Jaksa Kasasi Putusan Rekanan Chevron
Berita

Jaksa Kasasi Putusan Rekanan Chevron

Majelis banding tidak membebankan uang pengganti kepada PT SJ dan PT GPI karena kedua perusahaan tidak menjadi subyek dalam perkara.

NOV
Bacaan 2 Menit
Jaksa Kasasi Putusan Rekanan Chevron
Hukumonline

Selain membatalkan putusan Pengadilan Tipikor Jakarta atas nama Direktur PT Green Planet Indonesia Ricksy Prematuri, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta juga membatalkan putusan Direktur PT Sumigita Jaya Herland bin Ompo. Keduanya merupakan terdakwa korupsi bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI).

Humas PT DKI Jakarta Achmad Sobari mengatakan, dalam putusan No.27/Pid/Tpk/2013/PT.DKI tanggal 18 September 2013 itu, majelis mengadili sendiri perkara Herland. Majelis membebaskan Herland dari dakwaan primair, tapi menyatakan Herland terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan subsidair.

Majelis menyatakan Herland terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP. "Majelis menjatuhkan pidana penjara selama tiga tahun dan denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata Sobari, Rabu (2/10).

Ia melanjutkan, majelis tidak membebankan uang pengganti kepada Herland dan Ricksy karena kedua terdakwa tidak terbukti menikmati uang hasil korupsi. Adapun uang pengganti yang dalam putusan sebelumnya dibebankan kepada PT SJ dan PT GPI, masing-masing AS$6,9 juta dan AS$3,089 juta, dianulir majelis banding.

Sobari menjelaskan, pidana tambahan berupa uang pengganti tidak bisa serta merta dibebankan kepada korporasi, walau kedua perusahaan itu terbukti menikmati uang hasil korupsi. "Alasannya, perusahaan yang menikmati hasil tindak pidana korupsi tidak dijadikan subyek dalam perkara tersebut," ujarnya.

Menanggapi putusan banding Herland dan Ricksy, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Setia Untung Arimuladi mengatakan penuntut umum telah mengajukan kasasi. Permohonan kasasi dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah didaftarkan sejak Senin, 30 September 2013.

Kasasi itu diajukan karena penuntut umum menganggap majelis banding telah salah menerapkan hukum. Namun, Untung tidak mengungkapkan secara detai materi-materi keberatan apa saja yang dipermasalahkan penuntut umum. "Materi kasasinya nanti akan dikemukakan dalam memori kasasi," tuturnya.

Sementara, pengacara Herland, Lindung Sihombing mengaku belum menerima putusan banding kliennya. Walau begitu, kemungkinan Herland akan mengajukan kasasi. Ssedari awal, Herland menganggap perkara ini tidak seharusnya ada. PT SJ hanya menjalankan pekerjaan sesuai kontrak yang ditandatangani dengan PT CPI.

"Saya belum baca putusannya, tapi saya rasa dihukum satu tahun pun kami akan kasasi. Berdasarkan fakta-fakta persidangan, tidak ada satupun bukti yang menunjukan kesalahan kontraktor. Kerugian negara juga tidak bisa dibuktikan.  Ahlinya dari mana, kami tidak ngerti. Seharusnya klien kami dibebaskan," katanya.

Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menghukum Herland dan Ricksy masing-masing dengan pidana penjara selama enam dan lima tahun. Kedua terdakwa dianggap terbukti melakukan korupsi sebagaimana dakwaan primair, Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 KUHP.

Berawal dari penandatangan kontrak antara PT CPI dengan PT SJ dan PT GPI. Kontrak meliputi pelaksanaan dasar-dasar pengoperasian, perawatan, dan pengelolaan untuk fasilitas bioremediasi tanah terkontaminasi Minyak (Soil Bioremediasi Facility-SBF) di beberapa lokasi Sumatera Light North (SLN) dan Sumateri Ligth South (SLS).

Lingkup pekerjaan PT SJ dan PT GPI diantaranya memisahkan tanah terkontaminasi yang memiliki Total Petroleum Hidrokarbon (TPH) 3000-10000 mg/kg dari lokasi SBF. Majelis menilai pekerjaan PT SJ dan PT GPI sebagai pekerjaan pengolahan limbah tanah terkontaminasi minyak bumi secara biologis dengan metode bioremediasi.

Namun, kedua perusahaan itu tidak memiliki izin pengolahan limbah sebagaimana diwajibkan Pasal 3 Kepmen LH No 128 Tahun 2003, Pasal 40 ayat (1) huruf a PP No 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Beracun dan Berbahaya , serta Pasal 59 ayat (4) UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

PT SJ dan PT GPI juga menyalahi Kepmen LH No.128 Tahun 2003 karena mengolah tanah yang tidak terkontaminasi minyak. Kepmen LH mempersyaratkan konsentrasi maksimum TPH awal sebelum pengolahan biologis tidak lebih dari 15 persen. Nyatanya, berdasarkan hasil pengujian sampel tanah, TPH sama dengan nol persen.

Dengan demikian, perbuatan Herland dan Ricksy yang melakukan kontrak kerja dengan PT CPI dianggap majelis sebagai perbuatan melawan hukum. Padahal, PT CPI telah membayarkan biaya-biaya sejumlah AS$6,9 juta kepada PT SJ dan AS$3,089 juta kepada PT GPI untuk pekerjaan bioremediasi.

Menurut majelis, biaya-biaya itu telah diperhitungkan BP Migas sebagai cost recovery, yang berdampak pada pengurangan pendapatan negara. Terlebih lagi, setelah sekian lama BP Migas tidak mengoreksi cost recovery tersebut. Sesuai penghitungan BPKP, kerugian keuangan negara untuk kedua perkara mencapai AS$9,9 juta.

Tags:

Berita Terkait