Yin Yang dan Arah Penyelesaian Sengketa Internasional
Berita

Yin Yang dan Arah Penyelesaian Sengketa Internasional

Sengketa ‘berjasa’ kembangkan hukum internasional.

HOT (HOLE)
Bacaan 2 Menit

Selain multilateralisme, Sumaryo menjelaskan praktik penggunaan kekerasan bersenjata lain yang dinamakan “unilateralisme”. Praktik ini digunakan oleh suatu negara untuk melakukan serangan dengan kekuatan militer secara sepihak, tanpa adanya otorisasi atau tidak didasarkan atas keputusan Dewan Keamanan PBB.

Seringkali, praktik unilateralisme didasarkan pada hak untuk membela diri (right of self-defence), yang dijamin dalam Pasal 51 Piagam PBB: Nothing in the present Charter shall impair the inherent right of individual or collective self-defence if an armed attack occurs against a Member of the United Nations… Measures taken by Members in the exercise of this right of self-defence shall be immediately reported to the Security Council…

Sumaryo menegaskan, tindakan unilateral yang didasarkan pada Pasal 51 Piagam PBB, hanya dibenarkan ketika tindakan tersebut didasarkan pada situasi yang provoking dan menimbulkan ancaman, serta harus segera dilaporkan ke Dewan Keamanan PBB.

Selain itu, Sumaryo mengutarakan bahwa ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam tindakan unilateral, seperti keseimbangan kekuatan dari negara yang diserang dengannegara yang melakukan serangan (proporsionate factor), dan ancaman yang menjadi dasar serangan harus bisa dibuktikan secara hukum.

“Serangan ke Afghanistan tidak terbukti sebagai upaya self-defence, dan pembuktian alasan senjata pemusnah massal di Irak dilakukan secara paksa oleh Amerika Serikat dan tidak pernah terbukti sampai sekarang,” Sumaryo mencontohkan.

Sumaryo mengkhawatirkan, tindakan yang dilakukan oleh negara-negara dengan kekuatan militer yang besar dalam melakukan praktik unilateralisme, akan membawa praktik ini menjadi menjadi state practice dan bisa mengarah pada anggapan bahwa unilateralisme merupakan customary international law.

“Unilateralisme bisa menjadi fenomena baru dalam hukum  internasional. Terutama jika praktik ini berlangsung dalam waktu yang lama dan kemudian membentuk prinsip-prinsip hukum secara umum yang dapat diakui oleh masyarakat internasional,” pungkas Sumaryo.

Tags:

Berita Terkait