Menurut Jimly, ada dua kemungkinan bagi MPR yang akan datang dalam menyikapi hasil kerja KK. Sekedar tahu, MPR pasca amandemen UUD 1945 merupakan joint session antara DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Kemungkinan pertama MPR akan antusias menerima naskah UUD sebagaimana usulan KK. Ada kemungkinan, kata Jimly, MPR yang akan datang ingin ikut membuat sejarah seperti yang dilakukan oleh MPR yang lalu (membuat amandemen konstitusi, red). Kalau itu yang terjadi, lanjut Jimly, maka kita akan menghadapi kemungkinan ada lagi perubahan terhadap UUD.
Kemungkinan kedua, setelah banyak sekali perubahan terhadap konstitusi, ada titik jenuh di MPR atau di masyarakat. Dalam pandangan Jimly, secara obyektif sistem ketatanegaraan kita memang butuh stabilisasi setelah empat kali amandemen konstitusi. Kalau kemungkinan ini yang terjadi maka tidak akan ada lagi perubahan konstitusi karena kebanyakan orang menginginkan stabilisasi sistem ketatanegaraan.
Namun Jimly menegaskan, apapun yang akan menjadi pilihan--dua kemungkinan itu--harus menggunakan apa yang sudah disediakan oleh KK sebagai salah satu karya bersejarah bangsa Indonesia dalam memantapkan sistem ketatanegaraan menuju masa depan yang lebih baik.