Jenis Klasifikasi Saham yang Harus Dipahami Notaris
Utama

Jenis Klasifikasi Saham yang Harus Dipahami Notaris

UU PT mengatur lima jenis klasifikasi saham. Namun dalam praktiknya, variasi klasifikasi saham bisa muncul, salah satunya klasifikasi saham karena perbedaan nominal.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit
Notaris Aulia Taufani dalam Seminar Online bertema 100 Pembicara Alumni Notariat UI, 100 Tahun untuk Negeri, Jumat (7/6). Foto: FNH
Notaris Aulia Taufani dalam Seminar Online bertema 100 Pembicara Alumni Notariat UI, 100 Tahun untuk Negeri, Jumat (7/6). Foto: FNH

Istilah klasifikasi saham dikenal dalam UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT). Klasifikasi saham diatur dalam Pasal 53, di mana klasifikasi saham terbagi atas lima yakni saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain.

Kemudian saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau nonkumulatif; dan saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian.

Namun dalam praktiknya, klasifikasi saham bisa berjumlah lebih dari lima. Menurut Notaris Aulia Taufani salah satu klasifikasi saham yang muncul dalam praktik dan tidak termasuk pada Pasal 53 ayat (4) adalah varian kombinasi.

Baca Juga:

“Di UU PT disebut jenis-jenis klasifikasi saham, antara lain kita menemukan di dalam Pasal 53 ayat (4). Tapi klasifikasi saham dalam praktiknya bisa lebih dari lima, bisa juga varian kombinasi itu, saling berkombinasi,” kata Aulia dalam Seminar Online “100 Pembicara Alumni Notariat UI, 100 Tahun untuk Negeri,” Jumat (7/6). 

Lalu apa itu klasifikasi saham sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (4) UU PT? Pertama, klasifikasi saham hak suara atau saham tanpa hak suara. Dalam konteks ini, Aulia menjelaskan terjadi pergeseran jumlah suara dalam saham. Dulu setiap saham yang berjumlah 100 akan mendapatkan maksimal 6 hak suara, sementara saham yang berjumlah kurang dari 100 hanya mendapatkan maksimal hak 3 suara.

Seiring dengan masuknya investasi asing, mekanisme tersebut dianggap sudah tidak relevan. Sehingga pemerintah menerbitkan UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, di mana dikenal sistem one man one vote atau satu saham untuk satu suara, atau bisa ditentukan lain sesuai keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Ketentuan ini berlaku hingga diterbitkannya UU No.4 Tahun 2007.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait