Jika Mendaftar Perkara Jelang Cuti Lebaran
Berita

Jika Mendaftar Perkara Jelang Cuti Lebaran

Nindya Karya diminta lebih kooperatif.

HRS
Bacaan 2 Menit
Jika Mendaftar Perkara Jelang Cuti Lebaran
Hukumonline

PT Nindya Karya (Persero) menuding PT Uzin Utz Indonesia (UUI) beriktikad buruk ketika mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU). UUI telah membawa Nindya ke Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat gara-gara utang. Kini giliran Nindya yang mengajukan tangkisan atas permohonan UUI.

Setidaknya ada dua alasan yang menjadi landasan tudingan iktikad tidak baik ini. Pertama, UUI tidak pernah mengirimkan surat peringatan kepada Nindya Karya, dan ujug-ujug Nindya Karya telah dimohonkan PKPU. Cara seperti itu dinilai Nindya Karya melanggar ketentuan Pasal 1238 KUHPerdata.

Berdasarkan pasal ini, si berutang dianggap lalai jika ia dengan surat perintah atau dengan akta sejenis telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya sendiri, ialah jika ia menetapkan bahwa di berutang akan dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Kedua, pendaftaran permohonan PKPU diajukan pada saat terakhir hari kerja, 31 Juli 2013. Lantaran didaftarkan pada 31 Juli 2013, Nindya Karya baru mendapatkan surat panggilan dari Kepaniteraan Pengadilan Niaga pada PN Jakpus untuk menghadap ke persidangan pada 12 Agustus 2013. Padahal, surat tersebut telah dikirim kepaniteraan sejak 2 Agustus 2013 lalu.

“Sehingga, UUI hanya mempunyai waktu 1x24 jam untuk menyiapkan segala sesuatunya karena sidang pertamanya pada 13 Agustus 2013,” tulis kuasa hukum Nindya Karya A Mulyawan Widjadja dalam berkas tanggapannya, Rabu (14/8).

BUMN yang berdiri sejak 1973 ini juga menentang dalil UUI yang mengatakan Menteri Keuangan tidak berwenang memohonkan permohonan PKPU. Sebab, Nindya Karya bukanlah BUMN yang bergerak di bidang kepentingan publik. Sebaliknya, Nindya Karya mendalilkan bahwa Menteri Keuanganlah yang berwenang dalam mengajukan permohonan PKPU atas Nindya Karya.

Nindya Karya mengklaim bahwa BUMN ini bergerak di bidang kepentingan publik. Nindya Karya didirikan dengan maksud untuk turut serta melaksanakan dan menunjang kebijakan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional. Lagipula, Nindya Karya juga telah direstrukturisasi dan saham Nindya Karya dikuasai oleh pemerintah sebesar 100% melalui PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA).

Kendati demikian, Nindya Karya memang tidak menampik memiliki utang sebanyak Rp327,7 juta kepada UUI. Pengakuan tersebut terbukti dari surat konfirmasi utang tertanggal 30 Juni 2013.

Nindya Karya juga membenarkan utang tersebut telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Namun, BUMN yang bergerak di bidang konstruksi ini belum dapat memenuhi kewajibannya lantaran keadaan likuiditas keuangan Nindya Karya belum stabil dan masih dalam proses restrukturisasi oleh PPA.

Dengan kondisi ini, Nindya Karya hanya dapat menjanjikan kepada para kreditor termasuk pemohon bahwa Nindya Karya sangat serius melunasi utang-utangnya setelah likuidasi keuangan Nindya Karya memadai. Namun, UUI tampaknya tidak sabar. UUI memutuskan mengajukan permohonan PKPU.

Padahal, setelah ditangani PPA, Nindya Karya berangsur pulih dan mengalami kemajuan yang cukup berarti. Buktinya, Nindya Karya berhasil membayar utang UUI pada 2 Agustus 2013 melalui rekening banknya.

Dengan keberhasilan tersebut, Nindya Karya mengklaim bahwa UUI tidak lagi memiliki legal standing untuk mengajukan permohonan PKPU. Juga, UUI tidak memiliki kreditor lain selain pemohon sendiri sebab Nindya Karya dengan tegas menolak berutang kepada PT Uzindo sebagaimana yang ditarik UUI sebagai kreditor lain.

Sayangnya, ketika hukumonline ingin meminta konfirmasi dari kuasa hukum Nindya Karya, A Mulyawan Widjadja enggan berkomentar. “Saya tidak diberi kewenangan untuk menjelaskan itu,” ucapnya usai persidangan, Rabu (14/8).

Ivan Wibowo, kuasa hukum UUI menantang untuk menunjukkan bukti pembayaran sebagaimana yang telah didalilkan Nindya Karya. “Tunjukin bukti bayarnya,” tegasnya.

Lebih lanjut, Ivan mengimbau agar Nindya Karya lebih kooperatif dalam menghadapi persoalan ini. “Intinya, mengimbau agar BUMN itu lebih legowo dalam mengakui utang, kalau punya utang tolong diakui. Ini udah tidak bayar, tidak mengaku pula,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait