Jaksa Mentahkan Eksepsi Rekanan Korlantas
Berita

Jaksa Mentahkan Eksepsi Rekanan Korlantas

Pelimpahan penyidikan simulator ke KPK bukan karena pidato Presiden, tapi karena ada duplikasi penyidikan.

NOV
Bacaan 2 Menit
Jaksa Mentahkan Eksepsi Rekanan Korlantas
Hukumonline

Penuntut umum pada KPK, Medi Iskandar Zulkarnain menganggap semua dalil keberatan (eksepsi) terdakwa korupsi pengadaan driving simulator roda dua (R2) dan roda empat (R4) Budi Susanto sudah sepatutnya ditolak. Pasalnya, materi eksepsi yang dikemukakan rekanan korlantas ini bukan termasuk lingkup materi eksepsi.

Sesuai Pasal 156 ayat (1) KUHAP, materi pokok eksepsi meliputi tiga hal. Pertama, kewenangan pengadilan mengadili suatu perkara. Kedua, dakwaan tidak dapat diterima, dan ketiga, surat dakwaan harus dibatalkan. Surat dakwaan dapat dinyatakan batal demi hukum apabila surat dakwaan kabur (obscuur libel).

Menurut penuntut umum, surat dakwaan sudah memuat tanggal, tanda tangan, identitas terdakwa, locus dan tempus delicti, serta menguraikan semua unsur delik secara jelas dan cermat. Adapun pendapat Budi mengenai penyidikan yang menjadi dasar penuntutan tidak sah, akan dijelaskan tersendiri.

Dalam eksepsinya, Budi menyatakan surat dakwaan penuntut umum dibuat dari hasil penyidikan yang tidak sah. KPK mengambil alih penyidikan simulator dari Mabes Polri karena Presiden SBY yang meminta melalui pidatonya. Alasan pengambilalihan tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 9 UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.

Atas pendapat itu, Medi menganggap Budi telah keliru menafsirkan surat dakwaaan penuntut umum. Ia menjelaskan, sesuai Pasal 11 UU KPK, komisi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum dan/atau penyelenggara negara.

"Sehingga, dalam hal ini, KPK memiliki kewenangan secara yuridis melakukan penyidikan perkara korupsi pengadaan driving simulator uji klinik R2 dan R4 dengan terdakwa Irjen (Pol) Djoko Susilo dan terdakwa Budi Susanto. Bukan karena alasan pidato presiden," katanya, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (24/9).

Kemudian, mengenai pelimpahan penyidikan perkara simulator oleh Mabes Polri, Budi juga dianggap salah menafsirkan Pasal 9 UU KPK. Medi menyatakan, apabila terdakwa mencermati ketentuan Pasal 50 ayat (3) dan (4) UU KPK, maka akan diperoleh pemahaman secara utuh mengenai penyidikan yang dilakukan KPK.

Ia melanjutkan, pelimpahan penyidikan simulator bukan didasarkan atas adanya pengambilalihan sebagaimana dimaksud Pasal 9 UU KPK, melainkan karena terjadi duplikasi kegiatan penyidikan simulator antara Mabes Polri dan KPK. Oleh karena itu, ketentuan yang berlaku adalah Pasal 50 ayat (3) dan (4) UU KPK.

Pasal 50 ayat (3) UU KPK menentukan, jika KPK sudah mulai melakukan penyidikan suatu perkara, Kepolisian atau Kejaksaan tidak berwenang lagi melakukan penyidikan perkara tersebut. Dalam hal penyidikan dilakukan secara bersamaan, sesuai ayat (4), penyidikan Kepolisian atau Kejaksaan harus segera dihentikan.

Lebih lanjut, pada penjelasan Pasal 50 ayat (4), yang dimaksud dengan dilakukan secara bersamaan terhitung saat hari dan tanggal dimulainya penyidikan. Medi mengungkapkan, KPK memulai penyidikan perkara simulator berdasarkan Sprin.Dik-37/01/VII/2012 tanggal 27 Juli 2012.

Sementara, Mabes Polri baru menetapkan Djoko Susilo dan Budi Susanto sebagai tersangka berdasarkan Sprin.sidik/184a dan 185a/VII/2012 tanggal 31 Juli 2012.  "Sesuai Pasal 50 ayat (3) dan (4) UU KPK, KPK berhak melakukan penyidikan perkara a quo. Tidak perlu menunggu pelimpahan perkara dari Mabes Polri," ujar Medi.

Selain itu, ia merasa perlu menyampaikan bahwa makna "penghentian penyidikan" yang dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) dan (4) UU KPK bukan penghentian dalam artian penanganan perkara (status hukum). Namun, lebih kepada penghentian kegiatan penyidikan oleh Kepolisian atau Kejaksaan.

Dengan demikian, Medi berpendapat, penyidikan perkara simulator yang digunakan penuntut umum KPK sebagai dasar untuk membuat surat dakwaan adalah sah dan tidak bertentangan dengan hukum. Ia menilai keberatan terdakwa tidak berdasar dan sudah seharusnya ditolak majelis hakim.

Terkait dengan materi eksepsi mengenai penyelesaian perdata yang seharusnya ditempuh berdasarkan perjanjian kontrak pengadaan antara Korlantas dan penyedia barang, menurut Medi juga sudah sepatutnya ditolak. Sama halnya dengan materi eksepsi yang mempermasalahkan penyitaan harta Budi.

Medi beralasan materi eksepsi yang dipersoalkan Budi sudah memasuki pokok perkara yang nantinya harus dibuktikan di persidangan. Atas dasar itu, ia meminta majelis menyatakan surat dakwaan penuntut umum telah disusun sebagaimana ketentuan perundang-undangan dan melanjutkan pemeriksaan perkara ini.

Ketua majelis hakim Amin Ismanto mengagendakan pembacaan putusan sela pada Selasa, 1 Oktober 2013. Usai sidang, pengacara Budi Susanto, Rufinus Hotmaulana Hutauruk mengatakan bantahan mengenai pidato Presiden tidak masuk akal. "Padahal semua tahu, SBY yang membuat (penyidikan simulator) pindah ke KPK," tuturnya.

Tags: