Jaksa Beberkan Peran Ferdy Sambo dalam Pembunuhan Brigadir J
Utama

Jaksa Beberkan Peran Ferdy Sambo dalam Pembunuhan Brigadir J

Ferdy Sambo menyusun rencana pembunuhan hingga turut eksekusi Brigadir J.

Ferinda K Fachri
Bacaan 5 Menit
Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Foto: FKF
Terdakwa Ferdy Sambo saat menjalani sidang perdana pembacaan dakwaan di ruang sidang PN Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). Foto: FKF

Setelah melalui berbagai dinamika dalam proses penyidikan kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J), akhirnya perkara ini bergulir ke Pengadilan. Dalam Nomor Registrasi Perkara PDM-242/JKTSL/10/2022, Tim Jaksa dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menyampaikan surat dakwaan atas nama Ferdy Sambo (FS). Mantan Kepala Divisi Profesi Pengamanan Mabes Polri itu didakwa dugaan pembunuhan berencana bersama Terdakwa Putri Candrawathi, Ricky Rizal Wibowo (RR), Richard Eliezer Pudihang Lumiu (RE), Kuat Ma'ruf (KM) (dalam dakwaan terpisah) dan dakwaan obstruction of justice atau lazim disebut dakwaan kumulatif.

Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) alur peristiwa pembunuhan berencana bermula dari terjadinya keributan antara J dengan Kuat Ma'ruf (KM). Kemudian Putri Candrawathi (PC) menghubungi Richard Eliezer Pudihang Lumiu (RE) agar dirinya bersama Ricky Rizal Wibowo (RR) kembali ke rumah Magelang. Seketika RE dan RR memasuki kamar PC menanyakan 'ada apa bu', dimintakan untuk J dipanggil menemui PC.

Namun RR tidak langsung memanggil J dan mengambil senjata api milik J serta senjata laras panjang yang ada di dalam kamar tidur J untuk mengamankan keduanya ke lantai dua. Setelah menemui J, dibujuklah untuk bersedia menemui PC meski sempat ditolak. Akhirnya bersedia, keduanya ditinggalkan di kamar pribadi PC selama sekitar 15 menit. Setelah J keluar, KM menyampaikan kepada PC untuk melapor kepada FS. Meski ia belum tahu pastinya peristiwa yang terjadi.

“Setelah itu Terdakwa FS yang sedang berada di Jakarta pada Jum'at dini hari tanggal 8 Juli 2022 menerima telepon dari PC yang sedang berada di rumah Magelang sambil menangis berbicara dengan FS bahwa J telah melakukan masuk ke kamar pribadi PC dan melakukan perbuatan kurang ajar terhadap PC,” ujar Jaksa Penuntut Umum Rudy Irmawan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022).

Baca Juga:

Mendengar itu FS marah, tetapi PC inisiatif meminta FS tidak menghubungi ajudan atau yang lainnya. Mengingat J memiliki senjata dan tubuh lebih besar dibanding ajudan lain yang mendampingi PC di Magelang. Ia pun meminta untuk pulang ke Jakarta agar dapat bercerita peristiwa yang terjadi.

Pada pagi hari setelahnya, PC berangkat ke Jakarta bersama 2 unit mobil. Rombongan menuju Jakarta dengan dikawal mobil patroli Pengawal Lalu Lintas Polres Magelang. Pada pukul 15.40 WIB akhirnya rombongan tiba di rumah Saguling. Di situlah PC menemui FS di lantai tiga untuk menceritakan peristiwa yang dialami di Magelang. Dalam alur yang dituliskan JPU, meski marah setelah mendengar pengakuan PC, sebagai seorang anggota Kepolisian berpengalaman puluhan tahun dan kecerdasannya, FS memikirkan dan menyusun strategi merampas nyawa J.

RR pun dipanggil untuk menemui FS. Ketika berjumpa, FS menerangkan pada RR apa yang telah menimpa PC, melontarkan pertanyaan apakah berani menembak J. Namun RR mengatakan tidak berani karena tidak kuat mental. Dari situ RR diminta memanggil RE, kepada RE juga dijelaskan cerita PC mengenai apa yang telah terjadi di Magelang. Menerima penjelasan itu, hati RE tergerak untuk menyatukan kehendak dengan FS. Pada akhirnya FS menanyakan keberanian RE menembak J, atas pertanyaan itu dijawab RE dengan 'siap komandan'.

“Mendengar kesediaan dan kesiapan RE untuk menembak J, lalu FS langsung menyerahkan 1 kotak peluru 9 mm kepada Saksi RE disaksikan oleh PC,” ucap Penuntut Umum.

Kepada RE disampaikan perannya ialah menembak J, sedangkan FS akan memiliki peran menjaga RE. Perencanaan penembakan itu disampaikan berulang kali dengan skenario J dianggap telah melecehkan PC yang berteriak minta tolong, lalu RE datang dan J menembak RE dan dibalas tembakan lagi oleh RE. Skenario ini turut didengarkan oleh PC. Dengan pelaksanaan merampas nyawa J dilaksanakan di rumah dinas Duren Tiga.

Tak lama setelah rombongan PC, FS tiba di rumah dinas Duren Tiga pukul 17.10 WIB. Sekitar 17.11 WIB FS masuk ke dalam rumah dinas melalui pintu garasi dengan berjalan kaki seketika bertemu KM, FS memiliki raut muka marah bercampur emosi yang mengatakan dengan nada tinggi untuk memanggil RR dan J. Mendengar suara FS, RE turun ke lantai satu menemuinya, di sana FS mengatakan pada RE untuk mengokang senjatanya.

Setelah sampai di ruang tengah, FS disebut langsung memegang leher bagian belakang J mendorongnya ke depan dengan posisi berhadapan dengan FS. RE di samping kanan FS, dan KM di belakang FS dari posisi J berdiri. FS memerintah J untuk jongkok sambil mengangkat kedua tangan menghadap depan sejajar dengan dada sempat sedikit mundur, ia bertanya ada apa yang terjadi.

"Selanjutnya FS berteriak dengan suara keras kepada RE dengan mengatakan, 'woy...! kau tembak...! kau tembak cepaaat!! cepat woy kau tembak!!!' Setelah mendengar teriakan FS, RE sesuai rencana yang disusun sebelumnya langsung mengarahkan senjata api Glock-17 ke tubuh J dan menembakkan senjata api miliknya sebanyak 3 atau 4 kali hingga J terjatuh dan terkapar mengeluarkan banyak darah.”

Setelahnya FS menghampiri korban yang tergeletak tertelungkup masih bergerak kesakitan. FS yang sudah mengenakan sarung tangan hitam bermaksud memastikan J benar-benar tidak lagi bernyawa. FS menggenggam senjata api dan menembak 1 kali tepat pada bagian belakang kepala sisi kiri hingga meninggal dunia. Untuk mengelabui peristiwa asalnya, FS menembak ke arah dinding di atas tangga beberapa kali. Lalu menghampiri korban untuk menempelkan senjata api miliknya ke tangan kiri korban. Dengan tangan kiri J, FS menembak ke arah tembok di atas TV agar seolah terjadi tembak-menembak antara RE dengan J.

Korban meninggal dunia sekitar pukul 17.16 WIB. FS meminta RR mengantar PC ke rumah Saguling. Setelahnya FS berupaya mengaburkan peristiwa penembakan dengan menyebar cerita skenario yang dirancang sedemikian rupa, di samping juga dengan cara menghilangkan barang bukti yang ada di lokasi kejadian. Tak lama setelah kejadian penembakan hingga merengut nyawa J, FS menelepon Hendra Kurniawan; Benny Ali; serta Ari Cahya Nugraha untuk mendatangi rumah dinas Duren Tiga. Saksi Audi Pratowo yang mendengar suara tembakan dari rumah dinas menelepon saksi Ridwan R Soplanit untuk datang ke rumah Duren Tiga.

Tak lama HK, BA, RS, serta AC sampai di rumah Duren Tiga dimana J tergeletak pada kubangan darah. Barulah pukul 19.40 WIB dilakukan evakuasi jenazah korban J. Pada 10 Juli 2022 kemudian di rumah Saguling, RR, RE, dan KM dipanggil FS yang tengah bersama PC. Kemudian diberikan amplop putih berisi uang dollar yang bagi RR dan KM menerima setara Rp500 juta, dan untuk RE senilai Rp1 miliar. FS mengambil kembali amplop itu dengan janji memberikannya pada Agustus 2022 mendatang jika situasi telah aman. Handphone merk iPhone 13 Pro Max sebagai hadiah juga diberikan kepada ketiganya sebagai ganti handphone lama yang dirusak atau dihilangkan supaya jejak komunikasi peristiwa tidak terdeteksi.

Atas uraian peristiwa tersebut, Ferdy Sambo didakwa melanggar dakwaan kesatu primair Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 (1) ke-1 KUHP; subsidair Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Untuk dakwaan kedua terdiri atas pertama, primair Pasal 49 jo Pasal 33 UU No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; subsidair Pasal 48 ayat (1) jo Pasal 32 ayat (1) UU ITE jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Atau kedua, primair Pasal 233 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP; subsidair Pasal 221 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tags:

Berita Terkait