Jadi Saksi di Kasus Minyak Goreng, GIMNI Bantah Kartel di Industri Minyak Goreng
Terbaru

Jadi Saksi di Kasus Minyak Goreng, GIMNI Bantah Kartel di Industri Minyak Goreng

GIMNI menegaskan bahwa tidak pernah ada pembahasan soal penetapan harga maupun mengatur pasokan minyak goreng dalam rapat-rapat yang digelar GIMNI sepangan 2019 sampai dengan pertengahan 2022.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit

Sebanyak 20 perusahaan Terlapor merupakan anggota GIMNI, sedangkan 7 Terlapor lainnya bergabung dengan asosiasi berbeda. Salah satu bukti yang diajukan Investigator KPPU dalam menyusun dugaan adalah rapat-rapay yang diselenggarakan oleh GIMNI sepanjang 2019 sampai dengan awal 2022.

Terkait dengan dugaan pelanggaran tersebut, Sahat bisa memaklumi adanya kecurigaan dari KPPU. Namun, dia menegaskan tidak ada dan tidak memungkinkan ada kartel di industri minyak goreng kemasan.

“Tidak ada kartel, karena persaingannya begitu ketat. Pemainnya ratusan. Jumlah anggota GIMNI saja ada 43 perusahaan. Lagipula dengan begitu banyaknya pelaku, sangat sulit membuat kesepakatan. Suami istri saja sering tidak bersepakat,” kata Sahat usai sidang.

Sahat menilai kenaikan harga minyak goreng disebabkan karena naiknya harga CPO dan diiringi dengan meningkatnya permintaan akibat turunnya pasolan minyak nabati di pasar global. Sementara kelangkaan minyak goreng lebih disebabkan peraturan pemerintah yang berubah-ubah dalam waktu singkat, terutama mengenai harga eceran tertinggi (HET) dan DMO/DPO minyak goreng, serta persoalan didistribusi.

“Seharusnya ini (distribusi) jangan diserahkan begitu saja ke swasta, tetapi harus oleh pemerintah. Serahkan saja ke Bulog atau ID Food.  Karena sulit mengatur harga minyak goreng, berbeda dengan BBM yang memang hanya dipegang oleh Pertamina untuk distribusinya,” tandas Sahat.

Dalam persidangan sebelumnya, Mantan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, Oke Nurwan, menyampaikan, kelangkaan minyak goreng disebabkan kebijakan pemerintah yang tergesa-gesa dalam mengatur pasar tanpa ada badan atau lembaga khusus yang menanganinya, seperti Bulog. Terbukti, begitu Permendag 11/2022 diterbitkan pada 16 Maret 2022 untuk mencabut peraturan HET (Permendag 6/2022), keesokan harinya minyak goreng langsung tersedia di pasar.

Selain itu, kelangkaan minyak goreng juga disebabkan oleh gangguan distribusi yang kendalinya tidak berada di pihak produsen. Menurut Oke, berdasarkan data dashboard Kemendag yang berisi self declaration pelaku usaha mengenai realisasi DMO, selama kurun Januari-Maret 2022 produsen dan ekportir sudah menyalurkan minyak goreng ke distributor utama (D1). Namun, barang itu ternyata tidak ada di pasar sehingga hal ini menunjukkan ada masalah di level distribusi di bawahnya.

Tags:

Berita Terkait