Jaksa Agung Bantah Kebenaran Transkrip Komunikasi dengan Megawati
Berita

Jaksa Agung Bantah Kebenaran Transkrip Komunikasi dengan Megawati

Menurut Basrief Arief, yang memfitnahnya adalah orang 'sakit'.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung Basrief Arief. Foto: SGP
Jaksa Agung Basrief Arief. Foto: SGP
Beredarnya dugaan transkrip percakapan antara Jaksa Agung Basrief Arief dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri terkait penanganan kasus proyek pengadaan bus Transjakarta menjadi pembicaraan di masyarakat. Malahan, isu tersebut menjadi panas jelang pilpres lantaran Joko Widodo yang menjabat Gubernur DKI, berstatus cuti dan sibuk menjadi Capres.

Anggota Komisi III Bambang Soesatyo mengatakan, ia lebih percaya kepada Jaksa Agung Basrief Arief ketimbang penyebar transkrip rekaman, Faisal Assegaf. Menurutnya, Faisal mengatasnamakan aktivis progres 98. Kendati demikian, Bambang Soesatyo memahami adanya ketidakpercayaan kepada korps adhiyaksa dalam penanganan kasus proyek pengadaan bus Transjakarta yang terkesan lamban.

Apalagi, kata Bambang, salah satu tersangka yakni mantan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Udar Pristono, menyebutkan secara terbuka keterkaitan Gubernur DKI Joko Widodo dalam kasus Transjakarta. Terlepas dari kasus tersebut yang ditangani penyidik, Jaksa Agung Basrief Arief mesti memberikan klarifikasi kepada publik. Setidaknya, untuk mengembalikan kepercayaan publik dalam penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan.

“Laporan transkrip itu perlu diklarifikasi. Tapi kita tidak bisa menyalahkan masyarakat karena kasus ini lambat dan berputar-putar pada orang-orang tertentu saja,” ujarnya.

Anggota Komisi III lainnya Martin Hutabarat menambahkan, dalam masa Pilpres, isu apapun dapat memanas. Terlebih, kasus tersebut mengaitkan dengan salah satu pasangan Capres. Ia menilai, masyarakat sangat peka terhadap isu dalam masa kampanye Pilpres. Kendati demikian, Martin yakin percakapan tersebut tidak benar.

“Saya katakan itu tidak benar. Tetapi saya berpikir kenapa orang banyak bertanya kepada saya. Intinya, kurang cepatnya Kejagung menangani kasus ini. Berbeda dengan KPK yang cepat dalam penanganan kasus perkara korupsi,” ujar politisi Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu.

Anggota Komisi III dari Fraksi Demokrat Benny K Harman mengatakan, menjadi bahaya ketika pembicaraan pejabat tinggi dapat disadap. Ia menilai andai saja percakapan tersebut benar, bukan tidak mungkin percakapan anggota dewan dapat dengan mudah disadap. “Apalagi kami politisi,” ujarnya.

Benny mengaku tersentak dengan laporan Jaksa Agung kepada Kapolri. Menurutnya, jika memang tidak benar adanya percakapan tersebut, tak perlu dilaporkan ke pihak kepolisian. Menurutnya, laporan ke pihak kepolisian justru membenarkan adanya percakapan tersebut.

“Berarti yang dilaporkan  itu, kepolisian harus mengejar yang fiktif itu. Faisal Assegaf itu mendapat transkrip itu dari siapa, orang KPK, itu apa maksudnya,” ujarnya.

Lebih jauh, Benny meminta pihak intelijen Kejagung melakukan penyelidikan. Apalagi, intelijen Kejagung memiliki peralatan yang cukup memadai. Ia menilai, jika memang tidak terdapat rekaman, maka kasus tersebut bagai angin lalu.

“Kalau tidak ada transkrip itu yah lupakan. Kalau memang ada, yah laporkan. Sudah jangan diikuti orang sakit, nanti ikutan sakit,” katanya.

Menanggapi cecaran sejumlah anggota dewan, Jaksa Agung Basrief mengatakan dirinya telah difitnah sebanyak tiga kali. Menurutnya, orang sakit yang telah memfitnah tersebut perlu diberikan ‘obat’. “Kalau sakit tidak diobati ya tidak sehat-sehat,” katanya.

Menurutnya, ketiga isu fitnah yang menerpa dirinya dimulai pada beredarnya surat pemeriksaan tertanggal 12 Mei 2014. Setelah dilakukan kroscek, terdapat surat keluar nomor 894 sebanyak dua kali. Pertama surat bersifat biasa. Sedangkan lainnya berupa pemanggilan kepada Kejati Sulsel.

“Jadi surat panggilan yang dikeluarkan pidsus bukan untuk Jokowi, tapi kasus terkait Bansos,” ujarnya.

Kemudian, terbitnya surat intruksi Jaksa Agung yang tercantum tandatangan Jaksa Agung. Menurut Basrief, tandatangan dapat dipalsukan dengan di-scan. Surat istruksi tersebut bernomor 006. Padahal, Jaksa Agung baru menerbitkan surat instruksi bernomor 004. Nah atas dasar itulah, Basrief perlu mengambil langkah hukum dengan peristiwa fitnah adanya transkrip percakapan dengan Megawati.

“Susah menemukan siapa yang sakit, saya tidak melaporkan secara formal ke kepolisian. Tapi saya sampaikan secara informal kepada Kapolri,” ujarnya.

Lebih jauh Basrief mengatakan, memang institusinya telah didatangani pihak yang mengatasnamakan progres 89. Kabarnya ingin memberikan rekaman pembicaran antara Basrief dengan Megawati. Akan tetapi, Progres 98 tersebut hanya menyampaikan transkrip percakapan.

“Berlebihan kalau saya bersumpah demi Allah. Tapi demi akhirat ini tidak benar pembicaraan saya dengan ibu Megawati. Kalau diam saja, saya ikut sakit. Saya menghimbau media, sudahlah mari kita hentikan hal-hal yang negatif ini. Pembicaraan saya dengan ibu Megawati tidak benar,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait