat ini dapat kami berikan kepada seluruh pemegang polis," kata Fabiola yang juga Direktur Pemasaran Ritel Jiwasraya.

Seperti diketahui, dalam menyelamatkan seluruh polis Jiwasraya pemerintah melalui Kementerian BUMN telah menyiapkan dana mencapai Rp22 triliun yang berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk mendirikan perusahaan asuransi baru bernama IFG Life. Tak hanya itu, terdapat tambahan modal senilai Rp4,7 triliun yang berasal setoran dividen IFG yang nantinya akan diberikan kepada IFG Life.

Selain melanjutkan manfaat atas polis eks Jiwasraya yang telah direstrukturisasi, dana tersebut juga akan digunakan oleh IFG Life sebagai modal untuk menyasar bisnis di sektor asuransi sesehatan, jiwa dan pengelolaan dana pensiun. IFG Life diyakini akan menjadi perusahaan asuransi terbesar lantaran memiliki target pemegang polis yang berasal dari ekosistem BUMN dan masyarakat umum.

Tags:

Berita Terkait