Jangan Sembarang Cover Lagu, Pahami Dulu Aturan Mainnya!
Terbaru

Jangan Sembarang Cover Lagu, Pahami Dulu Aturan Mainnya!

Orang yang menyanyikan kembali lagu tanpa seizin Pemegang Hak Cipta bisa terkena sanksi pidana Pasal 113 ayat (3) UU Hak Cipta.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 6 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Penyanyi cover asal Sulawesi Tengah Zinidin Zidan dan Tri Suaka mendadak viral dalam beberapa pekan terakhir setelah memparodikan gaya bernyanyi vokalis Kangen Band, Andika Mahesa. Hal ini sempat memicu pro dan kontra di publik lantaran parodi Andika Kangen Band yang dilakukan Zinidin Zidan terlalu berlebihan sehingga terkesan menghina.

Buntut dari persoalan ini, pengacara Andika Kangen Band melayangkan somasi kepada Zinidin Zidan dan Tri Suaka. Bahkan keduanya diminta untuk membayar royalti oleh Forum Komunikasi Artis Minang Indonesia (FORKAMI). Duo cover lagu ini juga diminta membayar royalti oleh Erwin Agam selaku pencipta lagu Emas Hantaran, serta band asal Jogja Ngatmombilung lantaran mereka sempat membawakan lagu milik kedua pihak tersebut.

Terlepas dari kasus yang menjerat keduanya, penyanyi cover memang banyak bermunculan di era digital. Biasanya mereka menyanyikan ulang lagu milik orang lain kemudian disebarluaskan lewat kanal digital bernama Youtube. Lagu-lagu tersebut kemudian banyak dinikmati oleh kalangan masyarakat luas.

Baca Juga:

Namun persoalan muncul saat penyanyi cover mengaktifkan monetisasi atas lagu-lagu yang mereka cover kemudian dipublikasi lewat akun channel Youtube. Jika ada manfaat ekonomi yang diperoleh, maka si penyanyi cover wajib membayar royalti kepada pemilik lagu asli. Untuk itu, agar tak melanggar hukum, maka penyanyi cover harus memahami aturan main terkait Hak Cipta.

Dilansir dari artikel Klinik Hukumonline “Jerat Hukum Jika Menyanyikan Lagu Orang Lain Tanpa Izin”, perlindungan hak cipta lagu diatur dalam UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Dalam Pasal 1 angka 2 UUHC, pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Sedangkan yang dimaksud dengan ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata (Pasal 1 angka 3 UUHC).

Hak cipta lagu dan pencipta tentunya merupakan hal yang sangat penting bagi para pekerja intelektual di bidang seni ini. Hak Cipta lagu adalah hak eksklusif Pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu lagu dapat didengar. Hak Cipta lagu lahir secara otomatis bukan pada saat lagu tersebut selesai direkam, akan tetapi hak cipta lagu lahir secara otomatis pada saat lagu tersebut sudah bisa didengar, dibuktikan dengan adanya notasi musik dan atau tanpa syair sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 1 UUHC.

Seorang Pencipta yang meyakini karyanya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi sangat disarankan untuk mendaftarkan hak ciptanya. Bagi Pencipta sendiri ada dua hak yang timbul dari lagu ciptaannya tersebut yaitu Hak Moral dan Hak Ekonomi. Hak Moral menurut Pasal 5 ayat (1) UUHC merupakan hak yang melekat secara abadi pada diri Pencipta untuk: tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian Ciptaannya untuk umum; menggunakan nama aliasnya atau samarannya; mengubah Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat; mengubah judul dan anak judul Ciptaan; dan mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi Ciptaan, mutilasi Ciptaan, modifikasi Ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Sedangkan Hak Ekonomi merupakan hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas Ciptaan (Pasal 8 UUHC 2014). Hak ekonomi Pencipta sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) UUHC 2014 adalah untuk melakukan: Penerbitan Ciptaan; penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; Penerjemahan Ciptaan; Pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan; Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; Pertunjukan Ciptaan; Pengumuman Ciptaan; Komunikasi Ciptaan; dan Penyewaan Ciptaan.

Hak ekonomi tadi bisa “bekerja” secara maksimal dalam hukum Hak Cipta jika, pertama, memberikan Lisensi atas Hak Cipta kepada Pihak Lain. Seorang Pencipta lagu bisa memberikan lisensi atas lagunya kepada pihak lain. Dengan memberikan lisensi atas lagunya kepada pihak lain, Pencipta lagu mendapatkan royalti.

Yang dimaksud dengan Royalti dalam Pasal 1 angka 21 UUHC adalah imbalan atas pemanfaatan Hak Ekonomi suatu Ciptaan atau Produk Hak Terkait yang diterima oleh Pencipta atau pemilik hak terkait. Sedangkan yang dimaksudkan dengan Lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemilik Hak Terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas Ciptaannya atau produk Hak Terkait dengan syarat tertentu (Pasal 1 angka 20 UUHC).

Dalam UUHC, Lisensi ini diatur pada Pasal 80–Pasal 83. Kecuali diperjanjikan lain, Pencipta berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis selama jangka waktu tertentu. Penentuan besaran Royalti dan tata cara pemberian Royalti dilakukan berdasarkan perjanjian Lisensi antara Pencipta dan penerima Lisensi.

Dengan memberikan lisensi atas hak cipta tersebut kepada pihak lain, hak ekonomi Pencipta tereksploitasi dalam bentuk sebagaimana disebut dalam Pasal 9 ayat (1) UUHC yang telah disebut di atas yaitu: menerbitkan, menggandakan dalam segala bentuk, menerjemahkan, mengadaptasikan, mengaransemen, atau mentransformasi, mendistribusi, mempertunjukkan, mengumumkan, mengkomunikasikan dan menyewakan.

Kedua, pengalihan Hak Cipta. Seorang Pencipta lagu biasanya berhubungan dengan Produser. Dalam UUHC Produser ini disebut sebagai Produser Fonogram yaitu orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi baik perekaman pertunjukan maupun perekaman suara atau bunyi lain (Pasal 1 angka 7 UUHC). Dengan pengalihan hak cipta ini, produser membayar sejumlah royalti kepada Pencipta lagu di mana semua proses produksi dan segala hal yang berkaitan dengan fiksasi dari lagu tersebut beralih haknya kepada produser.

Hal ini sesuai dengan Pasal 16 ayat (2) huruf e UUHC yang menyatakan: Hak Cipta dapat beralih atau dialihkan, baik seluruh maupun sebagian karena perjanjian tertulis. Pengalihan hak cipta bisa dilakukan secara keseluruhan atau tidak. Hak ekonomi akan tetap berada di tangan Pencipta jika pengalihan hak cipta tidak dilakukan secara keseluruhan. Apabila hak cipta suatu lagu telah dialihkan seluruhnya atau sebagian, Pencipta tak dapat lagi mengalihkan hak untuk kedua kalinya.

Jika lagu tersebut dinyanyikan kembali oleh orang lain, maka tergantung pada perjanjian tertulis yang telah dibuat oleh Pencipta lagu dengan pihak lain atas lagu yang diciptakannya. Pihak lain tersebut bisa Publisher, Produser, atau pihak-pihak lain yang ingin menggunakannya secara komersial yaitu memanfaatkan lagu tersebut dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.

Dan jika hak ekonomi dari lagu tersebut telah dilisensikan atau dialihkan, maka rujukan yang harus dilihat adalah apa saja yang telah diperjanjikan di dalam perjanjian tertulis antara Pencipta dengan pihak lain.

Apabila yang dimaksud “lagu yang dinyanyikan kembali” ini adalah lagu yang masa perlindungan hak ciptanya telah habis, maka lagu tersebut tak lagi memiliki perlindungan hak cipta. Dalam UUHC 2014 perlindungan hak cipta lagu disebutkan berlaku selama hidup Pencipta dan terus berlangsung selama 70 tahun setelah Pencipta meninggal dunia, terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya (Pasal 58 ayat (1) UUHC).

Kemudian jika lagu dinyanyikan kembali dalam bentuk aransemen lain oleh pihak lain tanpa seizin Pencipta, maka dapat disampaikan sebagai berikut. Bicara mengenai aransemen baru sebuah lagu berarti kita bicara mengenai karya pengalihwujudan. Pasal 40 ayat (1) huruf n UUHC menyebutkan terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, basis data, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi merupakan Ciptaan yang dilindungi. Dalam bagian Penjelasan, yang dimaksud dengan "karya lain dari hasil transformasi" adalah mengubah format Ciptaan menjadi format bentuk lain. Sebagai contoh musik pop menjadi musik dangdut.

Pasal 9 ayat (1) huruf d UUHC menyatakan bahwa: Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian Ciptaan. Sedangkan menurut Pasal 40 ayat (2) UUHC, lagu yang diaransemen ulang sebagai karya lain dari hasil transformasi dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas Ciptaan asli. Ini berarti bahwa Pencipta menguasai hak untuk mengaransemen maupun melakukan transformasi lagu ciptaannya. Tidak boleh ada seorangpun yang bisa melakukan aransemen baru/transformasi atas lagunya tanpa seizin Pencipta aslinya.

Lagu yang merupakan hasil aransemen ulang atau transformasi tidak timbul hak ciptanya apabila tidak mendapatkan izin dari Pencipta. Sebagaimana prinsip lahirnya hak cipta yang menyatakan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apabila suatu ciptaan dihasilkan, tetapi bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan (yaitu melanggar hak cipta orang/pihak lain) maka hak ciptanya tentu saja tidak timbul.

Pelanggaran terhadap hak ekonomi Pencipta dalam hal transformasi hak cipta dapat dikenai sanksi pidana sebagaimana diatur pada Pasal 113 ayat (2) UUHC yang menyatakan: Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sedangkan untuk perbuatan “menyanyikan kembali”, tindakan tersebut termasuk sebagai Pengumuman. Orang yang menyanyikan kembali lagu tanpa seizin Pemegang Hak Cipta bisa terkena sanksi pidana Pasal 113 ayat (3) UUHC yang berbunyi: Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Tags:

Berita Terkait