Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Begini Mekanisme Pengembaliannya
Utama

Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Begini Mekanisme Pengembaliannya

Kelebihan pembayaran pada April dijadikan sisa saldo pembayaran pada bulan selanjutnya.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 2 Menit
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES
Layanan BPJS Kesehatan di salah satu rumah sakit di Jakarta Selatan. Foto: RES

Pemerintah telah menyatakan siap mengikuti putusan Mahkamah Agung Nomor No. 7/P/HUM/2020 yang membatalkan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Peserta Bukan Pekerja (BP) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pembatalan kenaikan itu diberlakukan mulai 1 April 2020.

 

"Pemerintah hormati keputusan MA. Prinsipnya, Pemerintah ingin agar keberlangsungan JKN terjamin dan layanan kesehatan pada masyarakat dapat diberikan sebagai bentuk negara hadir," kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy di Jakarta, Selasa (21/4).

 

Perlu diketahui, iuran BPJS Kesehatan yang sejak Januari naik menjadi Rp42.000 untuk kelas III kembali menjadi Rp25.500, kelas II dari Rp110.000 menjadi Rp51.000, dan kelas I dari Rp160.000 menjadi Rp80.000. Jumlah iuran tersebut sesuai Peraturan Presiden No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan.

 

Putusan MA No. 7P/HUM/2020 diterima Pemerintah secara resmi pada tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan surat dari Panitera Muda Tata Usaha Negara Mahkamah Agung Nomor: 24/P.PTS/III/2020/7P/HUM/2020 tanggal 31 Maret 2020 perihal Pengiriman Putusan Perkara Hak Uji Materiil Reg. No. 7P/HUM/2020.

 

Sesuai ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung No. 01/2011 tentang Hak Uji Materiil, Pemerintah mempunyai waktu paling lambat 90 (sembilan puluh) hari untuk melaksanakan Putusan MA tersebut (sampai dengan 29 Juni 2020).

 

Muhadjir menambahkan pemerintah saat ini sedang membahas langkah-langkah strategis yang akan dilakukan untuk menyikapi putusan tersebut, dan terus berupaya agar pelayanan terhadap peserta BPJS berjalan baik, serta tetap menjaga demi mempertahankan kesinambungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

 

(Baca: Penjelasan Hukum Soal Polemik Iuran BPJS Kesehatan Pasca Putusan MA)

 

Langkah strategis itu dijewantahkan dalam rencana penerbitan Peraturan Presiden yang substansinya antara lain mengatur keseimbangan dan keadilan besaran iuran antar segmen peserta, dampak terhadap kesinambungan program dan pola pendanaan JKN, konstruksi ekosistem jaminan kesehatan yang sehat, termasuk peran Pemerintah (pusat dan daerah). Rancangan Peraturan Presiden tersebut telah melalui proses harmonisasi dan selanjutnya akan berproses paraf para menteri dan diajukan penandatanganan kepada Presiden.

 

Kepala Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, Iqbal Anas Ma’ruf menyatakan pihaknya siap mengikuti keputusan MA tersebut. Dia menjelaskan mekanisme kelebihan pembayaran pada April akan menjadi saldo pada pembayaran iuran bulan selanjutnya.

 

“Sesuai rilis Menko PMK kemarin, kan diberlakukan per 1 april 2020 pembatalan iuran sesuai perpres 75 tahun 2019. BPJS Kesehatan berkomitmen untuk mematuhi keputusan apapun yang ditetapkan pemerintah. (Kelebihan pembayaran) Dalam bentuk saldo iuran yang merupakan kelebihan pembayaran iuran. Masing-masing kelas dilihat besaran iurannya. Kalau kelas 1 kan Rp 160 ribu, kalau dikembalikan ke awal, jadi Rp 80 ribu,” jelas Iqbal saat dihubungi hukumonline, Rabu (22/4).

 

Hukumonline.com

Sumber: Kemenkopmk.go.id

 

Menanggapi hal tersebut, Perwakilan Komunitas Peduli BPJS Kesehatan, Intan Nur Rahmawati mengapresiasi pemerintah mau memberikan informasi terkait pelaksanaan putusan hakim MA atas hak uji materiil yang diajukan dengan nomor registrasi 7P/HUM/2020 yang salinan putusannya telah resmi diterima pemerintah pada tanggal 31 Maret 2020.

 

Respons pemerintah membatalkan kenaikan iuran tersebut dapat menenangkan masyarakat peserta  mandiri yang menginginkan keringanan atas keikutsertaan peserta mandiri yang sifatnya wajib dibayarkan setiap bulan. Dia juga menilai pembatalan kenaikan iuran tersebut juga dibutuhkan di tengah kondisi pandemi virus Corona saat ini.

 

"Pemerintah mesti serius juga dalam menindaklanjuti putusan MA membatalkan kenaikan iuran tersebut karena ditengah pandemi yang diakibatkan oleh covid 19 dimana terdapat efek domino di berbagai sektor terutama perekonomian, yang mengakibatkan PHK besar-besaran di berbagai perusahaan  sehingga salah satunya  implementasi Pembatalan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan sangat dibutuhkan sehingga tidak berlarut-larut menjadi pikiran bagi masyarakat  yang bertanya-tanya kapan akan turunnya iuran BPJS Kesehatan," jelas Intan.

 

Sehubungan masa waktu berlakunya putusan MA, perwakilan Komunitas Peduli BPJS Kesehatan lainnya, Johan Imanuel menerangkan putusan MA tersebut memang diputuskan oleh Majelis Hakim Agung pada tanggal 27 Februari 2020 sehingga idealnya memang setelah diputuskan langsung di implementasikan oleh termohon dalam hal ini Presiden RI atau Pemerintah.

 

Namun dalam Putusan MA tersebut dalam pertimbangan hukum pada halaman 67, Majelis Hakim Agung menyatakan dengan mempertimbangkan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan jaminan terhadap penyelenggaraan jaminan sosial agar dapat berjalan dengan baik, MA memandang perlu menguraikan akibat hukum atau legal effect terhadap iuran yang terlanjur telah dibayarkan sebelum ketentuan Pasal 34 ayat 1 dan 2 Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 dibatalkan. Hal demikian menurut MA menjadi otoritas pemerintah untuk mengaturnya lebih lanjut secara transparan dan bijaksana.

 

"Sehingga dalam pertimbangan hukum Putusan MA jelas dengan tegas meminta Pemerintah harus transparan dan bijaksana dalam menetapkan solusi mengenai iuran yang telah dibayarkan oleh Peserta PBPU dan Peserta BP atau dikenal Peserta Mandiri sebelum putusan MA dibacakan tanggal 27 Februari 2020 maupun iuran yang telah dibayarkan sampai adanya Implementasi dalam hal ini berlakunya Perpres pengganti Perpres 75/2019," jelas Johan.

 

Mengenai mekanisme kelebihan nilai iuran, Johan menyatakan ketentuan tersebut harus diatur juga mekanisme nya dalam peraturan Menteri Keuangan.

 

"Jangan sampai nanti di Perpres baru sudah dinyatakan akan menjadi saldo atau deposit untuk peserta akan tetapi BPJS Kesehatan beralasan lagi belum bisa melaksanakan karena belum diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan. Sehingga Pemerintah harus serius dalam menindaklanjuti Putusan MA ini dengan segera menerbitkan Perpres baru pengganti Perpres 75/2019 maupun Permenkeu yang mengatur mekanisme penetapan kelebihan pembayaran iuran peserta yang akan menjadi saldo atau deposit," katanya.

 

Tags:

Berita Terkait