Jelang Sidang Sengketa Pilpres, Tim Kuasa Hukum BPN Siapkan Jutaan Bukti
Sengketa Pilpres 2019:

Jelang Sidang Sengketa Pilpres, Tim Kuasa Hukum BPN Siapkan Jutaan Bukti

​​​​​​​Salah satu alat bukti yang bakal dihadirkan tim kuasa hukum BPN yakni dokumen C1 atau sertifikat hasil penghitungan suara.

Ady Thea DA/ANT
Bacaan 2 Menit
Tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat mendaftarkan sengketa Pilpres ke MK. Foto: RES
Tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno saat mendaftarkan sengketa Pilpres ke MK. Foto: RES

Proses penghitungan suara Pemilu 2019 telah selesai, dan sekarang masuk tahap penyelesaian perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU). Beberapa waktu lalu tim kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi telah mengajukan permohonan PHPU Presiden dan Wakil Presiden 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selain itu tim juga melakukan perbaikan permohonan dan melengkapi berkas dan dokumen yang dibutuhkan antara lain bukti.

 

Mengutip laman MK, sejumlah tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi seperti Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana telah menyerahkan perbaikan permohonan di lobi lantai 1 gedung MK di Jakarta, Senin (10/6). Salah satu perbaikan yang dilakukan yaitu memasukkan argumen tentang status jabatan calon Wakil Presiden nomor urut 01, Ma’ruf Amin yang diduga masih terdaftar sebagai pejabat BUMN.

 

Tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi mengacu Pasal 227 huruf p UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur adanya surat pernyataan pengunduran diri sebagai karyawan atau pejabat BUMN atau BUMD sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta pemilu.

 

“Menurut kami hal ini harus dipertimbangkan baik-baik, yang nantinya dapat menyebabkan Paslon 01 didiskualifikasi. Calon Wapres 01 dalam laman BUMN tersebut namanya masih ada. Jika benar-benar masih ada, itu berarti melanggar aturan yang ada karena seseorang harus berhenti sebagai pejabat BUMN. Kami cek berulang kali dan meyakinkan, maka itu ada pelanggaran yang sangat serius,” kata Bambang.

 

Terpisah, calon Wakil Presiden RI nomor urut 01 Ma’ruf Amin menekankan bahwa dirinya bukan merupakan seorang karyawan di perusahaan BUMN. “Bukan (karyawan BUMN),” katanya sebagaimana dikutip dari Antara, Selasa (11/6). Ma’ruf pribadi menyatakan telah menyerahkan ihwal gugatan itu kepada tim hukum Tim Kampanye Nasional.

 

Hanya saja, Ma’ruf membenarkan bahwa dirinya merupakan Dewan Pengawas Syariah di Bank Syariah Mandiri dan BNI Syariah. Menurutnya, dua perusahaan tersebut bukanlah perusahaan BUMN, melainkan anak perusahaan BUMN. “Dewan Pengawas Syariah itu kan bukan karyawan. Dan itu bukan BUMN juga, anak perusahaan,” katanya.

 

Baca:

 

Terkait dalil dalam permohonan yang diajukan, Bambang mengatakan, sesuai Pasal 10 ayat (1) dan (3) Peraturan MK No.4 Tahun 2018, setelah melakukan perbaikan permohonan dan diregsitrasi, permohonan itu kemudian diunggah di laman MK. Dengan begitu masyarakat mengetahui apa saja yang dimohonkan pihak Prabowo-Sandi.

 

Soal alat bukti yang diserahkan ke MK, Bambang menyatakan pihaknya mengajukan alat bukti kualitatif dan kuantitatif. Jumlah alat bukti kualitatif terdiri dari 154 bukti, dan bukti kuantitatif akan diungkapkan dalam persidangan PHPU Presiden dan Wakil Presiden 2019 yang akan digelar 14 Juni 2019 nanti.

 

Terpisah, anggota tim kuasa hukum BPN lainnya, Denny Indrayana, mengatakan persiapan yang dilakukan untuk menghadapi sidang PHPU nanti tidak beda dengan persidangan MK pada umumnya. Tapi dia mengakui untuk perkara kali ini sedikit lebih berat karena berkaitan dengan posisi pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.

 

Untuk dokumen, Denny menjelaskan tim akan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan MK seperti bukti tertulis, menghadirkan saksi dan ahli. “Apa saja bukti yang dibawa, siapa saja saksi dan ahli yang akan dihadirkan? Lihat saja nanti di persidangan,” katanya ketika dihubungi hukumonline, Selasa (11/6).

 

Selain itu Denny mengatakan tim kuasa hukum terus melengkapi berkas dan dokumen yang dibutuhkan untuk memperkuat permohonan. Salah satu alat bukti yang akan dihadirkan yakni formulir C1 yang jumlahnya mencapai jutaan. “Kami akan menghadirkan banyak alat bukti, dan akan terus dilengkapi,” ujarnya.

 

Denny menolak untuk menjelaskan tuntutan yang diajukan dalam permohonan. Menurutnya, sesuai aturan, setelah berkas diterima dan diregister kemudian akan diunggah oleh MK sehingga masyarakat bisa melihat sendiri isinya.

 

Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember, Bayu Dwi Anggono, mengingatkan hukum acara dalam PHPU itu berbeda satu sama lainnya misalnya antara PHPU Presiden dan Wakil Presiden dengan PHPU Legislatif. Hukum acara ini diatur dalam beberapa regulasi seperti UU Pemilu, UU MK dan diatur lebih teknis dalam Peraturan MK.

 

Untuk PHPU Presiden dan Wakil Presiden, Bayu menjelaskan hukum acaranya diatur dalam Peraturan MK No.4 Tahun 2018. Pasal 6 ayat (1) Peraturan MK No.4 Tahun 2018 mengatur permohonan diajukan paling lama 3 hari setelah penetapan perolehan suara hasil pemilu Presiden dan Wakil Presiden. MK akan meregistrasi permohonan yang memenuhi ketentuan tersebut. “Dari 57 pasal yang termaktub dalam Peraturan MK No.4 Tahun 2018 tidak ada satu pun yang memberi ruang untuk melakukan perbaikan permohonan,” jelasnya.

 

Berbeda dengan hukum acara PHPU legislatif sebagaimana diatur dalam Peraturan MK No.2 Tahun 2018 yang memberi ruang bagi panitera untuk memeriksa kelengkapan permohonan. Jika permohonan belum lengkap panitera akan menerbitkan akta permohonan belum lengkap (APBL). Pemohon diberi kesempatan melakukan perbaikan permohonan dalam waktu 3x24 jam sejak APBL diterima pemohon. Bayu melihat ketentuan ini tidak ada dalam Peraturan MK No.4 Tahun 2018.

 

“Jika ada yang menyatakan perbaikan permohonan (PHPU Presiden dan Wakil Presiden) diterima panitera, ya memang panitera tidak bisa menolak karena tugasnya melayani para pihak,” ujar Bayu.

 

Perbaikan permohonan yang dilakukan pihak BPN Prabowo-Sandi menurut Bayu menunjukan tim kuasa hukum tidak siap dalam menyusun permohonan. Padahal permohonan ini bisa disiapkan setelah pemungutan suara. Apalagi ada rekapitulasi berjenjang di mana saksi dari pihak BPN bisa mengawal prosesnya dan mencatat setiap dugaan kecurangan.

 

Kendati demikian, Bayu menegaskan bukan berarti pihak pemohon tidak bisa melakukan perbaikan dan tambahan permohonan, ini dapat dilakukan pada saat sidang berlangsung. Selaras itu Bayu berharap majelis konstitusi patuh terhadap hukum acara sehingga permohonan yang diperiksa yakni permohonan yang diajukan oleh tim kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi pada 24 Mei 2019, bukan permohonan perbaikan.

 

“Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan nanti tim kuasa hukum Jokowi-Ma’ruf Amin bisa mengajukan keberatan kepada hakim soal perbaikan permohonan itu,” pungkas Bayu. (ANT)

Tags:

Berita Terkait