Jimly: Pemakzulan Jokowi Tak Akan Terjadi
Berita

Jimly: Pemakzulan Jokowi Tak Akan Terjadi

Kubu KMP dan KIH di parlemen sebagai mitra politik. Diingatkan untuk tidak saling menjegal dalam membangun kebijakan bagi kepentingan rakyat.

RED/ANT
Bacaan 2 Menit
Prof Jimly Asshidiqie. Foto: RES
Prof Jimly Asshidiqie. Foto: RES
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie, menegaskan tidak ada lembaga yang ingin menghambat proses pelantikan dan pengambilan sumpah jabatan presiden dan wakil presiden terpilih.

"Kalau ada rumor yang menyebut ada lembaga negara ingin menghambat pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih itu tidak mungkin," kata Jimy Asshidiqie usai bertemu pimpinan MPR RI di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis (9/10).

Pada pertemuan tersebut, pimpinan MPR RI hadir secara langkap yakni ketua Zulkifli Hasan yang didampingi empat wakilnya, EE Mangindaan, Mahyudin, Hidayat Nur Wahid, dan Oesman Sapta Odang.

Jimly Asshiddiqie meyakini proses pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Joko Widodo dan Jusuf Kalla, pada 20 Oktober mendatang akan berjalan lancar. "Kalau lembaga negara tidak mungkin ingin menghambat proses pelantikan presiden-wapres karena menjalankan agenda resmi ketatanegaraan, tapi kalau ada pernyataan itu bisa saja," katanya.

Jimly menjelaskan, DKPP sebagai bagian dari penyelenggara pemilu melakukan konsultasi dengan MPR RI karena ingin memastikan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden berjalan lancar.  "Kekhawatiran masyarakat yang muncul hanya dinamika yang muncul pada proses pemilihan pimpinan MPR dan DPR," katanya.

Jimly juga menegaskan, jika ada rumor yang menyebutkan akan menurunkan presiden dalam masa jabatannya, hal itu sangat sulit dilakukan.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menjelaskan, sistem politik di Indonesia adalah presidensial yang sudah kuat sehingga tidak bisa begitu saja presiden dihambat dan diturunkan dari jabatannya. Sistem presidensial di Indonesia, kata dia, memang mengatur adanya pemazkulan dalam UUD 1945, tapi usulan dan proses itu sangat sulit dilakukan.

Selain itu, Jimly menilai terbelahnya kekuatan politik nasional saat ini, bagus bagi kehidupan ketatanegaraan. Dia mengatakan, terbelahnya kekuatan politik itu justru akan mendorong fungsi parlemen dan pemerintahan semakin efektif.

Menurut Jimly, kedua pihak (parlemen dan pemerintah) akan berlomba-lomba bekerja secara maksimal demi kepentingan rakyat dan dengan sendirinya akan mencari simpati rakyat. "DPR akan mempunyai kekuatan yang lebih efektif mengontrol jalannya pemerintahan. Di sisi lain, pemerintah akan berlomba-lomba mencari simpati rakyat," jelas dia.

Pada bagian lain, Jimly mengatakan publik telah mengetahui keberadaan DPD juga penting untuk menyeimbangkan dua kekuatan politik yang terbelah itu. Hal itu tercermin dalam proses pemilihan Pimpinan MPR beberapa waktu lalu.

Saat ini, ada dua koalisi tercipta dalam perpolitikan nasional, antara lain partai-partai Koalisi Merah Putih yang menyatakan sebagai oposisi pemerintah dan partai-partai Koalisi Indonesia Hebat selaku pihak propemerintahan Jokowi-JK.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi optimistis Majelis Permusyawaratan Rakyat akan melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla pada 20 Oktober mendatang.

"Saya yakin dilantik. Pastilah MPR akan melantik, MPR kan orang-orang besar dan hebat," kata Gamawan.

Hindari Saling Menjegal
Sementara itu, mantan juru bicara Tim Pemenangan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden RI Joko Widodo-Jusuf Kalla, Khofifah Indar Parawansa, mengatakan bahwa hubungan kubu Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat di parlemen adalah sebagai mitra politik. Oleh karena itu, diingatkan untuk tidak saling menjegal dalam membangun kebijakan untuk masyarakat pada masa mendatang.

"Posisinya (Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat) adalah mitra, bukan justru saling menegasikan satu sama lain," kata Khofifah.

Menurut dia, Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), yang ada di DPR serta MPR, ke depan harus berjalan bersama pemerintah dalam memenuhi kebutuhan mendasar rakyat.
Hal itu, menurut dia, dapat diwujudkan dengan musyawarah secara sehat, bukan justru saling menolak kehendak satu sama lain.

"Jadi, jangan sampai ketika ada satu kebijakan (pemerintah), asal tidak suka, langsung ditolak," katanya.

Kedua kubu koalisi tersebut, menurut Khofifah, perlu mengedepankan komunikasi untuk membangun budaya musyawarah mufakat, dan bukan saling mengalahkan. "Sebab, DPR-MPR bersama pemerintah ke depan harus memprioritaskan kebijakan yang produktif," katanya.
Tags:

Berita Terkait