Jangan Korupsi Dana Penanggulangan Virus Corona!
Berita

Jangan Korupsi Dana Penanggulangan Virus Corona!

Ada ancaman hukuman maksimal bagi para pelaku.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

(Baca juga: MK Diminta Pertegas Korupsi dalam Bencana Alam Dijatuhi Hukuman Mati).

Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 menyebutkan: (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar; (2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

‘Keadaan tertentu’ yang dimaksud adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan perlu ada komitmen kuat bagi aparat penegak hukum untuk mencegah atau menindak para pelaku tindak pidana korupsi apalagi pada saat terjadi bencana. Sebab selama ini pelaku kerap kali dituntut dan dihukum dengan pidana rendah, meskipun ancaman hukuman menurut aturan undang-undang cukup tinggi. 

“Harus ada pemberatan terhadap pelaku korupsi bencana. Aparat penegak hukum termasuk pengadilan juga seharusnya sadar akibat yang ditimbulkan pelaku korupsi bencana. Tuntutannya harus ada pemberatan, hukumannya juga,” pungkas Kurnia.

Kasus korupsi bencana

Dalam beberapa perkara, para pelaku korupsi yang berkaitan dengan bencana alam belum mendapat hukuman maksimal, atau lebih berat, sebagaimana dimaksudkan dalam UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Contoh pertama pada perkara korupsi penyediaan air oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di daerah bencana yang ketika itu terjadi di wilayah Donggala, Palu, Sulawesi tengah akibat terjadinya tsunami.

(Baca juga: Melihat Potensi Hukuman Mati Pelaku Korupsi Bencana Alam).

Pada Desember 2018, KPK menggelar OTT terhadap delapan pejabat PUPR yang berkaitan dengan dugaan suap proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM). Beberapa proyek pembangunan SPAM diketahui berada daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah yang saat itu baru terkena bencana tsunami. 

Dari hasil penyidikan diperoleh sejumlah tersangka yaitu Anggiat Partunggul Nahot Simaremare, Kepala Satker SPAM Strategis/ PPK SPAM Lampung, Meina Woro Kustinah, PPK SPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar, Kepala Satker SPAM Darurat, Donny Sofyan Arifin, PPK SPAM Toba-1 sebagai tersangka penerima. 

Ada pula Budi Suharto, Dirut PT WKE, Lily Sundarsih, Direktur PT WKE, Irene Irma, Direktur PT TSP, dan Yuliana Enganita Dibyo, Direktur PT TSP sebagai tersangka pemberi. Total uang suap yang diduga para pejabat Kementerian PUPR itu ialah Rp 5,3 miliar, AS$5 ribu dan Sin$22.100. Uang itu diduga merupakan bagian fee 10 persen dari total nilai proyek Rp429 miliar yang didapat oleh kedua perusahaan itu. 

Dalam proses penuntutan para tersangka tidak ada yang dituntut 10 tahun atau lebih. Anggiat misalnya yang terbukti menerima uang suap dengan total sekitar Rp5 miliar dituntut 8 tahun penjara, denda Rp400 juta subsider 4 bulan kurungan, sementara vonisnya 6 tahun denda Rp250 juta subsider 2 bulan kurungan. Meina dituntut 5,5 tahun penjara, denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan dan vonisnya 4 tahun denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan.

Nazar dituntut 8 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan dan divonis 6 tahun penjara, denda Rp250 juta subsider 2 bulan kurungan. Sedangkan Donny dituntut 5,5 tahun denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan dan divonis 4 tahun denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan. Hukuman yang dijatuhkan hakim tingkat pertama itu pun masih dapat berubah, kecuali para pihak tidak mengajukan upaya hukum lanjutan.

Tags:

Berita Terkait