Jero Wacik: Kelonggaran BK Mineral Sesuai UU Minerba
Berita

Jero Wacik: Kelonggaran BK Mineral Sesuai UU Minerba

Pemerintah dinilai takluk kepada perusahaan asing.

KAR
Bacaan 2 Menit
Menteri ESDM Jero Wacik. Foto: SGP
Menteri ESDM Jero Wacik. Foto: SGP
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jero Wacik, menekankandirinya tak melanggar UU Minerba saat memberi pengurangan bea keluar. Ia menegaskan, perusahaan yang mendapat pengurangan bea keluar adalah mereka yang membangun smelter. Dengan demikian, menurutnya,langkah itu tak bisa dilihat sebagai bentuk ketakutan pemerintah pada investor asing.

“Kebijakan itu wajar untuk merangsang percepatan pembangunan instalasi pemurnian bahan mineral. Perusahaan tambang rata-rata sepakat dengan kewajiban mengolah bahan mineral di dalam negeri. Ini sesuai amanat UU Minerba,” katanya di Jakarta, Senin (28/4).

Hanya saja, menurut Wacik, bea keluar minimal 25 persen untuk ekspor konsentrat yang ditetapkan Kementerian Keuangan terlalu tinggi. Peraturan Menteri Keuangan No. 6 Tahun 2014 mengatur bahwa besaran pajak ekspor progresif ini akan naik tiap enam bulan sekali. Sepanjang 2014, besarnya untuk konsentrat yang diatur, sebesar 25 persen. Pada tahun 2016, nantinya bea keluar ini mencapai 60 persen.

Selain itu, Permenkeu juga masih mengizinkan pelaku usaha mengekspor konsentrat mineral. Namun, hanya enam komoditas utama yang diperbolehkan untuk diekspor. Kegiatan ekspor itupun hanya diberpolehkan untuk mineral yang memenuhi syarat kadar minimal.

Wacik mengungkapkan, aturan yang dikeluarkan Kemenkeu tersebut membuat perusahaan membutuhkan insentif lain. Menurutnya, wajar jika perusahaan diberi kelonggaran fiskal. Ia menekankan, langkah tersebut masih dalam kerangka mencapai target pemerintah untuk mendorong adanya pengolahan di dalam negeri.

“Kebijakan itu bukan spesifik untuk mengakomodasi kepentingan PT Freeport Indonesia. Dibilang takut sama Amerika Serikat, padahal kita enggak ada soal takut, ini soal logika saja. Kalau smelter sudah dibangun, ada jaminan, ada roadmapnya, nanti BK-nya akan menurun, nol sudah. Karena sudah ada pengolahan di dalam negeri," ujarnya tegas.

Lebih lanjut ia menjelaskan, kini pihaknya tengah menyusun kriteria bagi perusahaan untuk bisa mendapatkan kelonggaran bea keluar. Wacik menyebut, kriteria itu antara lain adalah menyerahkan pakta integritas, menyerahkan jaminan uang pembangunan ke kementerian teknis, serta ada jadwal pasti smelter terbangun. Semua kriteria yang ditetapkan kemudian diajukan kepada Kementerian Keuangan.

"Dari kriteria yang diajukan nanti diatur Kemenkeu menjadi penentuan bea keluar ekspor konsentrat secara lebih detail. Kisarannya nanti menkeu yang hitung, saya hanya kasih sinyal, perusahaan-perusahaan yang dapat. Ada hitungan, beda-beda tiap mineral," katanya.

Di sisi lain, Direktur Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman, menilai bahwa langkah pemerintah terlalu mudah diambil. Ia mengkhawatirkan, hal itu terjadi karena pemerintah takluk kepada perusahaan asing. Sebab, menurut Erwin, surat rekomendasi izin ekspor tambang sudah diberikan kepada PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara meskipun kedua perusahaan ini belum memenuhi peraturan.

Sejak tanggal 12 Januari 2014, melalui Peraturan Pemerintah No.1 Tahun 2014 pemerintah melarang semua ekspor mineral dan batubabara sebelum diolah dan dimurnikan dalam negeri melalui pembangunan pabrik pengolahan. Menurut Erwin, Poin penting dalam aturan itu adalah verifikasi, baik data maupun lapangan, apakah perusahaan benar telah membangun smelter.

“Faktanya, sampai saat ini, Freeport dan Newmont belum membangun smelter. Bahkan mereka tegas nyatakan tak mau membangunnya. Pemerintah telah takluk kepada perusahaan asing," tegas Erwin.
Tags:

Berita Terkait