JAIC Indonesia Berupaya Pailitkan Istaka
Berita

JAIC Indonesia Berupaya Pailitkan Istaka

Pihak Istaka berdalih persoalan utang antara Istaka dengan JAIC belum jelas.

DNY
Bacaan 2 Menit
JAIC Indonesia Berupaya Pailitkan Istaka
Hukumonline

JAIC Indonesia rupanya tidak main-main ketika mengatakan akan mengajukan langkah hukum terkait utang PT Istaka Karya (Persero). Setelah menyurati Kemeneg BUMN Senin lalu (11/10), JAIC lantas mengajukan permohonan pailit terhadap Istaka.

 

Kuasa Hukum JAIC, Tony Budidjaja menerangkan permohonan pailit didaftarkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta, Senin kemarin (25/10), dengan No 73/Pailit/2010. Menurutnya, Istaka tidak membayar utang yang statusnya telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

 

Adanya utang Istaka kepada JAIC terbukti dengan Putusan MA No 1799 K/PDT/2008 tertanggal 9 Februari 2009. Putusan itu mengabulkan permohonan kasasi JAIC sehubungan dengan enam surat sanggup atas tunjuk (negotiable promissory Notes Bearer) senilai AS$5,5 juta.

 

Putusan MA tersebut telah berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan juga telah mengeluarkan penetapan No 1097/Pdt.G/2006/PN.Jkt.Sel tertanggal 29 Juli 2010. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan telah memberikan peringatan (aanmaning) kepada Istaka untuk melaksanakan isi putusan MA secara sukarela.

 

Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dikatakan bahwa utang yang jatuh tempo dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, salah satunya dikarenakan adanya putusan pengadilan.

 

Terkait kreditur lain, Tony mengungkapkan adanya lima kreditur Istaka selain JAIC. Mereka antara lain PT Saeti Concretindo Wahana, PT Saeti Beton Pracetak, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank Bukopin Tbk, dan PT Bank International Indonesia Tbk.

 

Berdasarkan fakta-fakta yang ada Tony beranggapan Istaka telah terbukti merupakan debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak mampu membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Karenanya, dia beranggapan unsur Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan telah terbukti, sehingga Istaka harus dinyatakan pailit.

 

Dihubungi hukumonline, Direktur Utama Istaka, Kasman Muhammad mengatakan prosedur hukum antara Istaka dengan JAIC belum selesai. Menurut Kasman, untuk mengajukan permohonan pailit, status utang seharusnya sudah jelas.

 

Sementara, dalam kasus JAIC dengan Istaka, lanjut Kasman, status utangnya belum jelas. Secara hukum, persoalan di antara keduanya belum selesai. Pasalnya, saat ini Istaka tengah mengajukan peninjauan kembali dan penundaan eksekusi.

 

Sebagaimana diketahui, sengketa antara pihak JAIC dengan Istaka sudah berjalan sejak lama. Proses hukumnya sendiri sudah berlangsung selama hampir lima tahun. Kasus ini berawal ketika Istaka yang bergerak di bidang usaha konstruksi umum menerbitkan enam surat sanggup atas unjuk (negotiable promissory notes-bearer) yang nilai totalnya AS$5,5 juta.

 

Menurut JAIC, surat berharga itu diterbitkan pada 9 Desember 1998 dan jatuh tempo pada 8 Januari 1999. Akan tetapi, ketika telah jatuh tempo BUMN tersebut tidak memenuhi kewajibannya. Mengingat belum dilaksanakannya kewajiban itu, JAIC selaku pihak yang memegang surat berharga itu lantas mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada 2006 silam.

 

Pada pengadilan tingkat pertama gugatan JAIC dikabulkan. Hingga akhirnya pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung, JAIC memenangkan gugatan itu. 

Tags: