Jakarta Jangan Teruskan Bangun Mal
Utama

Jakarta Jangan Teruskan Bangun Mal

Pesona Jakarta harus dipudarkan dengan mendukung pembangunan daerah.

M Vareno Tarnes
Bacaan 2 Menit
Foto: Ilustrasi (SGP)
Foto: Ilustrasi (SGP)

Pembangunan pusat perbelanjaan (mal) di wilayah DKI Jakarta harus dihentikan untuk mengurangi peningkatan jumlah pendatang. Demikian diserukan Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Max Pohan, usai acara halal bi halal di kantor Bappenas, Selasa (6/9).

 

Menurut Max, laju pembangunan mal menjadi daya tarik bagi penduduk daerah lain, terutama pedesaan, untuk datang ke Jakarta. Mereka menjadikan Jakarta sebagai kota impian dengan harapan memperbaiki nasib.

 

Max mengharapkan, Pemerintah Daerah DKI Jakarta menerapkan jeda pembangunan mal. “Mungkin sekitar tiga hingga lima tahun, juga  untuk lebih membenahi infrastruktur yang ada sekarang. Daya tarik Jakarta itu harus dihentikan sementara,” katanya.

 

Hal ini sangat tergantung kemauan politik Pemda DKI untuk selaras dengan rencana pemerintah pusat. Salah satunya, mendorong investor swasta meningkatkan infrastruktur di daerah lain di luar Jakarta, agar menciptakan suasana yang menarik investor di daerah lain. Sebab, pemegang kewenangan untuk memberikan izin pembangunan mal adalah Pemda DKI.

 

Apalagi, hal ini sesuai dengan semangat UU No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). “Dalam UU ini sudah digariskan bahwa harus mengembangkan dan mengakselerasi pembangunan daerah di luar Jawa,” lanjut Max.

 

Sementara itu, daerah lain pun perlu didorong dan dibantu untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur sehingga mendukung pengembangan industri sesuai kelebihan masing-masing.

 

“Disesuaikan dengan sumber daya setempat, bisa pertanian, perkebunan, semen, atau lainnya. Tapi memang infrastruktur harus diperbaiki. Dengan demikian orang-orang untuk mencari kehidupan yang lebih baik tidak perlu di Jakarta,” jelasnya.

 

DKI Jakarta baru saja mengeluarkan rencana tata ruang tata wilayah (RTRW) 2010-2030. Akhir Agustus 2011 lalu, setelah melewati dua tahun masa pembahasan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta akhirnya mengesahkan Rancangan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) 2011-2030.

 

Sebagaimana ramai diberitakan, Gubernur Fauzi Bowo menegaskan komitmen Pemda DKI Jakarta untuk tetap melaksanakan moratorium mal hingga tahun 2012 yang telah ia lakukan sebelumnya.

 

Dalam Perda RTRW tersebut memang disebutkan pentingnya pengendalian bahkan pembatasan pembangunan pusat perbelanjaan seperti ruko sepanjang jalan, kecuali di kawasan ekonomi berintensitas tinggi atau berlantai banyak.

 

Pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan pembatasan pembangunan mal memang diperlukan. Jakarta saat ini sudah seperti kelebihan mal. Menurut data pemerintah DKI, di seluruh Jakarta sekarang berdiri 68 mal. Artinya, di setiap kota madya terdapat lebih dari 13 pusat belanja. Bahkan, Yayat mengatakan jumlah sebenarnya lebih dari seratus. Jumlah ini sudah melebihi batas ideal dan sekaligus menjadikan Jakarta sebagai kota paling banyak memiliki mal di seluruh dunia. 

 

Namun, di samping itu Pemda DKI harus punya perencanaan jangka panjang yang jelas mengenai tata kota dan visi Jakarta sebagai pusat perdagangan dan jasa internasional, sebagaimana dicantumkan dalam RTRW 2030 tersebut.

 

Yayat mengatakan, Pemda DKI seharusnya punya kajian dan perhitungan mendalam mengenai jumlah kebutuhan pusat perbelanjaan di Jakarta disesuaikan dengan visi yang ingin dicapai. “Saya yakin hal tersebut belum ada,” tukasnya.

 

Berbeda, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia, Alexander Stefanus Ridwan, mengatakan moratorium justru akan menurunkan daya saing Jakarta. “Apalagi kalau sampai tiga hingga lima tahun,” katanya.

 

Hal ini menurutnya pernah terjadi di Singapura. Pemerintah negara kota itu pernah melakukan moratorium pembangunan pusat perbelanjaan. Hasilnya, tingkat kunjungan turis malah menurun dan kebanyakan berpindah ke Malaysia yang justru sedang menggenjot pembangunan mal. “Di Jakarta, kalau sampai akhir tahun 2012 okelah, tapi kalau lebih dari itu, berbahaya,” ucapnya hiperbolis.

 

Selain itu, moratorium pembangunan pusat perbelanjaan yang terlalu lama juga dikhawatirkan Stefanus membuat Jakarta kalah saing dengan daerah tetangga. Saat ini, beberapa daerah di sekitar Jakarta sangat aktif membangun pusat perbelanjaan, misalnya Provinsi baru Tangerang Selatan. “Padahal daya saing Jakarta lebih tinggi,” pungkasnya.

Tags: