Iwa Koesoema Soemantri, Tokoh Hukum Penggagas 'Proklamasi'
Edisi Khusus:

Iwa Koesoema Soemantri, Tokoh Hukum Penggagas 'Proklamasi'

Pemerintahan orde baru menyingkirkan keberadaan Iwa Koesoema Soemantri karena dia pernah belajar ke Moscow, berteman dengan Tan Malaka dan memimpin gerakan serikat buruh di Medan.

IHW
Bacaan 2 Menit

 

Pernah setahun belajar di sekolah calon ambtenaar (pegawai pemerintah) di Bandung, Iwa memutuskan keluar dan pindah ke sekolah menengah hukum di Batavia. Setelah tamat, Iwa bekerja pada kantor Pengadilan Negeri di Bandung sebelum pindah ke Surabaya dan berakhir di Jakarta. Pada tahun 1922, Iwa melanjutkan studi hukumnya ke Universitas Leiden Belanda.

 

Pada saat kuliah di Belanda, Iwa aktif terlibat di Indische Vereeniging yang berubah menjadi Indonesische Vereeniging dan terakhir berubah lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI). Iwa bahkan tercatat menjadi ketua organisasi itu pada 1923-1924. Pada masa kepemimpinannya, Iwa meletakkan prinsip nonkooperasi sebagai asas organisasi.

 

Usai menamatkan kuliah, Iwa dan Semaun diutus oleh PI pergi ke Moscow untuk mempelajari Front Persatuan (Eenheidsfront) yang didengungkan oleh Komintern, semacam organisasi komunis internasional. Di satu sisi Iwa memang tertarik mempelajari sosialisme, tapi tidak untuk komunisme.

 

Kembali ke tanah air pada 1927, Iwa sempat bekerja di Bandung. Tak lama kemudia ia diminta pamannya membuka kantor pengacara di Medan. Di sana, Iwa tetap aktif dalam pergerakan dengan membuat surat kabar Matahari Indonesia serta mendekati kaum buruh dan tani yang tertindas. Iwa juga disebutkan pernah mendirikan SKBI (Sarekat Kaoem Boeroeh Indonesia) cabang Medan. Lantaran memiliki afiliasi dengan Moscow dan Komintern, para pemimpin SKBI ditangkap dan diasingkan. Termasuk juga Iwa yang pada Juni 1930 dibuang ke Bandanaira dan Makassar selama 10 tahun.

 

Ketika Jepang menaklukan Belanda, Iwa akhirnya dibebaskan. Jepang sempat mengangkat Iwa sebagai hakim Keizei Hooin (Pengadilan Kepolisian) Makassar. Tak lama setelah itu, Iwa akhirnya kembali membuka praktek sebagai pengacara di Jakarta.

 

Perjalanan hidup Iwa selanjutnya adalah saat dirinya diangkat menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia bersama tokoh lain seperti Latuharhary dan Soepomo. Dalam sidang PPKI, Iwa adalah salah seorang yang berpandangan rancangan UUD 1945 adalah konstitusi yang lahir dalam keadaan darurat dan sangat mungkin untuk diperbaiki. Makanya Iwa mengusulkan agar dimasukkan satu pasal yang mengatur tentang perubahan UUD 1945. Usul Iwa itu disambut oleh Soepomo. Setelah adanya pembahasan dan perdebatan, maka munculah Pasal 37 UUD 1945 yang mengatur tentang bagaimana cara untuk mengubah konstitusi.

 

Setelah merdeka, Iwa didaulat menjadi Menteri Sosial pada kabinet pertama. Tak lama kemudian ia bersama Mohammad Yamin, Soebardjo dan Tan Malaka sempat ditahan karena dianggap terlibat dalam Peristiwa 3 Juli 1946.

Halaman Selanjutnya:
Tags: