Jalani Aturan BI, Semua Pihak Perlu Konsisten Gunakan Rupiah
Berita

Jalani Aturan BI, Semua Pihak Perlu Konsisten Gunakan Rupiah

Agar Rupiah tetap kokoh, bukan hal yang berlebihan jika penegakan hukum perlu digalakan.

YOZ
Bacaan 2 Menit
Foto: SGP
Foto: SGP

[Versi Bahasa Inggris]

Mata uang merupakan salah satu simbol kedaulatan suatu Negara. Untuk itu, sudah sepatutnya masyarakat Indonesia mencintai Rupiah. Caranya mudah, dengan melakukan berbagai transaksi memakai Rupiah, bukan mata uang asing. Bank Indonesia meyakini, selain dapat menjaga kedaulatan Negara, penggunaan Rupiah bisa menjaga kestabilan perekonomian Nasional. Namun, semua itu membutuhkan konsistensi dari semua pihak. 

Bank Indonesia sudah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.17/3/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah NKRI, pada 31 Maret 2015. Hal ini sebagai amanat UU No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Menyusul kemudian, Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 17/11/DKSP tanggal 1 Juni 2015. Dalam kebjakan ini, BI mendorong masyarakat untuk menggunakan Rupiah dalam setiap bertransaksi. 

Sejatinya, sosialisasi kewajiban penggunaan Rupiah bukan semata-mata tugas Bank Indonesia. Masyarakat, Pemerintah dan DPR harus memiliki andil agar nilai Rupiah tidak cepat lesu dihantam mata uang asing. Agar Rupiah tetap kokoh, bukan hal yang berlebihan sepertinya jika penegakan hukum perlu digalakan.   

Pasal 21 Ayat (1) menyebutkan, “Rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah NKRI”.

SedangkanPasal 33 ayat (1) menyatakan, “Bahwa setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)”.

“Saya berharap, BI beserta instansi terkait bekerjasama untuk menyadarkan penggunaan rupiah  sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan perekonomian nasional,” kata Anggota Komisi XI DPR, Misbakhun. 

Sesuatu yang dijalani dengan konsisten akan menghasilkan hal yang positif. Begitu pula dengan sebuah kebijakan. Untuk itu, semua pihak harus mantap menerapkan aturan Kewajiban Penggunaan Rupiah, tak terkecuali perangkat penegakan hukum. “Pemerintah harus menegakan aturan tersebut dan BI harus konsisten menegaskan aturan tersebut,” ujar Misbakhun.

Untuk diketahui, aturan BI soal kewajiban penggunaan Rupiah dalam bertransaksi di dalam Negeri, lahir dikarenakan kondisi di pasar valuta asing (valas) Indonesia diwarnai tingginya permintaan valas (terutama Dolar AS) daripada pasokannya sejak 2011. Selain itu, kondisi ekonomi global saat ini turut mempengaruhi Rupiah. Rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed, telah mengakibatkan Dolar AS menguat terhadap berbagai mata uang lain di dunia, termasuk Rupiah.

Di sisi lain, tahun 2005, utang luar negeri korporasi atau swasta berjumlah sekitar 80 miliar dolar AS. Di tahun 2015, jumlahnya meningkat hingga mencapai sekitar AS$160 miliar. Selain itu, rasio pembayaran utang luar negeri swasta terhadap pendapatan ekspor, atau yang dikenal dengan istilah Debt Service Ratio (DSR) juga meningkat, dari sekitar 15 persen di tahun 2007, menjadi sekitar 54 persen pada 2015.

Pelonggaran

Pengamat ekonomi dan perbankan Aviliani mengatakan, sejauh ini Bank Indonesia sudah menjalani perannya dengan baik dalam mensosialisasikan penggunaan Rupiah. Justu dia menyayangkan kebijakan yang bertujuan baik tersebut kurang dilaksanakan dengan baik di tengah-tengah masyarakat.

“Aturannya sudah baik, tapi banyak yang belum menjalaninya saja,” kata Aviliani.

Ya, penggunaan mata uang asing memang masih terlihat di berbagai kegiatan ekonomi. Tapi perlu diketahui dalam PBI No.17/3/2015, Bank Indonesia memberi kelonggaran atau pengecualian terhadap sektor-sektor tertentu yang bertransaksi dengan menggunakan mata uang asing.

Ketentuan pengecualian tesebut untuk transaksi dalam rangka pelaksanaan APBN, perdagangan internasional, pembiayaan internasional oleh para pihak yang salah satunya berkedudukan di luar negeri, dan kegiatan usaha bank dalam valuta asing yang mengatur perbankan dan perbankan syariah.

Selain itu, transaksi surat berharga oleh pemerintah dalam valuta asing di pasar perdana dan pasar sekunder dan transaksi lainnya dalam valuta asing berdasarkan undang-undang.

Selain itu, pengecualian berlaku untuk kontrak atau perjanjian tertulis yang menggunakan valuta asing, yang dibuat sebelum 1 Juli 2015, tetap berlaku sampai berakhirnya perjanjian tertulis tersebut, sepanjang bersifat detail dan tidak ada perubahan.

Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 16 dalam PBI tersebut juga menyatakan, Bank Indonesia berwenang memberikan persetujuan kepada pelaku usaha. Persetujuan dilakukan atas dasar permohonan yang diajukan kepada BI untuk tetap dapat menggunakan valuta asing terkait proyek infrastruktur strategis dan karakteristik tertentu yang memerlukan, antara lain penyesuaian sistem, pembukuan, strategi bisnis, evaluasi terhadap proses bisnis dan keuangan perusahaan.

“Ketentuan ini ditujukan untuk menegakkan kedaulatan rupiah di NKRI dan sekaligus mendukung stabilitas ekonomi makro,” kata Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI, Eni V Panggabean.

Salah satu sektor yang masih diperbolehkan bertransaksi memakai mata uang asing adalah sektor energi. Setidaknya, ada tiga kategori bisnis di sektor energi yang lolos dari kewajiban penggunaan rupiah.

Pertama, transaksi yang bisa langsung menerapkan ketentuan PBI, misalnya sewa kantor/rumah/kendaraan, gaji karyawan Indonesia, berbagai jasa pendukung sektor energi. Untuk transaksi kategori ini, diberikan waktu transisi paling lambat enam bulan untuk selanjutnya menyesuaikan pelaksanaan PBI.

Kedua, transaksi yang masih membutuhkan waktu agar bisa menerapkan ketentuan PBI. Misalnya, bahan bakar (fuel), transaksi impor melalui agen lokal, kontrak jangka panjang, kontrak multi-currency. Ketiga, transaksi yang secara fundamental sulit memenuhi ketentuan PBI karena berbagai faktor antara lain regulasi pemerintah. Misalnya, gaji karyawan ekspatriat, jasa pengeboran dan sewa kapal.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sudirman Said, mengatakan pihaknya mendukung penuh PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah. kementerian yang dipimpinnya akan secara aktif berkontribusi agar tujuan dari dikeluarkannya kebijakan ini dapat semaksimal mungkin tercapai. “Kami mendukung penuh kebijakan BI ini,” kata Sudiman.

Tags:

Berita Terkait