Gubernur DKI Jakarta menetapkan besaran biaya administrasi, biaya operasional dan honorarium bagi setiap petugas yang diminta, baik petugas biro hukum, maupun ahli dan saksi dari luar. Besaran biaya tersebut berbeda-beda untuk setiap tingkat proses persidangan. Penetapan ini didasarkan pada perkembangan. Besaran yang ditetapkan sejak 2001 lalu sudah tidak sesuai lagi dengan praktik pengadilan.
Berdasarkan SK Gubernur DKI Jakarta No. 1710 Tahun 2010 Biaya penanganan perkara itu akan dibebankan pada anggaran Biro Hukum Setda DKI Jakarta dalam APBD tahun terkait. Karena itu, Kepala Biro Hukum pula yang bertugas mengatur dan melaksanakan biaya penanganan perkara. Ketentuan biaya ini mulai berlaku sejak 27 September lalu.
Pada tahap gugatan total biaya yang dialokasikan mencapai Rp4,795 juta. Jumlah ini terdiri dari mendaftarkan gugatan di peradilan umum Rp615 ribu, penambahan satu pihak Rp180 ribu, pemeriksaan di tempat Rp1 juta, panggilan melalui iklan dan pemberitahuan melalui iklan masing-masing Rp1,5 juta. Besaran biaya untuk setiap proses ini masih bersifat uang panjar. Sebab, jika Pemda DKI Jakarta kalah, biaya perkara yang harus ditanggung lazimnya lebih besar.
Alokasi biaya mengajukan gugatan di peradilan umum dan Pengadilan Tata Usaha Negara berbeda. Untuk mengajukan gugatan di PTUN, Pemda DKI Jakarta hanya mengalokasikan Rp350 ribu, ditambah Rp200 ribu untuk setiap permohonan intervensi. Itu berarti biaya gugatan di PTUN hanya separuh dari gugatan di peradilan umum.
Alokasi anggaran untuk setiap tahapan di kedua peradilan memang relatif berbeda. Biaya pemeriksaan setempat dalam rangka sidang PTUN, misalnya, Pemda DKI Jakarta akan menyesuailan dengan biaya perjalanan dinas PNS yang ditetapkan Menteri Keuangan. Sedangkan alokasi biaya banding di peradilan umum Rp900 ribu, selisih seratus ribu dibanding di PTUN. Besaran totalnya ditentukan jumlah pihak yang terkait. Jika 1 lawan 3 pihak, biaya yang disediakan untuk sidang di PTUN mencapai Rp1.150.000. Di peradilan umum akan dihitung dengan biaya tambahan Rp360 ribu setiap penambahan satu pihak.
Tabel
Alokasi Anggaran DKI Jakarta untuk
Biaya Penanganan Perkara di Peradilan Umum
No. | Proses Perkara | Biaya |
I | Permohonan |
|
1. | Permohonan Penetapan | Rp 375.000,00 |
2. | Penambahan 1 Pihak | Rp 180.000,00 |
II | Gugatan |
|
1. | Permohonan Gugatan | Rp 615.000,00 |
2. | Penambahan 1 Pihak | Rp 180.000,00 |
3. | Pemeriksaan di tempat | Rp 1.000.000,00 |
4. | Panggilan melalui iklan | Rp 1.500.000,00 |
5. | Pemberitahuan melalui iklan | Rp 1.500.000,00 |
III | Banding |
|
1. | Permohonan Banding | Rp 900.000,00 |
2. | Penambahan 1 Pihak | Rp 360.000,00 |
IV | Kasasi |
|
1. | Permohonan Kasasi | Rp 1.100.000,00 |
2. | Penambahan 1 Pihak | Rp 360.000,00 |
V | Peninjauan Kembali |
|
1 | Permohonan Peninjauan Kembali | Rp 3.250.000,00 |
2. | Penambahan 1 Pihak | Rp 360.000,00 |
VI | Eksekusi |
|
1. | Teguran/Aanmaning | Rp 600.000,00 |
2. | Consignatie Penambahan 1 Pihak | Rp 600.000,00 Rp 600.000,00 |
3. | Sita/Pencabutan Sita Penambahan 1 Pihak | Rp 600.000,00 Rp 600.000,00 |
4. | Lelang Lelang Delegasi | Rp 6.000.000,00 Rp 200.000,00 |
5. | Pengosongan | Rp 7.000.000,00 |
VII | Biaya Meterai | Rp 6.000,00 |
Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 1710 Tahun 2010 itu juga mengatur biaya operasional menghadirkan saksi dan ahli ke persidangan, sekaligus transpo sidang dan pendampingan dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Biaya transpor mencapai Rp130 ribu yang diberikan untuk setiap pelaksanaan sidang atau pendampingan. Honorarium untuk setiap saksi dalam setiap sidang Rp250 ribu, dan Pemda DKI Jakarta menganggarkan Rp1.150.000 untuk setiap ahli dalam hitungan per jam.
Kepala Bidang Penanganan Kasus LBH Jakarta, Ki Agus Ahmad BS, mengingatkan Pemprov DKI Jakarta agar tidak melupakan esensi bantuan hukum. Seharusnya, Pemda juga mengalokasikan anggaran untuk membiayai warga miskin Jakarta mendapatkan bantuan hukum. Menurut dia, Pemda harus mempunyai kontribusi bagi pemenuhan hak konstitusional warga, bukan justru sebaliknya uang yang sebagian berasal dari pajak rakyat itu hanya dipakai untuk membiayai pegawai Pemda. Ki Agus mencontohkan apabila Pemda mengajukan gugatan terhadap warga, atau warga menggugat Pemprov terkait banjir. Itu sama sama menyediakan dana APBD untuk melawan rakyat Jakarta sendiri. “Seharusnya dipakai untuk rakyat yang membutuhkan bantuan hukum,” ujarnya.