Izin Lingkungan untuk Kurangi Tumpang Tindih Lahan Tambang
Berita

Izin Lingkungan untuk Kurangi Tumpang Tindih Lahan Tambang

Penerbitan izin akan memperhatikan konsep pertambangan ‘green’.

CR-14
Bacaan 2 Menit
Izin Lingkungan untuk Kurangi Tumpang Tindih Lahan Tambang
Hukumonline

Koordinasi adalah barang mahal di negeri ini jika menyangkut pemanfaatan lahan. Tumpang tindih perizinan di atas lahan tambang sudah sering terjadi, dan masing-masing lembaga merasa benar. Kebijakan pemerintah pusat malah sering tak diikuti daerah.

Kepala Bidang Penerapan Sistem Amdal, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), Laksmi Widjayanti, mengakui banyaknya izin pertambangan yang tumpang tindih di daerah. Sinkronisasi lintas sektor tak berjalan sebagaimana diharapkan.

Laksmi berpendapat Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan merupakan salah satu jawaban atas fenomena tumpang tindih izin di atas lahan pertambangan. PP ini, kata dia, memberikan kejelasan prosedur, mekanisme dan koordinasi antar instansi dalam pemberian izin pertambangan.  

“Regulasi ini merupakan jawaban atas fenomena tumpang tindihnya izin pertambangan. Kami akan berusaha untuk mendorong efektivitas penerapnnya,” ujar Laksmi  di sela acara The 3rd Mineral and Coal Mining Legal and Business Forum, di Bali, Kamis, (21/2) kemarin. 

Jika persyaratan amdal, konsep pelestarian dan pengawasan lingkungan dipatuhi sejak proses awal, tumpang tindih bisa dihindari. Dijelaskan Laksmi, Januari lalu UKP4 telah meminta KLH melakukan koordinasi terkait izin pengelolaan tambang. Penyatuatapan proses perizinan di empat instansi –KLH, Kementerian ESDM, Kementerian Kehutanan, dan Badan Pertanahan Nasional-- salah satu solusi yang ditawarkan.

Laksmi mengakui perlu upaya lebih membangun koordinasi KLH dengan Kementerian ESDM. KLH menaruh perhatian khusus pada sisi kelengkapan dokumen permohonan izin tambang, terutama berkaitan dengan isu lingkungan.

“Ke depan, bersama dengan Kementerian ESDM, KLH akan mengeluarkan penilaian clear and clean dengan tambahan komponen green untuk melengkapi keabsahan izin penambangan dari sisi lingkungannya. Rencananya itu akan dilaksanakan di tahun 2013 ini,” terangnya.

Di acara yang sama, Kepala Subbagian Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian Kehutanan, Sylvana Ratina, mengatakan pada dasarnya izin yang dikeluarkan Kementerian Kehutanan dalam pertambangan adalah tindak lanjut dari izin-izin yang diterbitkan instansi terkait sebelumnya. Perusahaan tambang harus punya izin terlebih dahulu yang dibuktikan dengan IUP (Izin Usaha Pertambangan), PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara), atau kontrak karya. 

“Kalaupun izin IUP dan PKP2B sudah ada dari perusahaan tersebut ketika ia beroperasi di hutan maka tidak serta merta bisa masuk tanpa izin dari Kementerian Kehutanan dalam bentuk Izin Pinjam Pakai Lahan Hutan atau IPPLH,” tandasnya kepada hukumonline.

Sylvana mengakui banyaknya pihak terkait dalam proses izin penggunaan lahan hutan untuk aktivitas tambang. Ketika aktivitas penambangan merambat ke dalam kawasan hutan, pada saat itu juga akan menjadi urusan dari Kementerian Kehutanan dalam rangka menjaga kelestarian dan sumber daya yang ada di kawasan hutan. “Walaupun sudah mengantongi izin dari instani yang lain, ketika memasuki wilayah hutan maka secara tegas wajib minta izin menteri kehutanan,” terangnya.

Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan merumuskan penggunanan kawasan hutan untuk kepentingan pertambangan dilakukan melalui pemberian izin pinjam pakai oleh Menteri Kehutanan. Menteri mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan.

Untuk mendapatkan izin eksplorasi hingga kegiatan produksi atau eksploitasi tambang minerba yang ada dalam kawasan hutan, harus melewati prosedur yang telah ditetapkan Kementerian Kehutanan. Prosedur ini diatur dalam PP No 24 Tahun 2010 jo No. 61 Tahun 2012 tentang Penggunaan Kawasan Hutan, dan Permenhut No. 38 Tahun 2012 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Semua dasar hukum tersebut, lanjutnya, memerukan koordinasi yang intens dan terpadu dari semua stackeholder  terkait, mengingat kegiatan pertambangan yang memasuki kawasan hutan syarat akan domain kewenangan dari lintas sektoral. “Kejelasan implementasi regulasinya akan sangat dipengaruhi oleh harmonisasi dengan instansi lainnya agar tidak terjadi overlaping, termasuk juga dengan pemerintah daerah di dalamnya,” ungkapnya.

Sylvana membenarkan izin lingkungan menjadi salah syarat yang diperhatikan Kementerian Kehutanan sebelum memberikan izin. Izin tersebut menjadi bagian penting dari kajian amdal. “Kami akan menambahkannya ke dalam persyaratan pemberian izin dalam ruang lingkup penggunaan lahan hutan untuk tambang,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait