Jabatan Wakil Panglima TNI Dinilai Tidak Tepat
Berita

Jabatan Wakil Panglima TNI Dinilai Tidak Tepat

Karena tidak sesuai dengan agenda reformasi TNI

ADY/ANT
Bacaan 2 Menit
Jabatan Wakil Panglima TNI Dinilai Tidak Tepat
Hukumonline
Imparsial dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menolak rencana Presiden Joko Widodo mengembalikan jabatan Wakil Panglima TNI dalam rangka reorganisasi TNI. Imparsial menilai rencana itu bertentangan dengan agenda reformasi internal TNI, dimana jabatan Wakil Panglima TNI sudah dihapus sejak awal reformasi.

"Penghapusan Jabatan Wakil Panglima TNI merupakan salah satu agenda reformasi internal TNI. Sehingga, pengembalian jabatan itu bukan hanya tidak penting tapi juga sebuah kemunduran," kata Koordinator Peneliti Imparsial, Gufron Mabruri dalam jumpa pers di kantor Imparsial di Jakarta, Kamis (19/3).

Gufron berpendapat, alasan pemerintah mengembalikan jabatan Wakil Panglima TNI untuk mengantisipasi jika Panglima TNI berhalangan, tidak berdasar. Menurut dia, di era kemajuan teknologi sekarang ini ketidakhadiran secara fisik bukan kendala besar ataupun halangan.

Jika Panglima TNI berhalangan yang sifatnya permanen, dikatakan Gufron, maka harus dilakukan penggantian. Jika berhalangan sementara waktu, keberadaan Wakil Panglima TNI juga tidak membuat organisasi TNI menjadi lebih efektif.

Gufron berpendapat adanya Wakil Panglima TNI berpotensi menimbulkan dualisme komando di institusi TNI. Implikasinya bukan sekedar menimbulkan masalah ditingkat koordinasi tapi juga kendali dan kebijakan yang memungkinkan muncul antara Panglima dan Wakil Panglima TNI.

Oleh karena itu Gufron mengusulkan Presiden Jokowi memprioritaskan agenda reformasi TNI yang belum dijalankan ke dalam reorganisasi TNI. Seperti restrukturisasi Komando Teritorial (Koter) dan reformasi peradilan militer (Permil).

Direktur Program Imparsial, Al Araf, menekankan ada 24 agenda reformasi internal TNI yang dibuat 1998. Dari 24 agenda itu diantaranya melikuidasi jabatan Wakil Panglima TNI. Makanya saat reformasi jabatan tersebut sudah tidak ada. Jika pemerintah Jokowi mau mengembalikan jabatan tersebut berarti melawan agenda reformasi.

Al mengingatkan, di Kementerian Pertahanan sudah tidak ada jabatan Wakil Menteri walau itu dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan. Sementara jabatan Wakil Panglima TNI tidak ada basis regulasinya. "Dalam UU TNI itu tidak dikenal jabatan Wakil Panglima TNI. Maka dari itu posisi Wakil Panglima TNI bukan sebuah keharusan hukum," ujarnya.

Al khawatir jabatan tersebut mau dimunculkan kembali karena ada kompromi politik. Walau dugaan itu bisa salah tapi yang jelas UU TNI tidak memandatkan untuk dibentuk jabatan Wakil Panglima TNI.

Bagi Al yang penting dilakukan dalam reorganisasi TNI yakni restrukturisasi koter. Sebab struktur koter merupakan penopang fungsi sosial-politik TNI pada masa orba untuk mempertahankan kekuasaan Soeharto. Karena doktrin dwi fungsi itu sudah dihapus maka koter layak direstrukturisasi.

Wakil Direktur YLBHI, Bahrain, menekankan pentingnya reformasi permil. Menurutnya, reformasi permil selaras dengan agenda reformasi dibidang hukum yakni mewujudkan persamaan semua warga negara dihadapan hukum, termasuk anggota TNI.

Bahrain melihat selama ini anggota militer yang melakukan perbuatan pidana tidak dibawa ke pengadilan umum, tapi ke permil. Seharusnya, permil menyidangkan kasus yang berkaitan dengan tindakan militer seperti dalam operasi perang.

"TNI juga masyarakat biasa, maka harus dibedakan mana perbuatan pidana dan tindakan militer," tukas Bahrain.

Alih-alih melanjutkan agenda reformasi TNI dengan mereformasi permil, Bahrain menilai Presiden Jokowi mengambil langkah mundur. Yakni mau mengembalikan jabatan Wakil Panglima TNI. "Kita mau TNI yang mandiri dan profesional. Maka langkah mundur Jokowi itu kita tolak," pungkasnya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan pemerintah harus memberikan penjelasan terkait rencana pembuatan jabatan nomenklatur wakil panglima TNI.

"Dahulu memang ada wakil panglima TNI sehingga itu bukan wacana baru namun dalam kondisi saat ini perlu penjelasan mengapa diperlukan wakil panglima TNI," kata Fadli di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis.

Dia menjelaskan selama ini nomenklatur di institusi TNI sudah cukup sehingga tidak diperlukan posisi wakil panglima TNI. Hal ini menurut dia agar tidak muncul sikap ragu atau redundant karena agar tidak ada penambahan jabatan baru yang kaitannya dengan anggaran.

"Namun kalau diperlukan jabatan itu (wakil panglima TNI) maka perlu penjelasan yang saat ini belum diberikan pemerintah," ujarnya.

Fadli menilai selama ini fungsi dan tugas TNI sudah berjalan relatif baik kecuali alasan pembentukan posisi wakil panglima TNI untuk membesarkan pasukan, dan penambahan alat utama sistem senjata. Dia menegaskan Komisi I DPR akan mempertanyakan kebijakan pemerintah tersebut apakah urgensi dibentuknya posisi wakil panglima TNI.
Tags: