Jaksa Agung dan IDI Sepakati Eksekusi Mati Dengan Jarum Suntik
Berita

Jaksa Agung dan IDI Sepakati Eksekusi Mati Dengan Jarum Suntik

Seseorang yang ditembak mati umumnya menderita selama empat menit sebelum benar-benar meninggal. Akan diusulkan undang-undang untuk merubah cara eksekusi mati.

Amr
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung dan IDI Sepakati Eksekusi Mati Dengan Jarum Suntik
Hukumonline

Rapat kerja antara Komisi III DPR dan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh yang sempat vakum lebih dari tiga bulan, pada Kamis (26/5) berjalan lancar. Karena terbilang lumayan lama tidak bertemu, maka pertanyaan dari belasan anggota dewan kepada Jaksa Agung pun cukup banyak dan bervariatif.

 

Salah satu topik yang cukup banyak diulas dan menarik perhatian dalam raker kali itu adalah mengenai hukuman mati. Pertanyaan-pertanyaan seputar hukuman mati dari beberapa anggota Komisi III berkisar pada eksekusi mati terhadap terpidana kasus mutilasi Astini, dan juga kemungkinan vonis mati bagi koruptor.

 

Anggota Komisi III dari Fraksi Kebangkitan Bangsa Nursyahbani Katjasungkana berpendapat bahwa tidak sepatutnya hukuman mati seperti yang diterapkan pada Astini masih dipraktikkan di Indonesia. Pasalnya, kata Nursyahbani, hukuman mati bertentangan dengan hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar.

 

Nursyahbani yang sebelumnya dikenal sebagai aktivis perempuan tersebut menambahkan, kalaupun masih diperlukan hukuman mati lebih pantas diterapkan pada koruptor tinimbang para pelaku tindak pidana biasa. Menurutnya, korupsi adalah kejahatan luar biasa yang membawa kerugian kepada orang banyak.

 

Menanggapi hal tersebut, Abdul Rahman mengatakan bahwa selama ini Kejaksaan Agung sangat selektif dalam mempraktikkan hukuman mati bagi para pelaku kejahatan. Dia kemudian menjelaskan sejak Indonesia merdeka, kejaksaan hanya menjalankan eksekusi mati kepada sekitar 62 orang saja.

 

Sedangkan untuk kasus Astini, ujar Abdul Rahman, dituntut hukuman mati karena kejahatan yang dilakukan terlampau sadis. Dikatakannya, Astini tidak hanya membunuh tiga orang dalam satu keluarga namun kemudian memotong-motong (memutilasi) ketiga korbannya tersebut.

 

Tapi, dari proses eksekusi mati terhadap Astini tersebut Abdul Rahman dapat mengambil pelajaran penting. Kata dia, pihak yang melihat langsung proses hukuman mati mengatakan Astini sempat menderita sebelum menemui ajalnya setelah diterjang pelor sang eksekutor.

 

Saya tanya bagaimana Bu Astini dihukum mati. Katanya menderita. Ketika ditembak meninggalnya lama, kata Abdul Rahman. Ia kemudian mendiskusikan masalah tersebut dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan mendapat informasi bahwa seseorang yang ditembak mati umumnya menderita selama empat menit sebelum benar-benar meninggal.

 

Disuntik

Selanjutnya, rapat tersebut akhirnya menghasilkan suatu kesepakatan bahwa Jaksa Agung akan mengusulkan perubahan eksekusi mati yaitu dengan cara disuntik. Menurut IDI, eksekusi mati lewat suntikan relatif tidak menyebabkan penderitaan yang menyiksa si terpidana. Namun, pihak IDI menegaskan bahwa suntik mati harus tetap dilakukan oleh pihak kejaksaan.

 

Menurut IDI, mereka tidak menyuntik, tapi yang nyuntik jaksa saja. Dicapai kesepakatan, yang nyuntik jaksa tapi yang ngajarin dokternya. Katanya yang disuntik itu mabuk saja kemudian game (mati, red), cetus Abdul Rahman yang disambut derai tawa para anggota dewan. Dia mengatakan bahwa perubahan hukuman mati itu akan diusulkan lewat perubahan undang-undang ke DPR.

 

Sedangkan mengenai hukuman mati bagi koruptor, Abdul Rahman menerangkan bahwa menurut undang-undang hukuman mati bagi koruptor hanya bisa diterapkan jika dipenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut, jelasnya, yaitu adanya unsur pengulangan dan dilakukan ketika perekonomian negara dalam keadaan sulit.

 

Saya sendiri beranggapan keadaan negara kita ini sedang sulit, sehingga saya juga sudah menginstruksikan kalau memang memenuhi syarat-syarat ini hukum mati saja, apa urusannya? tegasnya.

Tags: