Jalan Terjal Penegakan Ganti Rugi Korban Korupsi Bansos
Terbaru

Jalan Terjal Penegakan Ganti Rugi Korban Korupsi Bansos

Tim advokasi korban kecewa atas putusan majelis hakim yang menolak permohonan penggabungan gugatan terhadap perkara eks Mensos Juliari Peter Batubara dengan alasan alamat Juliari berada di Jakarta Selatan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi pemberian bantuan sosial Covid-19. Foto: RES
Ilustrasi pemberian bantuan sosial Covid-19. Foto: RES

Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos menyatakan kekecewaannya terhadap Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menolak permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian korban korupsi bansos dalam perkara Mantan Menteri Sosial, Juliari P Batubara pada Senin (12/7). Penolakan ini menjadi jalan terjal bagi pemulihan korban korupsi bansos yang telah dirugikan dari kejahatan tersebut.

Kuasa Hukum Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos, Muhamad Isnur, menyatakan alasan penolakan tersebut janggal, yakni terkait isu kompetensi relatif dan absolut pengadilan. Menurutnya, alasan tersebut menunjukkan ketidakberpihakan pengadilan terhadap isu pemberantasan korupsi.

“Menurut pertimbangan Hakim (yang sekaligus merupakan Ketua PN Jakarta Pusat) dalam penetapan penggabungan perkara gugatan ganti kerugian ini telah memenuhi syarat karena mengajukan permohonan sebelum penuntutan, namun alasan penolakan mengacu pada Hukum Acara Perdata karena tidak sesuai dengan alamat tempat tinggal Juliari Batubara di Jakarta Selatan,” jelas Isnur dalam jumpa pers secara daring, Selasa (13/7).

Menurutnya penting untuk diketahui sebelumnya, konsep penggabungan perkara gugatan ganti kerugian ini menyatu dengan perkara yang sedang berjalan. Sehingga, alasan lokasi tersebut tidak dapat diterima karena perkara korupsi bansos tersebut disidangkan di Pengadilan Tipikor.

“Jadi, pertanyaan sederhananya bagaimana mungkin menggabungkan perkara di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sedangkan tergugat sedang disidangkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta?” ungkap Isnur. (Baca: Penggabungan Perkara Ganti Kerugian dalam Persidangan Korupsi Bansos)

Secara normatif, dia menambahkan independensi hakim dibatasi oleh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, namun independensi hakim harus dipertahankan bagi setiap hakim agar tidak mudah terpengaruh iming-iming dengan mengusung kepentingan pihak tertentu maupun pihak lainnya. Selain itu, pelaksanaan tugas peradilan harus berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Kuasa Hukum Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos lainnya, Nelson Nikodemus Simamora, menyampaikan penolakan penggabungan tersebut dikhawatirkan terdapat intervensi yang mengakibatkan penetapan ganjil seperti itu. Dia menjelaskan berdasarkan ketentuan Pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 35 United Nations Convention against Corruption (UNCAC), hakim ketua sidang dapat menetapkan untuk penggabungan perkara ganti kerugian kepada perkara pidana tersebut.

Dia juga menyampaikan negara wajib menjamin agar orang yang mendapat kerugian akibat perbuatan korupsi mempunyai hak untuk mengajukan tuntutan hukum untuk memperoleh kompensasi.

“Dengan demikian sudah sangat jelas siapa yang berhak mengadili penggabungan perkara gugatan ganti kerugian, yaitu majelis hakim yang mengadili perkara pidananya. Sehingga, tindakan yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi itu telah melanggar banyak ketentuan,” jelasnya.

Nelson menambahkan demi menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku Hakim, Komisi Yudisial harus memeriksa Majelis Hakim tersebut terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, pelanggaran hukum acara, baik yang dilakukan dengan sengaja maupun karena ketidakpahaman di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Sejak ditetapkannya mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara sebagai tersangka, Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos sudah berupaya meminta penuntasan kasus tersebut melalui petisi www.change.org/bongkarkorupsibansos yang sudah didukung lebih dari 32 ribu tanda tangan. Salah satunya dengan penggabungan gugatan ganti rugi.

Keputusan Majelis Hakim menolak gugatan ganti rugi dianggap mengecewakan bagi tim advokasi dan korban dan menjadi gambaran betapa hukum belum berpihak pada korban. Permohonan penggabungan gugatan ganti kerugian yang diajukan oleh 18 korban korupsi bansos terhadap Juliari.

Untuk diketahui, menyusul melonjaknya angka penyebaran Covid-19, pemerintah memutuskan untuk memberlakukan PPKM darurat. Pada APBN 2021, pemerintah mengalokasikan Rp 408,8 triliun untuk program perlindungan sosial. Keseluruhan program tersebut diantaranya, yaitu Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Sembako, Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Desa, Kartu Prakerja, Bantuan Presiden Produktif Usaha Mikro (BPUM), dan subsidi listrik.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mewanti-wanti agar penyelewengan dana bansos tidak Kembali terjadi. ICW sepakat bahwa program bansos perlu ditingkatkan, khususnya di tengah PPKM darurat, namun perlu ada mitigasi korupsi. Korupsi pengadaan dapat dimitigasi dengan mengefektifkan peran pengawas internal dan mengaktifkan pengawasan masyarakat yang diawali dengan keterbukaan informasi terkait program-program pemerintah, berikut informasi pengadaan dan realisasinya.

“Sedangkan untuk menghindari dan menangani petty corruption, perlu dibuat mekanisme komplain yang lebih efektif dan berkelanjutan,” kata Peneliti ICW Almas Sjafrina beberapa waktu lalu.

Tags:

Berita Terkait