Jaminan Pensiun PNS Berisiko Tergerus dalam Peralihan PT Taspen ke BPJS
Berita

Jaminan Pensiun PNS Berisiko Tergerus dalam Peralihan PT Taspen ke BPJS

Peralihan juga dikhawatirkan dapat merugikan secara imateriil karena pada sistem pencairan tunjangan saat ini dianggap sudah mudah bagi para pensiunan PNS.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Sidang gugatan peralihan program jaminan atau tunjangan pensiun dan tabungan hari tua pegawai negeri sipil (PNS) dari PT Taspen (Persero) menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketengakerjaan saat ini sedang berjalan di Mahkamah Konstitusi (MK).  Gugatan tersebut diajukan oleh 14 pemohon yang merupakan pensiunan pejabat PNS dan PNS aktif, termasuk salah satunya adalah Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Prof Mohammad Saleh bersama 14 orang.

 

Kuasa hukum pemohon, Andi Muhammad Asrun, menjelaskan peralihan ini berisiko merugikan seluruh penisunan PNS karena terdapat pengurangan signifikan jumlah jaminan pensiun yang diterima setiap bulan setelah pengelolaannya dialihkan kepada BPJS Kesehatan.

 

Dia menjelaskan peralihan tersebut akan berdampak penghilangan dan pengurangan nilai tunjangan seperti komponen pensiunan pokok, tunjangan istri, tunjangan beras, tunjangan kematian, tunjangan hari raya, hingga tunjangan pensiun 13.

 

Selain itu, peralihan ini juga dikhawatirkan dapat merugikan secara imateriil karena pada sistem pencairan tunjangan saat ini dianggap sudah mudah bagi para pensiunan PNS tersebut.

 

“Tunjangan yang diterima bisa menyusut misalnya pemohon bisa menerima Rp 4,5 juta per bulan namun dengan beralihnya ini berkurang signifikan. Misalnya tunjangan pensiun 13 yang tadinya diterima ketika dialihkan menjadi tidak ada lagi. Kami berharap MK menyatakan tidak berlaku ketentuan (peralihan) ini,” jelas Asrun, Selasa (4/2).

 

Menurut Asrun, penurunan nilai tunjangan tersebut bertentangan dengan azas pembentukan undang-undang. Seharusnya, pembentukan undang-undang tersebut harus meningkatkan nilai tambah bagi masyrakat. Selain itu, dia  juga menjelaskan peralihan pengelolaan PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan paling lama pada 2029 menimbulkan ketidakpastian hukum.

 

“Aturan ini menimbulkan ketidakpastian bagi para pemohon terhadap pelaksanaan hak konstitusionalnya untuk mendapatkan jaminan sosial,” jelasnya.

 

Perlu diketahui, para pemohon mengajukan gugatan dalam UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada asal 57 huruf f, Pasal 65 ayat 2 dan Pasal 66. Pasal-pasal tersebut menyatakan tentang peralihan pengelolaan tunjangan pensiun dari PT Taspen menjadi BPJS Ketenagakerjaaan. Dengan peralihan tersebut, formula perhitungan komponen tunjangan turut berubah.

 

Untuk perhitungan formula tunjangan pensiun saat ini mengacu pada UU No.11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai. Sedangkan, saat peralihan nantinya mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

 

(Baca: Peralihan PT Taspen ke BPJS Dipersoalkan, Ini Tanggapan Pemerintah)

 

Salah seorang pemohon, Achyar Hanafi, menyatakan kekhawatirannya pada peralihan pengelolaan tunjangan pensiun ini. Dia menghitung akan terdapat perbedaan penerimaan drastis dari tunjangan pensiun yang diterima saat ini dibandingkan dengan pengelolaan BPJS yang mengacu PP 45/2015.

 

“Hitung-hitungan saya dihitung berdasarkan gaji pokok, tunjangan istri 10 persen dan tunjangan beras dan lainnya ditotal sekitar Rp 4,6 juta. Kalau saya bandingkan lagi setelah dilihat di BPJS Ketenagakerjaan dasarnya PP 45/2015 pengaturan pokok pensiun maka saya hanya dapat Rp 1,7 juta karena tidak dikenal adanya tunjangan istri dan anak kemudian tunjangan beras juga tidak ada,” jelas Hanafi.

 

Pemohon lainnya, RS Kamso menyayangkan soal peralihan ini karena secara historis PT Taspen dengan PNS sangat berkaitan erat dengan membayar iuran kepada perseroan selama masa pengabdian puluhan tahun. Namun, dengan peralihan ini maka ada kerugian materi tunjangan pensiunan yang diberikan tidak diterima dari jumlah seharusnya.

 

“Taspen dilahirkan oleh PNS sehingga tidak bisa dipisahkan keduanya, ini bagaikan tubuh dan daging. Kerugian imaterial sangat jelas bahwa hubungan baik begitu panjang dikejutkan dengan pengalihan tadi yang menabrak ketentuan efektif dalam UU yangmasih berjalan. Dan lucunya lagi, pengalihan itu menjanjikan paling lama 2029, ini jadi ketidakpastian hukum dan merugikan secara imateri karena mengganggu secara psikologis para pensiunan,” jelas Kamso.

 

Sebelumnya, pemerintah menilai PT Taspen dalam kewenangannya melaksanakan program jaminan yang diperuntukkan bagi pekerja/pegawai pada kementerian/lembaga negara termasuk pejabat dan pensiunan ASN/PNS. Berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan, yang melaksanakan program jaminan bagi para pekerja selain pekerja negara.

 

“Saat ini, regulasi program jaminan sosial yang dilaksanakan PT Taspen berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan HAM Ardiansyah mewakili Pemerintah dalam sidang lanjutan uji materi UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) terkait peralihan PT Taspen ke BPJS Ketenagakerjaan di ruang sidang MK, Senin (16/1/2020) lalu seperti dikutip situs resmi MK.

 

Menurut pemerintah, dengan berbedanya regulasi antara program jaminan sosial PT Taspen dan BPJS Ketenagakerjaan, maka menjadi tidak jelas kerugian apa yang akan dialami para pemohon dalam perkara ini. 

 

Ardiansyah menguraikan sebelum adanya BPJS yang berdasarkan UU BPJS, Indonesia telah menyelenggarakan beberapa program jaminan sosial bagi tenaga kerja swasta dan PNS. Bagi PNS telah dikembangkan program dana tabungan dan asuransi pegawai negeri yakni PT Taspen. Sedangkan untuk program asuransi kesehatan dikelola dan diberikan PT Askes.

 

Kemudian, kedua bentuk jaminan ini melebur menjadi BPJS Kesehatan dan beroperasi dalam menyelenggarakan program jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat, termasuk bagi PNS. Sedangkan PT Taspen diberikan kewenangan untuk melaksanakan program hari tua dan program pembayaran pensiun PNS sampai dengan pengalihan menjadi BPJS Ketenagakerjaan paling lambat hingga 2029.

 

Diakui Ardiansyah, dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial berdasarkan UU BPJS merupakan badan yang ditunjuk untuk melaksanakan jaminan penyelenggaraan sosial nasional secara menyeluruh dan terpadu guna menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya.

 

“Sekalipun PT Taspen diatur sebagai lembaga penyelenggara jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian bagi ASN. Namun, keberadaannya sebagai perusahaan perseroan yang dibentuk pemerintah masih diakui keberadaannya dalam melaksanakan tugas-tugas selama masa peralihan sesuai dengan UU BPJS,” terang Ardiansyah.

 

Tags:

Berita Terkait