Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia sekaligus anggota DPD RI Periode 2019-2024, Prof Jimly Asshiddiqie, telah banyak menulis berbagai macam buku dan menjadi referensi bagi kalangan yang membidangi hukum. Salah satu bukunya berjudul Konstitusi Ekonomi yang cetakan ketiganya telah terbit.
Prof Jimly mengatakan selain Konstitusi Ekonomi, dia telah mempopulerkan berbagai istilah sejak 1990, seperti Konstitusi Sosial, Konstitusi Politik, dan Konstitusi Lingkungan Hidup. Tahun 2014, mantan Ketua MK pertama itu juga mempopulerkan istilah Konstitusi Keadilan Sosial, serta kedaulatan lingkungan hidup atau ecocracy.
Menurut Prof Jimly, Konstitusi Ekonomi penting untuk diingatkan kembali karena belakangan banyak ketentuan dalam UU sektor perekonomian yang dibatalkan MK. Sebelum MK lahir, Jimly melihat Pasal 33 dan Pasal 34 UUD NKRI Tahun 1945 hanya tempelan atau formalitas belaka. “Substansinya tidak ada sama sekali menjabarkan maksud dan pesan konstitusional Pasal 33 dan Pasal 34,” kata Prof Jimly dalam diskusi secara daring bertema “Konstitusi Ekonomi”, Jum’at (7/10/2022).
Baca Juga:
- Ketua PN Ini Beri Tips Cara Membuat Skripsi Mahasiswa Hukum
- Sejumlah Isu Hukum dalam Profesi Notaris, Cocok untuk Skripsi
Sebelum ada MK, Jimly menjelaskan tidak ada mekanisme kontrol melalui uji formil atau materil terhadap UU. Kebijakan ekonomi yang diambil kala itu tidak mengacu konstitusi, tapi praktik terbaik dari seluruh dunia. Hal tersebut mengabaikan kesepakatan tertinggi bangsa Indonesia yakni Pancasila dan UUD NKRI Tahun 1945. Setelah MK berdiri, ada mekanisme kontrol terhadap UU termasuk yang mengatur sektor perekonomian.
“Maka buku saya (berjudul Konstitusi Ekonomi, red) ini penting untuk mengingatkan kita semua UUD NKRI Tahun 1945 adalah norma tertinggi bukan saja di bidang politik, tapi juga rujukan untuk membangun kebijakan di sektor ekonomi,” papar pria yang kini menjabat Anggota DPD untuk Daerah Pemilihan Provinsi DKI Jakarta.
Jimly menjelaskan perbedaan konstitusi di Indonesia dan Amerika Serikat (AS), misalnya konstitusi di AS hanya mengatur bidang politik, dan tidak memuat ketentuan bidang ekonomi karena mereka menganut sistem ekonomi pasar (tidak diatur negara). Berbeda dengan konstitusi di Indonesia dimana mengatur banyak bidang tak hanya politik, tapi juga ekonomi dan sosial.