Jerat Hukum Pemalsuan Identitas untuk Perkawinan
Terbaru

Jerat Hukum Pemalsuan Identitas untuk Perkawinan

Perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh, jika para pihak yang membuatnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku serta tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum.

Willa Wahyuni
Bacaan 2 Menit

1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian

2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian

3. Suatu hal tertentu

4. Sebab yang halal

Syarat objektif perjanjian dianggap sah dan mengikat secara penuh, jika para pihak yang membuatnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku serta tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum.

Adanya pelanggaran karena tindak pidana penipuan diatur dalam Pasal 378 KUHP yang berbunyi, barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutan maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

R. Soesilo di dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal menjelaskan, unsur-unsur dari tindak pidana penipuan yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapus piutang

2. Maksud pembujukan itu ialah, hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak

3. Membujuknya dengan memakai :

a. nama palsu atau keadaan palsu

b. tipu muslihat

c. karangan perkataan bohong

Jika dapat dipertanggungjawabkan, maka perkawinan tersebut bisa diteruskan tanpa ada pembatalan perkawinan, tetapi apabila pemalsuan itu adalah unsur kesengajaan, maka perkawinan tersebut wajib dibatalkan dan perkawinannya dianggap tidak ada.

Pembatalan perkawainan dapat diajukan sesuai dengan alasan yang datur dalam Passal 27 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, yaitu seorang suami atau isteri dapat mengajuka permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami atau isteri.

Pembatalan perkawinan akan dilakukan pemeriksaan oleh Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama bergantung pada hukum agama pasangan suami atau isteri.

Tags:

Berita Terkait