Iuran Naik, Dirut BPJS Kesehatan Jamin Pelayanan Lebih Baik
Berita

Iuran Naik, Dirut BPJS Kesehatan Jamin Pelayanan Lebih Baik

Namun, Aspek Indonesia menilai kenaikan iuran JKN tidak menyelesaikan akar masalah dalam upaya mengatasi persoalan defisit pengelolaan dana jaminan sosial BPJS Kesehatan.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS. Foto: RES
Layanan BPJS. Foto: RES

Pemerintah telah menaikan iuran program JKN. Kenaikan iuran itu diharapkan dapat mengurai persoalan defisit dana jaminan sosial (DJS) program JKN. Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris yakin kenaikan iuran ini akan berdampak positif terhadap pelayanan peserta JKN di fasilitas kesehatan. Kenaikan iuran ini dapat mendorong kelancaran pembayaran klaim yang dilakukan BPJS Kesehatan kepada fasilitas kesehatan.

 

Dengan pembayaran klaim yang lancar, Fachmi melanjutkan fasilitas kesehatan semakin bisa memprediksi rencana ke depan. “Dengan cash flow yang baik RS bisa memprediksi rencana ke depan seperti investasi. Salah satu dampaknya yaitu membuat pelayanan lebih baik,” kata Fachmi di Jakarta, Jumat (1/11/2019). Baca Juga: Kontra Produktif di Balik Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

 

Fachmi mengingatkan salah satu prinsip program JKN yakni gotong royong. Oleh karena itu seluruh pihak, khususnya antar segmen peserta penting untuk saling bergotong royong. Kenaikan iuran ini diatur dalam Perpres No.75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Perpres ini masih memberi jaminan terhadap masyarakat miskin dan tidak mampu karena iuran bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) ditanggung oleh pemerintah.

 

Periode 2014-2019, pemerintah telah membayar iuran untuk PBI sebesar Rp151,24 triliun, dan khusus untuk tahun 2019 pemerintah telah membayar untuk 96,8 juta peserta PBI sebesar Rp35,8 triliun. “Kenaikan iuran PBI dari Rp23 ribu menjadi Rp42 ribu sepenuhnya ditanggung pemerintah,” ujar Fachmi.

 

Kenaikan iuran untuk PBI, menurut Fachmi sudah dimulai sejak 1 Agustus 2019 dan pemerintah sudah membayarnya. Iuran PBI yang sudah dibayar pemerintah itu langsung digunakan BPJS Kesehatan untuk menunaikan kewajiban melunasi klaim kepada fasilitas kesehatan. Fachmi juga berterima kasih terhadap seluruh fasilitas kesehatan mitra BPJS Kesehatan yang selama ini sabar menunggu pembayaran klaim.

 

Menurut Fachmi, kenaikan iuran untuk peserta kategori bukan penerima upah (PBPU), bukan pekerja (BP) atau mandiri masih di bawah kebutuhan riil biaya pemanfaatan. Misalnya, untuk ruang perawatan kelas I iurannya Rp160 ribu, tapi iuran seharusnya sebesar Rp274 ribu; kelas II Rp110 ribu, iuran seharusnya sesuai kebutuhan riil Rp190 ribu; dan kelas III Rp42 ribu, seharusnya kebutuhan riil sebesar Rp131 ribu.

 

“Meskipun kenaikan iuran belum sesuai kebutuhan riil biaya pemanfaatan, kita berharap pelaksanaan prinsip gotong royong program JKN dapat berjalan lancar sehingga antar kategori peserta saling membantu,” kata dia.

 

Mengenai potensi peserta yang turun kelas perawatan dan menunggak iuran akibat kenaikan iuran, Fachmi mengatakan pihaknya sudah menganitisipasi. Peserta yang turun kelas perawatan diyakini tidak akan menambah masalah defisit dana jaminan sosial JKN. Untuk peserta yang menunggak iuran, Fachmi mengatakan BPJS Kesehatan akan melakukan penagihan dengan cara yang baik mulai dari menelpon peserta sampai menyambangi peserta yang menunggak melalui kader JKN.

 

Untuk pengenaan sanksi berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu, Fachmi mengatakan regulasinya masih digodok. “Nanti akan ada sanksi misalnya, harus lunas iuran BPJS dulu kalau mau mengurus SIM dan paspor. Kami masih membahas ini dengan semua pihak, nanti bakal diterbitkan Inpres,” jelasnya.

 

Tak selesaikan akar masalah

Presiden Aspek Indonesia Mirah Sumirat kecewa terhadap kenaikan iuran JKN. Menurutnya ini bukti pemerintah tidak peduli dengan kesulitan masyarakat. Sebelum Perpres No.75 Tahun 2019 ini diketok, banyak kelompok masyarakat yang menolak rencana ini. Pemerintah dan BPJS Kesehatan seolah mengambil jalan pintas dan tidak kreatif dalam mengatasi persoalan defisit dana jaminan sosial BPJS Kesehatan.

 

“Pemerintah tidak menyelesaikan akar masalah penyebab defisit BPJS Kesehatan,” tegasnya.

 

Kenaikan iuran untuk peserta mandiri yang dimulai 1 Januari 2020 menurut Mirah sangat memberatkan rakyat. Apalagi daya beli masyarakat saat ini turun karena minimnya penghasilan dan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di banyak perusahaan. Baginya kenaikan iuran ini akan membuat banyak peserta JKN menunggak iuran karena penghasilannya kecil, sehingga tidak sanggup membayar kenaikan iuran JKN.

 

“Penghasilan mereka hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap hari,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait