Jelang Disahkan, Ini Perkembangan Pembahasan RKUHP di DPR
Utama

Jelang Disahkan, Ini Perkembangan Pembahasan RKUHP di DPR

Proses perumusan dan pembahasan RKUHP telah mendengar dan menyerap pandangan banyak pihak.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit
Acara Seminar Hukum Nasional Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI), bertema membangun Hukum Pidana dalam Negara Hukum yang Demokratis. Foto: DAN
Acara Seminar Hukum Nasional Masyarakat Hukum Pidana & Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI), bertema membangun Hukum Pidana dalam Negara Hukum yang Demokratis. Foto: DAN

Hari-hari menjelang pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) begitu terasa. Setidaknya hal ini tergambar dalam acara Seminar Hukum Nasional yang diselenggarakan bersama antara Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI), Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, dan PERSADA Universitas Brawijaya. 

Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Arsul Sani yang hadir secara daring dalam seminar ini menyampaikan perkembangan terkini dalam pembahasan RKUHP. Menurut Arsul, sejumlah isu terkait substansi RKUHP uang sempat menghangat praktis telah dirampungkan. 

Meski begitu, dirinya masih terus menerima masukan dari berbagai pihak dalam rangka melengkapi perspektif norma yang sedang dibahas perwakilan Pemerintah dan DPR. Salah satu norma yang menjadi isu adalah terkait living law.

“Terkait living law karena berhubungan dengan asas legalitas, sampai pagi ini saya masih terima masukan,” ujar Arsul yang hadir secara daring dalam seminar yang dilaksanakan pada Kamis (24/11). 

Baca Juga:

Selain terkait living law, Arsul juga menyampaikan perkembangan tentang norma yang mengatur terkait pidana mati. Menurut Arsul, pembahasan terkait rancangan norma ini hampir mencapai kata sepakat. 

Dirinya menyampaikan hal yang sempat menjadi perhatian dalam rancangan norma ini adalah keberadaan kata sepakat. Alasannya adalah keberadaan kata sepakat menghadirkan kesan inkonsistensi sanksi dalam tindak pidana. 

“Kemarin yang masih dipersoalkan adalah adanya kata dapat. Keberadaan kata ini menurut saya menghadirkan kesan yang tidak konsisten,” terang Arsul. 

Sementara terkait rancangan norma penyerangan harkat dan martabat Presiden, Arsul mengabarkan tentang rumusan norma terkait delik ini telah mendekati rumusan yang mengakomodir perbedaan pandangan yang sudah-sudah. 

Sementara isu terakhir yang sempat disampaikan adalah tentang norma contempt of court. “Rumusan tentang contempt of court pagi ini masih banyak masukan,” tambah Arsul.

Tidak Mudah

Di kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) yang juga termasuk dalam Anggota Tim Perumus, Prof. Harkristuti Harkrisnowo mengungkap situasi yang tidak dalam proses merumuskan RKUHP. Hal ini tidak terlepas dari keragaman latar belakang masyarakat Indonesia. 

Meski begitu, Prof. Tuti menggambarkan bahwa proses perumusan dan pembahasan RKUHP telah mendengar dan menyerap pandangan banyak pihak. 

Senada dengan hal ini, Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sjarief Hiariej menggambarkan keberagaman latar belakang masyarakat Indonesia merupakan salah satu kendala penyusunan RKUHP. 

Selain itu, menurut pria yang kerap disampaikan Eddy ini juga menggambarkan kendala dari RKUHP adalah pada taraf implementasi. “(Kendalanya) mengubah mindset dari penghukuman ke pemulihan dan mengubah mindset penegak hukum dari banyak menghukum ke pencegahan tindak pidana”.

Eddy juga menyampaikan visi dari RKUHP ini adalah demokratisasi, dekolonisasi, konsolidasi dengan menghimpun kembali kekurangan yang diatur diluar KUHP, kemudian harmonisasi, dan modernisasi.

Tags:

Berita Terkait