Jerit Konsumen di Balik Gurita Bisnis Pinjaman Online
Feature

Jerit Konsumen di Balik Gurita Bisnis Pinjaman Online

Narasi jebakan batman nampaknya cocok jika disandingkan dengan beberapa peristiwa terkait pinjol yang terjadi belakangan ini. Minimnya literasi membuat masyarakat tanpa ragu terperangkap dalam jebakan dan iming-iming syarat yang ringan, proses pencairan dana yang singkat, bunga rendah yang ditawarkan oleh pinjaman online.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 9 Menit

“Sudah lapor juga deh, ke semua, ke aplikasi AdaKami, ke OJK, semua, tapi ya kurang bukti katanya. Karena memang DC kalau nagih mereka sering nggak sebut dari mana,” jelas GL.

Cerminan dampak negatif pinjaman online ini juga terlihat dalam pengaduan konsumen yang disajikan pada laporan akhir tahun 2022 Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLKI). Melihat tren pengaduan selama 5 tahun terakhir, sektor jasa keuangan menjadi urutan pertama di mana pinjaman online mendominasi pengaduan konsumen dibanding dengan bank, uang digital, leasing, investasi dan juga asuransi. Kemudian 26 persen dari total 100 persen perusahaan P2P Lending yang masuk pengaduan YLKI adalah ilegal.

“Mayoritas pengaduan pinjol ini terkait dengan penagihan DC,” kata Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo.

Tetapi perlu diingat bahwa persoalan yang muncul dalam pinjol sudah cukup kompleks. Bukan hanya soal penagihan saja, Rio menyebut banyak pelanggaran lainnya yang dilakukan pinjol legal, seperti imbal balik jasa yang tinggi lewat biaya layanan, iklan yang menyesatkan, tidak adanya solusi bagi konsumen yang gagal bayar, akses data ponsel konsumen, hingga penyebaran data pribadi, yang jelas-jelas melanggar UU Perlindungan Konsumen dan UU Pelindungan Data Pribadi.

Hukumonline.com

Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI, Rio Priambodo. Foto: Istimewa

Persoalan-persoalan ini tentunya harus diperhatikan oleh pemerintah dalam hal ini OJK dan juga pihak lainnya yang memiliki kewenangan untuk mengawasi keberadaan fintech, terutama dalam hal penegakan hukum. Sehingga dia menilai perlunya sinergi antar lembaga dalam mengatur tata laksana bisnis P2P Lending, termasuk dengan pihak kepolisian jika terjadi dugaan pelanggaran yang berujung pidana seperti penyebaran data pribadi.

Di samping menyoal fintech P2P Lending legal, Rio juga menyoroti implementasi penegakan hukum pinjaman online ilegal. Berdasarkan pengamatannya, pemerintah memang sudah melakukan tindakan atas pelaku pinjaman online ilegal. Tapi menurutnya, pemidanaan pelaku ataupun pemblokiran aplikasi pinjaman online tidak menjamin praktik ilegal tersebut akan menghilang. Dia menilai pemerintah perlu mengambil sanksi pembekuan sumber dana agar hal yang sama tidak terulang kembali, dan hal ini juga dimungkinkan dilakukan kepada pinjol legal.

Pernyataan tersebut bukan tanpa alasan. Jika melihat data yang dirilis oleh OJK, terhitung sejak 1 Januari-6 Oktober 2023, OJK sudah menutup kegiatan operasional 1.466 entitas pinjol ilegal. Hal ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan kepada masyarakat dari kerugian dan potensi kejahatan keuangan. Nyatanya, pemblokiran dan pemidanaan tidak menjadi jalan keluar yang efektif.

Tags:

Berita Terkait