Jerat Pidana bagi Nakhoda ‘Maut’
Berita

Jerat Pidana bagi Nakhoda ‘Maut’

Ancaman hukuman pidana mulai 1 tahun hingga 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi kecelakaan transportasi laut. HGW
Ilustrasi kecelakaan transportasi laut. HGW

Setidaknya 192 orang hilang dan 3 lainnya meninggal dunia akibat insiden tenggelamnya Kapal Motor (KM) Sinar Bangun di Danau Toba Sumatera Utara, Senin (18/6) kemarin. Peristiwa ini pun menjadi perhatian pemerintah termasuk Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam upaya menyelidiki sebab-sebab tenggelamnya kapal laut tersebut.  

 

Dilansir Antara, Kapolri Jenderal Tito Karnavian meninjau langsung Posko SAR Gabungan di Pelabuhan Tigaras, Sumangulun, Sumatera Utara. Dalam keterangannya kepada wartawan, Tito menyatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan mengenai peristiwa ini.

 

"Selain mendukung kegiatan SAR, pihak Polri juga akan melakukan penyelidikan untuk memastikan apakah ada unsur pidana dalam peristiwa itu," kata Tito, Kamis (21/6). Baca Juga: Hindari Kecelakaan, Pahami Standar Keselamatan Penyeberangan Angkutan Laut

 

Tito pun menekankan, jika ditemukan ada unsur pidana, Polri akan meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan dan menentukan tersangkanya. "Karena kami tidak ingin kasus serupa terulang lagi. Ini pelajaran penting," ujarnya mengingatkan.

 

Menurut Tito, dalam penyelidikan awal ada unsur kelalaian yang dalam operasi pelayaran KM Sinar Bangun yang menelan ratusan korban ini. Pelakunya, dapat dikenakan Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP yang menyebutkan barangsiapa karena kelalaiannya mengakibatkan kematian orang lain atau luka-luka berat dapat dipidana paling lama 5 tahun penjara.  

 

"Kalau sengaja, kena pasal 338 KUHP, bisa juga. Tapi ini lebih banyak kelalaian, selain unsur cuaca saat itu. Apalagi nakhoda sudah sering mengangkut penumpang hingga 150 orang. Padahal bobot mati kapal hanya 17 GT yang hanya mampu mengangkut 60 orang," ujar Kapolri melanjutkan.

 

Selain itu, tidak ada manifes dan jaket penyelamat yang dipersiapkan bagi penumpang ketika terjadi kecelakaan. "Ini kelalaian yang dilakukan nakhoda yang ternyata juga pemilik kapal," sebutnya.

 

Selain nakhoda, pihak pengawas dari Dinas Perhubungan juga dapat menjadi tersangka. "Kita tidak akan segan-segan untuk melakukan penyidikan," kata Kapolri yang didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kepala Basarnas Marsdya TNI M Syaugi.

 

Penjara dan denda

Selain dalam KUHP, ancaman atau jerat pidana bagi nakhoda dan pengawas juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Setidaknya ada sejumlah pasal dalam UU Pelayaran ini yang mengatur ancaman pidana penjara dan denda bagi nakhoda dan pengawas.

 

Dalam Pasal 302 UU Pelayaran misalnya, disebutkan Nakhoda yang melayarkan kapalnya sedangkan yang bersangkutan mengetahui bahwa kapal tersebut tidak laik laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp400 juta.

 

Hukuman ini bisa lebih berat jika merugikan harta benda menjadi 4 tahun dan denda Rp500 juta. Dan apabila hingga menyebabkan korban jiwa dan kerugian harta benda ancaman hukumannya berlipat menjadi 10 tahun dan denda Rp1,5 miliar.

 

Bagian Kedua tentang Keselamatan dan Keamanan Angkutan Perairan

Pasal 117 UU Nomor 17 Tahun 2008

(1) Keselamatan dan keamanan angkutan perairan yaitu kondisi terpenuhinya persyaratan:

a. kelaiklautan kapal; dan

b. kenavigasian.

(2) Kelaiklautan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a wajib dipenuhi setiap kapal sesuai dengan

daerah-pelayarannya yang meliputi:

a. keselamatan kapal;

b. pencegahan pencemaran dari kapal;

c. pengawakan kapal;

d. garis muat kapal dan pemuatan;

e. kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang;

f. status hukum kapal;

g. manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran

dari kapal; dan

h. manajemen keamanan kapal.

(3) Pemenuhan setiap persyaratan kelaiklautan kapal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan sertifikat dan surat kapal.

 

Ancaman pidana yang sama juga berlaku bagi setiap orang yang mengoperasikan kapal dan pelabuhan tanpa memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran serta perlindungan lingkungan maritim sebagaimana dimaksud dalam pasal 122. Ancaman pidana ini mulai dari 2 tahun, 4 tahun hingga 10 tahun dan jumlah denda mulai dari Rp300 juta, Rp500 juta dan Rp1,5 miliar.

 

Kemudian dalam Pasal 317 menyebutkan nakhoda yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp200 juta rupiah. Selain itu, Pasal 306 menyebutkan setiap orang yang mengoperasikan kapal yang tidak memenuhi persyaratan perlengkapan navigasi dan/atau navigasi elektronika kapal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta.

 

Lalu, Pasal 307 disebutkan setiap orang yang mengoperasikan kapal tanpa dilengkapi dengan perangkat komunikasi radio dan kelengkapannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta. Kemudian, Pasal 308 menyebutkan setiap orang yang mengoperasikan kapal tidak dilengkapi dengan peralatan meteorologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta.

 

Pasal 309 juga menyebutkan nakhoda yang sedang berlayar dan mengetahui adanya cuaca buruk yang membahayakan keselamatan berlayar, namun tidak menyebarluaskannya kepada pihak lain dan/atau instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp300 juta.

 

Selain terhadap Nakhoda, ancaman pidana juga berlaku bagi pengawas seperti Syahbandar ataupun Dinas Perhubungan setempat apabila tidak melaksanakan tugas sebagaimana mestinya. Seperti diatur Pasal 304 yang menyebut setiap orang yang tidak membantu pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau denda paling banyak Rp100 juta.

Tags:

Berita Terkait