Jenis Putusan MK dalam Praktik Peradilan Konstitusi
Terbaru

Jenis Putusan MK dalam Praktik Peradilan Konstitusi

Jenis putusan MK terdiri dari putusan dikabulkan, dikabulkan sebagian, ditolak, dan tidak dapat diterima. Dalam praktik, ada jenis putusan lain yakni putusan konstitusional bersyarat dan inkonstitusional bersyarat.

Agus Sahbani
Bacaan 6 Menit

Dalam praktik, ketiga jenis putusan itu dirasa belum cukup memberi keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat. Karena itu, dalam praktik peradilan konstitusi di MK, lahirlah jenis putusan bersyarat sejak tahun 2004 dan hingga saat ini masih diterapkan. Jenis putusan bersyarat itu demi memberi rasa keadilan dan kepastian dan mencegah terjadi adanya kekosongan hukum.

“Agar tetap ada norma hukum yang berlaku dalam PUU, MK memberi makna konstitusional bersyarat atau inkonstitusional bersyarat,” kata Fajar.

Fajar menerangkan ketika norma pasal, ayat dalam sebuah UU yang diputus konstitusional bersyarat berarti norma yang diuji menjadi tidak bertentangan dengan konstitusi (UUD Tahun 1945) apabila dimaknai sebagaimana dirumuskan MK. Sebaliknya, ketika norma pasal, ayat dalam UU yang diputus inkonstitusional bersyarat yakni norma yang diuji menjadi bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai sebagaimana dirumuskan MK.   

“Model putusan ini diadopsi dari putusan-putusan MK Korea. MK Korea telah menerapkannya dan kemudian diterapkan (diadopsi, red) dalam putusan MK Indonesia,” kata dia.

Dia mencontohkan pertama kali MK memutus perkara PUU secara konstitusional bersyarat pada Putusan MK No.58-59-60-63/PUU-II/2004 mengenai pengujian beberapa pasal dalam UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (SDA). Meski putusannya ditolak, dalam putusannya, MK memasukkan klausula konstitusionalitas bersyarat (conditionally constitutional). Sehingga, UU SDA bersifat konstitusional sepanjang dalam pelaksanaannya pemerintah mengacu pada pertimbangan MK yang disampaikan dalam putusannya.

Syarat konstitusional yang dimaksud, sepanjang UU SDA dilaksanakan sebagai implementasi doktrin kewajiban negara dalam HAM yakni: menghormati (respect), melindungi (protect), dan memenuhi (fullfill) hak warga negara atas air. Selain itu, hubungan hukum yang dibangun harus merupakan manifestasi hubungan publik dalam lima fungsi yakni: (1) merumuskan kebijaksanaan (beleid); (2) melakukan tindakan pengurusan (bestuursdaad); (3) melakukan pengaturan (regelendaad); (4) melakukan pengelolaan (beheersdaad); dan (5) melakukan pengawasan (toezichthoudendaad).

Lalu, pada putusan MK No.10/PUU-VI/2008 tanggal 1 Juli 2008 tentang pengujian Pasal 12 huruf c UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam amar putusannya, Pasal a quo tetap konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai memuat syarat domisili (calon anggota DPD) di provinsi yang akan diwakilinya.  

Tags:

Berita Terkait