Jika Rekapitulasi Pemilu Gagal
Berita

Jika Rekapitulasi Pemilu Gagal

Agar tidak mengganggu pelaksanaan Pilpres.

ADY
Bacaan 2 Menit
Jika Rekapitulasi Pemilu Gagal
Hukumonline
Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jimly Asshiddiqie, mengimbau agar rekapitulasi suara hasil pemilu legislatif diselesaikan tepat waktu. Sesuai kesepakatan awal, rekapitulasi sudah harus selesai pada 9 Mei 2014.

Jimly mengingatkan seluruh pihak memaksimalkan perannya masing-masing guna menuntaskan tahapan pemilu legislatif (Pileg). KPU harus taat rekomendasi yang diberikan Bawaslu sebagai pengawas Pemilu. Peserta Pemilu juga harus mengikuti dan mematuhi mekanisme yang ada jika ada masalah.

Jimly mengingatkan ada ancaman pidana dalam UU Pemilu jika KPU tidak menyelesaikan rekapitulasi sebagaimana jadwal yang ditentukan. Namun ia berharap agar proses rekapitulasi suara Pileg tingkat nasional dapat dituntaskan tepat waktu. "Diharapkan KPU tepat waktu memproses rekapitulasi nasional sehingga tidak mengganggu tahapan berikutnya," kata Jimly dalam jumpa pers di Media Center Bawaslu Jakarta, Selasa (06/4).

Jimly menjelaskan salah satu ciri khas sistem kepemiluan adalah kepastian jadwal. Di Amerika Serikat jadwal tahapan Pemilu tertuang dalam konstitusi. Sehingga, kapan Pemilu digelar dan pengucapan sumpah jabatan sudah terjadwal dengan baik. Untuk itu tepat waktu dalam menggelar Pemilu bukan sekadar formalitas, tapi menyangkut sistem ketatanegaraan yang sehat.

Jimly mencatat bukan kali ini saja KPU ditolerir melewati jadwal yang ditentukan dalam menggelar tahapan Pemilu. Pengunduran waktu juga terjadi ketika masuk tahap verifikasi partai politik (parpol) dan daftar pemilih tetap (DPT) untuk Pileg.

Bagi Jimly diundurnya proses verifikasi parpol dan DPT masih dimungkinkan karena sifatnya tidak prinsipil. Namun, hal itu tidak boleh terjadi dalam proses rekapitulasi suara tingkat nasional. Sebab, jika proses rekapitulasi molor maka mengganggu tahapan Pemilu selanjutnya. "Jadwal itu hal yang serius dalam siklus politik dan bukan sekedar formalitas," tegas Jimly.

Wasekjen Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Girindra Sandino, mengatakan molornya rekapitulasi suara nasional sebagai bentuk akumulasikecurangan dan pelanggaran yang terjadi selama digelarnya Pileg.

Mengacu pasal 205 ayat (2) UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD Girindra menyatakan bahwa KPU wajib menetapkan secara nasional hasil Pileg. Hal itu dipertegas Peraturan KPU (PKPU) No. 21 Tahun 2013 tentang Perubahan Keenam atas PKPU No. 7 Tahun 2012 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD Tahun 2014.

Penetapan hasil Pemilu secara nasional 7-9 Mei 2014 dan dilaksanakan oleh KPU. KPU Provinsi dijadwalkan menyelesaikan rekapitulasi hasil penghitungan suara tingkat Provinsi pada 25 April 2014 dan disampaikan ke KPU Pusat paling lambat 28 April 2014. Namun jadwal nasional terancam mundur karena KPU provinsi juga tidak taat waktu.

Lambannya rekapitulasi perolehan suara tingkat nasional menurut Girindra juga disebabkan oleh profesionalitas penyelenggara yang rendah. Seperti netralitas KPU di tingkat Kabupaten/Kota yang patut dipertanyakan karena tidak dapat menghadirkan atau tidak bisa memberikan data yang akurat kepada KPU Provinsi. Akibatnya, ketika KPU Provinsi mempresentasikan data rekapitulasi KPU Kabupaten/Kota pada rekapitulasi nasional ditemukan ketidakcocokan.

Bagi Girindra kondisi itu membuat KPU sebagai pemegang otoritas yang menetapkan hasil Pemilu kesulitan melakukan rekapitulasi dengan akurat. Ia menduga hal tersebut bakal membuat proses rekapitulasi penghitungan suara tingkat nasional melewati batas yang dijadwalkan. Bahkan berpotensi berdampak pada jadwal dan tahapan Pemilu Presiden (Pilpres) 2014. “Datanya (KPU Kabupaten/Kota,-red) tidak bisa dihadirkan atau tidak sinkron saat dipresentasikan oleh KPU Provinsi pada rekap nasional, jelas hal ini dapat berakibat terjadinya ‘krisis pemilu’,” urai Girindra.

Selain itu Girindra berpendapat hambatan dalam proses rekapitulasi suara nasional terjadi juga karena KPU Provinsi tidak membawa data yang lengkap. Misalnya, ketika ada data tidak akurat, kemudian perbaikan tidak dapat dilakukan karena data dari KPU Kabupaten/Kota tidak ada atau tertinggal.

Padahal, Girindra melanjutkan, KPU Provinsi bisa membawa berbagai data dari KPU Kabupaten/Kota dengan bermacam cara. Seperti menyimpan dan membawa data itu dalam flashdisk. Atau menelpon dan mengirim pesan singkat kepada komisioner KPU Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk mengirim data lewat surat elektronik.

Sayangnya Girindra melihat hal itu tidak dilakukan dalam rapat pleno terbuka rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan di KPU Pusat. Sebab, ketika ada data yang tidak akurat penyelesaiannya berlarut-larut. Hal itu menimbulkan kecurigaan atas tidak beresnya rekapitulasi tingkat kabupaten/kota. “Sehingga Bawaslu RI merekomendasikan penghitungan ulang suara atau koreksi ulang karena banyak kejanggalan,” urainya.

Dengan berbagai permasalahan yang ada, Girindra mendesak KPU RI untuk menetapkan perolehan hasil Pileg sesuai jadwal. Hal itu selaras dengan pasal 207 ayat (1) UU Pemilu yang mengamanatkan KPU untuk menetapkan hasil Pemilu secara nasional. Serta hasil perolehan suara partai politik untuk calon anggota DPR dan DPD paling lambat 30 hari setelah hari pemungutan suara “Artinya harus selesai tanggal 9 Mei 2014. Harus segera selesai dan diumumkan,” tegasnya.

Mengacu pasal 319 UU Pemilu Girindra mengatakan jika KPU tidak menetapkan perolehan hasil Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan Kabupaten/Kota secara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 ayat (2) anggota KPU dapat dipidana dengan ancaman penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp60 juta.
Tags:

Berita Terkait