Jangan Cuma ‘Jago’ Uji UU, DPD Mesti Bisa ‘Bertarung’ dengan DPR dan Pemerintah
Berita

Jangan Cuma ‘Jago’ Uji UU, DPD Mesti Bisa ‘Bertarung’ dengan DPR dan Pemerintah

Wewenang dan otoritas DPD yang sudah didapat mesti digunakan maksimal.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP
Mahkamah Konstitusi (MK) untuk kali kedua memenangkan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) atas uji materi terhadap UU No.17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). DPD memiliki kewenangan melakukan pembahasan RUU bersama DPR dan pemerintah.

“Saya malah mendukung DPD bertarung saja di ring tinju karena kewenangan dan otoritas yang sama dengan DPR dan pemerintah membahas RUU,” ujar pakar  hukum tata negara, Irman Putra Sidin, dalam sebuah diskusi di Komplek Gedung Parlemen, Rabu (23/9).

Semestinya, kata Irman, DPD tak perlu lagi melakukan uji materi UU MD3. Pasalnya, DPD  telah menang mengajukan uji materi terhadap UU MD3 sebelum revisi, yakni UU No. 27 Tahun 2009. MK kala itu memenangkan DPD terkait dengan kewenangan melakukan pembahasan RUU bersama dengan DPR dan pemerintah.

Dengan kali keduanya DPD memenangkan uji materi pasal UU MD3 yang muatan materinya sama, maka DPD mesti membuktikan kiprahnya bersama DPR dan pemerintah. Irman berpandangan DPD mesti memperjuangkan aspirasi daerah dengan penyusunan dan pembahasan RUU.

“Kita mau lihat skillnya (DPD) bisa mengimbangi (DPR dan pemerintah, red) atau tidak. Tapi ternyata malah menguji lagi UU tadi. Harusnya DPD memperjuangkan daerah,” katanya.

Lebih jauh, mantan dosen Universitas Indonesa Unggul itu berpandangan wewenang dan otoritas yang sudah didapat mesti digunakan maksimal. Sebaliknya, jika DPD enggan berjuang setara dengan DPR dan pemerintah, itu menunjukan DPD tidak memiliki ‘taring tajam’.

“Kita ingatkan, DPD coba lawan itu DPR untuk memperjuangkan nasib. Kalau gagal memperjuangkan dirinya, bagaimana memperjuangkan nasib daerah. Ini koreksi DPD, bahwa DPD bukan menguji UU, tapi membuat UU bersama pemerintah dan DPR,” ujarnya.

Koordinator Tim Litigasi DPD John Pieris berpandangan, MK telah resmi mengembalikan kewenangan DPD untuk membahas RUU secara tripatrit bersama dengan DPR dan pemerintah. Makanya, DPD memiliki kewenangan setara dengan DPR dan pemerintah. Selain itu, DPD dapat melakukan pembahasan anggaran bersama DPR dan Pemerintah. Misalnya, ketika DPD mengajukan pagu anggaran 2016, maka DPR tidak boleh sewenang-wenang menghapusnya.

“Tapi DPD berwenang membahas bersama-sama. Kita ucapkan terimakasih kepada MK,” katanya.

Lebih jauh, anggota DPD asal Maluku itu mengatakan pembuatan, penyusunan dan pembahasan RUU dilakukan secara terpadu antara kamar DPD, DPR dan pemerintah. dengan begitu nantinya DPD dapat lebih maksimal melakukan pengawalan terhadap kepentingan daerah.

Dengan dikabulkannya permohonan DPD, maka secara otomatis Tata Tertib (Tatib) dalam melakukan pembahasan RUU mesti diubah. Ia menilai perubahan UU MD3 pun berdampak pada perubahan Tatib. Lebih jauh, ia berpandangan kewenangan legislasi tak saja dimiliki DPR, tetapi pemerintah dan DPD. 

“Presiden juga punya fungsi legislasi, karena produk politik maka harus melakukan kompromi ideal dengan kamar lain untuk membangun bangsa,” pungkasnya.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menegaskan posisi DPD dalam proses pembahasan RUU bersama DPR dan Presiden. MK mengabulkan sebagian pasal pengujian UU No. 17 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

Dalam putusan bernomor 79/PUU-XII/2014 yang diajukan DPD ini, MK memberi tafsir inkonstitusional bersyarat Pasal71 huruf c, Pasal 166 ayat (2), Pasal 250 ayat (1), Pasal 277 ayat (1) UU MD3 ini. Intinya, MK mempertegas keterlibatan wewenang DPD ketika mengajukan dan membahas RUU dengan sebuah naskah akademik terkait otonomi daerah, pembentukan/pemekaran, pengelolaan sumber daya alam dan kemandirian anggaran DPD.

Pasal 71 huruf c UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai,“membahas rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, DPR, atau DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden.” 

Sedangkan, Pasal 250 ayat (1) UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945sepanjang tidak dimaknai, “Dalam melaksanakan wewenang dan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 249, DPD memiliki kemandirian dalam menyusun anggaran yang dituangkan ke dalam program dan kegiatan disampaikan kepada Presiden untuk dibahas bersama DPRsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.” 
Tags:

Berita Terkait